Jumat, 15 Juni 2012

TERAPI BERPUSAT PADA KLIEN

CLIENT CENTERED THERAPY (CCT ) ATAU TERAPI BERPUSAT PADA KLIEN A.Latar Belakang Tokoh dan teori ini adalah Carl Rogers, yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan oleh para petugas bimbingan dan konseling, karena teorinya yang mengatakan bahwa pemecahan masalah berpusat pada klien, banyak kesamaannya dengan makna konseling secara umum. Konseling pada dasamya proses membantu individu, berarti individu itu sendirilah yang harus menyelesaikan masalahnya. Client Centered Therapy (CCT), mendasarkan diri pada pandangan¬nya tentang sifat dan hakikat manusia. Pandangannya terutama tertuju pada penghargaan martabat manusia. Menurut Rogers: 1. Hakikat manusia pada dasamya baik dan penuh dengan kepositifan. 2. Manusia mempunyai kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengontrol dirinya sendiri. 3. Setiap individu pada dirinya terkandung motor penggerak, yang ciri-cirinya. a. Terbuka terhadap pengalaman sendiri b. Hidup dengan menempuh jalan dan dalam alam berdasarkan kenyataan. c. Percaya pada diri sendiri, walaupun individu sedang bermasalah mengalami gangguan psikis tenentu., dia tetap meniliki daya penggerak alamiah yang terus-inenerus mendorong. Hidupnya, yaitu kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri (selfactualization). 4. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dan menye-suaikan diri, serta mempunyai dorongan yang kuat ke arah kedewasaan dan kemerdekaan. Kemampuan itu akan terwujud, bila konselor dapat menciptakan suasana psikologis yang mempunyai sifat-sifat: a. Menerima (acceptance) terhadap klien sebagai pribadi yang ber¬harga. b. Konselor secara terus-menerus berusaha untuk mengerti perasaan-perasaan klien dan menerimanya seperti yang dirasakan klien, tanpa ada usaha.untuk mendiagnosis atau mengubah perasaan tersebut. c. Usaha terus menerus untuk menunjukan empati, artinya konselor bisa mengerti, menghayati dan merasakan sebagian yang dialami klien. Dihipotesisk.an bahwa dalam suasana psikologis yang penub pene¬rimaan, pengertian dan tidak mengancam klien, klien akan dapat mengatur dirinya sendiri pada tingkat dasar maupun yang lebih dalam. Sehingga dalam konseling inisiatif harus datang dari klien sendiri. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar dari pendekatan CCT adalah bahwa ada kekuatan-kekuatan atau kemampuan-kemampuan tertentu dalam diri individu untuk tumbuh dan berkembang, untuk menye¬suaikan diri, dan memiliki dorongan yang kuat ke arah kedewasaan, dan kemampuan-kemampuan. Tersebut harus dihargai. Selanjutnya Rogers mengemukak.an bahwa CCT ini mempunyai beberapa prinsip, yaitu: 1. Menekankan pada dorongan dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu untuk berkembang. Untuk hidup sehat dan menyesuaikan diri. 2. Menekankan rada unsur/aspek emosional dan tidak pada aspek intelektual. 3. Menekankan pada situasi yang langsung dihadapi individu, dan tidak pada masa lampau. 4. Menekankan pada hubungan terapeutis sebagai pengalaman dalam perkembangan individu yang bersangkutan. B. Konsep Dasar CCT atau non directive counseling, didasari oleh suatu teori kepri¬badian yang disebut self theory dari Carl Rogers sendiri. Teori tersebut menjelaskan bahwa kepribadian manusia itu terdiri atas 3 unsur, yaitu: 1. Organisme 2. Lapangan fenomenal 3. Self 1. Organisme, organisme itu merupakan keseluruhan dan kesatuan individu, dan mempunyai sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat dari organisme tersebut adalah: a. Mereaksi seeara keseluruhan yang terorganisir terhadap lapangan fenomenal (keseluruhan pengalaman individu). b. Mempunyai motif dasar, yang berfungsi memelihara dan mem-perkuat dirinya. c. Dapat menyimbolisasi pengalaman-pengalamannya sehingga pengalaman itu menjadi sadar atau juga menolak simbolisasi sehingga akhirnya pengalaman tersebut tetap tidak sadar. 2. Lapangan Fenom£nal, merupakan keseluruhan pengalaman individu yang sifatnya sadar atau tidak sadar. Sadar atau tidak sadarnya lapangan fenomenal ini tergantung pada diberi simbolisasi tidaknya pengalaman-pengalaman itu, artinya kalau disirnbolisasi akan sadar dan sebaliknya menjadi tidak sadar. 3. Self, merupakan bagian yang berdiferensiasi dan lapangan fenomena1 yang terdiri atas pola-pola pengamatan yang sadar serta nilai-nilai dari aku sebagi subjek dan objek Self mempunyai sifat-sifat : 1. Self berkembang dari adanya interaksi antara organisme dengan lingkungannya. 2. Self dapat menerima nilai-nilai dari orang lain dan menganggapnya dalam bentuk yang telah di ubahnya sendiri. 3. Self berusaha mempertahankan konsistensinya. 4. Organisme berbuat selalu dengan cara yang konsisten dengan self 5. Pengalaman yang tidak konsisten dengan self diterima sebagai ancaman. 6. Self berubah karena kematangan dan belajar. Mengenai dinamika unsur dasar kepribadian tersebut, Rogers men¬jelaskan dengan 19 buah dalil, yaitu: 1. Setiap individu berada dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah, dan individu sendiri menjadi sentralnya. 2. Organisme merespon lapangan/medannya sesuai dengan pengalaman¬nya dan pemahamannya tentang lapangan tersebut. 3. Organisme mereaksi lapangan/fenomenal sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. 4. Organisme mernpunyai kecenderungan dan dorongan dasar untuk merealisasi, memelihara dan mempertahankan pengalaman dirinya. 5. Perilaku pada dasarnya merupakan usaha yang tertuju pada tujuan untuk memenum kebutuhan yang dirasakannya. 6. Suatu emosi menyertai dan memudahkan perilaku yang tertuju pada tujuan. 7. Pangkal berpijak yang terbaik dan paling menguntungkan untuk memahami prilaku adalah frame of reference dalam diri individu sendiri. 8. Suatu bagian dari keseluruhan lapangan pengamatan, secara berangsur-angsur berdiferensiasi menjadi self. 9. Sebagai hasil interaksi dengan lingkungan terutama interaksi evaluasional dengan yang lalu, struktur self terbentuk, terorganisir, fleksibel, tetapi konsisten. 10. Nilai-ni1ai yang bersatu dengan pengalaman dan nilai-nilai yang me-rupakan bagian dari struktur self dalam beberapa hal, merupakan nilai-nilai yang dialami oleh organisme/individu, dan dalam beberapa hal merupakan nilai yang diintroyeksikan dari orang lain atau ditolak. 11. Individu dalam respon pengalaman yang terjadi dalam dirinya dilakukan dengan cara-cara: a. Menerima, menyusun dan menyimbolisasikan dengan dirinya. b. Tidak memperdulikanya c. Menolak simbolisasi atau mengubahnya sesuai dengan struktur yang terbentuk 12. Kebanyakan cara bertinkah laku yang diterima oleh individu adalah yang konsisten dengan pengertian self. 13. Perilaku individu juga didasarkan pada pengalaman dan kebutuhan yang tidak disimbolissasikan. 14. Bila individu menolak untuk menyadari pengalaman-pengalaman yang berarti yang akhirnya tidak disimbolisasikan dan diorganisir kedalam keseluruhan struktur self, akan mengakibatkan maladjustment psikologis. 15. Apabila dalam konsep tentang self, pengalaman tentang sensori dan visceral dari individu disimbolisasikan dan disatukan dalam hubungan yang konsisten dengan self, maka penyesuaian psikologis akan terjadi. 16. Pengalaman-pengalaman yang tidak konsisten dengan organisasi atau srtruktur self diterima sebagai ancaman. Semaki kuat pengahayatan semakin kaku organisasi struktur self dalam mempertahankan dirinya. 17. Pengalaman yang tidak konsisten itu munkin muncl kembali, struktur self diperbaiki untuk menerima pengalaman, bila dalam keadaan dimana self tidak terancam. 18. Bilamana individu menerima dan memahami orang lain kedalam dirinya sebagaimana ia memahami organisasinya, maka ia akan lebih dapat menyesuaikan dirinya denganorang lain. 19. Karenaindividu telah memahami dan menerima lebih banyak dari pengalaman organismenya ke dalam struktur selfnya, maka ia akan menjumpai bahwa ia sedang berada dalam proses menganti sistem nilai-nilai dengan suatu proses penilaian yang terus menerus. C. Tujuan konseling Sesuai dengan konsep dasar CCT, maka tujuan konseling adalah: 1. Memberi kesempatan dan kebebasan kepada individu/klien untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya, berkembang dan terealisasi potensinya 2. Membantu individu untuk makin sanggup berdiri sendiri dengan mengadakan integrasi dengan lingkungannya dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri. 3. Membantu individu dalam mengadakan perubahan dan pertumbuhan. Perubahan sikap dari perasaan-perasaan negatif ke perasaan positif dan pertumbuhan yang sehat. Jadi tujuan konseling adalah self – directing dan full functioning dari si klien. D. Hubungan Pertolongan (Helping Relationship) Letak kekuatan CCT adalah pada Helping Relationship yang personal. Kondisi hubungan yang dapat membantu perubahan kepribadian klien, antara lain: 1. adanya hubungan psikologis antara konselo dengan klien. 2. adanya pernyataan incongruence oleh klien. 3. adanya pernyataan congruence oleh konselor. 4. adanya unconditional positive regard pemahaman yang empatik dari konselor terhadap klien. 5. adanya persepsi klien terhadap councelor positive regard dan pemahaman empatik. Shertzer dan Stone menambahkan bahwa kualitas yang sangat penting dari pada hubungan pertolongan adalah: 1. the establishment of warm. 2. permissve attitudes. 3. accepting climate that permits clients to explore their self-structure in relation their unique experiences. Mengenai proses konseling dengan pendekatan CCT, Rogers berpendapat tentang adanya 3 fase, ialah: 1. pengalaman akan meredakan ketegangan (tension) 2. adanya pemahaman diri (self understanding). 3. perencanaan untuk kegiatan selanjutnya. Kemudian fase-fase ini dikembangkan dan dijabarkan dalam 12 point yang merupakan langkah-langkah atau urutan konseling, yaitu sebagai berikut: 1. individu (klien) datang sendiri kepada konselor untuk minta bantuan. 2. penentuan situasi yang cocok untuk memberikan bantuan, oleh konselor. 3. konselor menerima, mengenal, memperjelas perasaan negatif klien. 4. konselor memberikan kebebasan klien untuk mengemukakan masalahnya. 5. apabila perasaan-perasaan yang negatif itu telah dinyatakan seluruhnya, secara berangsur-angsur timbul perasaan-perasaan positif. 6. konselor menerima, mengenal, memperjelas perasaan positif klien. 7. pada diri klien timbul pemahaman tentang diri sendiri (self). 8. pemahaman yang lebih jelas pada diri klien tentan kemungkinan menentukan kepuasan dan berbuat. 9. timbul inisiatif pada diri klien untuk melakukan perbuatan yang positif. 10. adanya perkembangan lebih lanjut pada diri klien tentan pemahaman terhadap diri sendiri. 11. timbul perkembangan tindakan yang positif dan integratif pada diri klien. 12. kliean secara berangsur-angsur merasa tidak membutuhkan bantuan lagi. Proses konseling tersebut menunjukkan bahwa, inisiatif untuk memecahkan masalah adalah tumbuh dari dalam diri klien sendiri. Dan dalam berhubungan dengan konselor, ia secara berangsur-angsur merasa tidak memerlukan bantuan atau keterlibatan konselor, karena klien sudah menemukan sendiri jalan hidupnya. Proses konseling tersebut berlangsung dalam suasana persahabatan, persamaan derajat, rileks, permisif dan terhindar dari tekanan dan paksaan. Sejalan dengan proses konseling dengan konseling dengan pendekatan CCT sebagai mana diuraikan diatas, maka peranan konselor secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. konselor tidak memimpin, mengatur atau menetukan proses perkembangan konseling, tetapi hal tersebut dilakuakn oleh klien sendiri. 2. konselor merefleksi perasaan-perasaan klien, sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien. 3. konselor menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun. 4. konselor memberi kebebasan kepada klien untuk mengekpresikan perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Sehubungan dengan hal ini, menurut Rogers, seorang konselor, harus memiliki beberapa syarat, yaitu: 1. memiliki sensitifitas dalam hubungan insani. 2. memiliki sikap yang obyektif. 3. menghormat kemuliaan orang lain. 4. memahami diri sendiri. 5. bebas dari prasangkadan kompleks-kompleks dalam dirinya. 6. sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik. Dengan peranan dan syarat-syarat konselor yang demikian barulah hubungan (relationship) yang dilakukan mempunyai nilai terapeutik yang tinggi, sehingga tujuan konseling mencapai hasilnya. E. Teknik-teknik konseling dalam CCT CCT menempatkan tangung jawab tidak pada konselor atau penyuluh, tetapi pada klien. Sejalan dengan ciri-ciri CCT, maka teknik-teknik konselingnya adalah: 1. acceptance (penerimaan) 2. respect (rasa hormat). 3. understanding (mengerti, memahami) 4. reassurance (menentramkan hati, meyakinkan). 5. encouragement (dorongan). 6. limited questioning (pertanyaan terbatas). 7. reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan) II RATIONAL EMOTIVE THEORY (RET) ATAU TEORI RASIONAL EMOTIF A. Latar Belakang Teori rasional emotif mulai dikembangkan oleh Albert Ellis (Lahir Tahun 1913) Di Amerika Serikat. Albert Ellis Seorang Doktor Dan Ahli Dan Psikologi Terapeutik, dia seorang eksistensialis dan juga seorang neo Freudian. Ketika ia menjadi seorang psikoterapi yang sangat efektif. Namun kemudian ia mendapat bahwa pendekatan sistem psikoanalit sebagai bentuk terapi yang sangat efektif. Namun kemudian ia mendapatkan bahwa pendekatan sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis, 1974). Albert Ellis berpendapat bahwa teori Rasional Emotif yang dikembangkan awal tahun 1960-an, adalah merupakan gelombang baru yang ketiga dalam dunia treatment psikologis, setelah munculnya gelombang pemikiran psikoanalitik dari Sigmund Freud di Eropa dan gelombang pemikiran Regorian di Amerika Serikat tahun 1950-an. Sedankan teori rasional emotif itu sendiri adalah sintesis dari behavior therapy yang klasik (termasuk Skennerian Reinforcement dan Wolpeian Systematic Desensitization). Oleh kerena itu Ellis juga menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy. Konsep utama mengenai teori Rasional Emotif diintroduksi pertama kali oleh Ellis melalui bukunya Reason dan Emotion in Psychotherapy, tahun 1962. konsep ini sebenarnya adalah merupakan aliran baru dari psikoterapy humanistik yang berakar pada filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard, Nietzsche, Buber, Heidegger, Jaspers Dan Marleau Ponty, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk eksistensialisme terapan dalam psikologi dan psikoterapi yang lebih dikenal sebagai psikologi humanistik. Gagasan mengenai rasional motif selanjutnya mendapat respon yang cukup besar dalam kalangan psikologi terapeutik di Amerika Serikat dengan munculnya tulisan Theory Versus Outcome In Psychotherapy yang memuat berbagai teori penelitian dan praktek dalam psikoterpi, yang terbit tahun 1964. kemudian pada tahun 1966 APA (American psichological Association) menyelenggarakan simposium yang antara lain membahas mengenai Rational Emotive Approach dalam psikoterapi. Tahun 1969 The International Journal Of Psychiatry mempublikasikan suatu artikel yang berhudul A Cognitive Approach To Behavior Therapy. Tahun 1971 The Journal Of Individual Psychology menerbitkan artikelyang berjudul Reason And Emotion In The Individual Psychology Of Adler. Tahun 1972 kembali Ellis mempublikasikan tulisannya dengan judul Psychotherpy Without Tears dalam buku yang diedit Arthur Burton Twelve Therapist. Dalam perkembangan selanjutnya muncul pula beberapa ahli lain yang menikuti jejak Ellis, seperti R.M. Jurjevich, William S. Sahakian, Don J. Tosi, Morris dan Kanitz, dan lain-lain. B. Konsep Dasar. Konsep dasar rational emotive therapy (RET) adalah sebagai berikut: 1. manusia dilahirkan dengan berbagi kekuatan dan potensi untuk kehidupan. Salah satu kekuatan yang unik pada manusia adalah potensi berpikir rasional. Disamping itu ada pula potensi lainnya, yakni berpikir irasional. Tendensi dari manusia pada hakikatnya bersumber dari dua kekuatan berpikir rasiona dan irasional. Tendensi kehidupan manusia berupa kebahagiaan, kesejahteraan, pemeliharaan diri, kasih sayang, pertunbuhan dan perkembangan diri dan aktualisasi diri secara esensial bersumber pada potensi berpikir rasional. Sebaliknya tendensi-tendensi berupa self defeating (merusak diri sendiri), penolakan terhadap diri sendiri, sering membuat kekeliruan atau kesalahan, kesedihan, ketidaksenangan, intoleran, self blame (menyalahkan diri) serta gejala-gejala lainnya yang mengganggu potensi aktualisasi diri sebenarnya bersumber pada kekuatan berpikir yang tidak logis, irasional yang dikuasai oleh pergolakan emosional. 2. Pikiran dan emosi adalah dua potensi yang tidak dapt dipisahkan atau dengan lainnya. Emosi selalu menyertai proses berpikir. Berpikir yang rasional memerlukan kadar emosi tertentu, sehingga hasil berpikir rasional memberikan kegembiraan, kesenangan hidup yang pada gilirannya dapat mendorong perkembangan dan aktualisasi diri pada manusia. Namun suatu proses berpikir yang dikendalikan oleh emosi akan menyebabkan efek-efek tertentu seperti terjadinya pembiasaan, prasangka, serta berpikir yang tak rasional. 3. Berpikir irasional adalah merupakan kenyataan hidup manusia yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman serta proses belajar yang tidak logis, yang diperoleh dari orang tua, keluarga, masyarakat dan kebudayaan. Perilaku manusia yang bersumber dari dua kekuatan berpikir rasional dan irasional, ditentukan oleh sistem nilai atau ide-ide yang dipersepsi dari dunia nyata dimana manusia itu hidup. Sistem nilai atau ide yang rasional akan diinternalisasikan oleh seseorang ke dalam dirinya melalui proses berpikir sehingga akan menimbulkan sistem keyakinan yang rasional dan pada gilirannya menuntun perilaku rasional secara konsisten. Sebaliknya sistem nilai atau ide-ide yang irasional akan diinternalisasikan oleh seseorang ke dalam dirinya melalui proses berpikir dan akan menimbulkan sistem keyakinan yang irasional dan pada gilirannya menuntun perilaku yang irasional. 4. Emosi dan pemikiran-pemikiran negatif yang bersifat merusak diri harus ditangani melalui pemikiran yang rsional, sehingga pemikiran yang irasional dapat diubah ke arah pemikiran rasional. 5. Perasaan dan pikiran sangat erat hubungannya. Namun kedua potensi ini mempunyai sifat dan fungsi saling komplementer. Berpikir irasional bersumber pada disposisi biologis dengan melewati pengalaman sewaktu kecil dengan pengaruh lingkungan. Lingkungan dapat membuat anak merasa rendah diri, tak mampu, dan seterusnya. C. Tujuan Konseling Tujuan utama konseling rasional emotif adalah : 1. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif. 2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti ; rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was, rasa marah. Sebagai konsekuensi dari cara berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri. Tujuan khusus konseling rasional emotif aalah : 1. Self interest : menciptakan kesehatan menatl termasuk keseimbangan emosional pada seseorang terletak pada diri sendiri, bukan dari orang lain. Maka konseling harus berfokus pada kesadaran diri dari klien itu sendiri. 2. Self direction : individu yang memiliki kesehatan mental yang akan selalu bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu tujuan konseling harus mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti bahwa klien harus mengahadapi kenyataan-kenyataan hidupnya dengan bertanggung jawab sendiri bukan tergantung atau selalu minta bantuan orang lain. 3. Tolerance : konseling di sini adalah untuk mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain meskipun ia bersalah. 4. Acceptance of uncertainty : individu yang matang emosinya bersedia menerima kenyataan bahwa di dunia ini segala sesuatu mungkin terjadi. Baik buruknya kenyataan hidup harus dihadapi dengan tenang dan tabah. Maka konseling di sini adalah memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional. 5. Fleksibel : mendorong klien agar luwes dalam bertindak secara intelektual, terbuka terhadap suatu masalah sehingga diperoleh cara-cara pemecahannya yang dapat mendatangkan kepuasan kepada diri klien sendiri. 6. Commitment : individu yang sehat perlu dan dapat mengembangkan sikap dan perasaan komitmen dengan lingkungannya. Jika tidak individu itu sendiri akan mengalami ketegangan antara apa yang ia inginkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lingkungannya. Karena itu konseling harus membangkitkan sikap objektivitas dan komitmen klien untuk menjaga keseimbangan klien dengan lingkungannya. 7. Scientific thinking : berpikir rasional secara objektif adalah tujuan dari konseling rasional emotif. Berpikir rasional bukan hanya terhadap orang lain tetapi juga terhadap diri sendiri. 8. Risk taking : konseling emotif juga bertujuan untuk mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata, meskipun belum tentu berhasil. Keberanian ini sangat penting dalam menanamkan kepercayaan diri pada klien untuk menghadapi masa depan kehidupannya. 9. Self acceptance : penerimaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan rasa gembira dan senang. D. Hubungan pertolongan (Helping relationship) RET mempunyai karakteristik dalam helping relationshipnya sebagai berikut : 3. Aktif direktif : artinya dalam hubungan konseling atau terapeutik di sini terapis atau konselor lebih aktif dalam membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya. 4. Kognitif rasional : artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masakah yang rasional. 5. Emotif eksperiensial : bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional sekaligus membongkar akar-akar keyakinannya yang keliru yang mendasari gangguan tersebut. 6. Behavioristik : artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan behavioral (tingkah laku) dalam diri klien. 7. Kondisional : artinya bahwa hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan konseling. Fungsi dan peranan konselor dalam RET adalah 1. Konselor bertugas mendorong dan meyakinkan kepada klien bahwa klien harus memisahkan keyakinannya yang rasional dari keyakinannya yang irasional. 2. Konselor menunjukkan kepada klien bahwa berpikir yang ilogis sebenarnya adalah sumber dari gangguan terhadap kepribadiannya. 3. Konselor mencoba mengarahkan klien untuk berpikir dan membebaskan dari ide-ide yang tidak rasional. 4. Mengajar klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan ilmiah, objektif, dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri untuk menghayati sendiri bahwa ide-ide irasional hanya akan mengembangkan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghancurkan atau merusak diri sendiri. Hubungan antara konselor dan klien dalam RET adalah sebagai 1. Hubungan hendaknya dalam suasana informal 2. Hubungan sebaiknya konselor aktif, direktif tetapi juga objektif, sehingga dari pola hubungan yang demikian itu secara tidak langsung akan menjadi anutan klien. 3. Konselor sebagai model untuk klien. Dengan model ini, klien dapat menginternalisasi sistem nilai tertentu yang dapat melawan sistem nilai dan keyakinannya yang salah. 4. Hubungan di sini perlu adanya full tolerance dan unconditional positive regard yang harus diciptakan oleh konselor untuk menghilangkan Konselor sebagai model untuk klien. Dengan model ini, klien dapat menginternalisasi sistem nilai tertentu yang dapat melawan sistem nilai dan keyakinannya yang salah. 5. Konselor hendaknya menerima diri klien sebagai seseorang manusia yang berharkat dan bernilai. E. Teknik-Teknik Dalam RET 1. Teknik Assertive Training: yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan pola prilaku tertentu yang diinginkan. Misalnya: seorang murid pemalu diberikan latihan pembiasaan diri agar perasaan malunya hilang melalui pelatihan beridri didepan kelas, memimpin kelompok kecil, latihan berdiskusi, dan sebagainya. Namun latihan ini secara bertahap, sehingga klien secara tidak langsung perasaan malunya hilang. Jika dalam tahap tertentu konselor menilai bahwa perasaan malu klien telah berkurang, maka selanjutnya diberikan informasi penyadaran bahwa sesungguhnya perasaannya itu hanya disebabkan oleh penilaian dan prespsinya terhadap diri sendiri yang keliru dan tidak rasional. 2. Teknik Sosiodrama : yaitu teknik yang digunakan untuk mengekpresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien, melalui suatu suasana yang dramasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan maupun melalui gerakan-gerakan dramatis. Teknik dilakukan untuk melatih perilaku verbal dan non verbal yang diharapkan dari klien. 3. Teknik Self Modeling : yakni teknik yang digunakan dengan meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau prilaku tertentu. Dalam self modeling ini, klien diminta untuk tetap setia pada janjinya dan secara terus-menerus menghindarkan dirinya dari perilaku negative. Misalnya, bahwa dia (klien) tidak akan membenci temannya. 4. Teknik imitasi : yakni teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus-menerus satu model perilaku tertentu dengan maksud melawan perilaku sendiri yang negatif. 5. Teknik-Teknik Behavioristik a. Teknik reinforcement, yakni teknik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment. Bila prilaku klien mengalami kemajuan dalam arti positif, maka ia dipuji”baik”, bila mundur dalam arti masih negative, maka dikatakan “tidak baik”. Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irasional pada klien dan menggantinya dengan system nilai yang positif. Dengan memberikan reward atau punishment, maka klien akan menginternalisasikan system nilai yang diharapkan kepadanya. b. Teknik social modeling, yakni teknik yang digunakan untuk membentuk perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model social yang diharapkan dengan cara mengimitasi, mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dengan social model yang dibuat itu. Dalam teknik ini, konselor mencoba mengamati bagaimana proses klien mempersepsi, menyesuaiakan dirinya dan menginternalisasi norma-norma dalam system model social dengan masalah tertnetu yang telah disiapkan oleh konselor. Model-model dalam sosial model, antara lain : 1. Live models,digunakan untuk menggambarkan prilaku-prilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang komplek dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan orang tua, orang dewasa, guru, atau dengan teman-teman sekelompoknya. Dalam live models ini, klien dilatih untuk mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang tertentu yang menjadi model untuk kehidupan dan perilakunya. 2. Filmed models, suatu model perilaku yang di filmkan, sehingga klien dapat mengimitasikan dan mengidentifikasikan dirinya dengan model perilaku yang dimunculkan dalam film. 3. Audio tape recorder models,digunakan dengan maksud agar klien dapat mempelajari tingkah laku baru dengan melihat dan mendengarkan orang lain menyatakan perilakunya dalam situasi tertentu. 6. Teknik Counter Conditioning: teknik ini untuk menanggulangi perilaku-perilaku seperti: anxiety, fears, phobia, defensive dan perilaku maladaptive lainnya. Beberapa jenis teknik counter conditioning antara lain: a. Sistematic desensitization, dalam teknik ini konselor menciptakan suatu kondisi atau situasi: tertentu yang secara potensial merupakan penyebab dari munculnya perasaan negatif klien, namun situasi itu memberikan keadaan yang rileks kepada klien itu sendiri. Misalnya, seorang klien menderita phobi terhadap orang mati.dalam keadaan ini konselor dapat menciptakan suatu kondisi misalnya melewati kuburan dengan perangsang tertentu, sehingga klien hanya merasakan rileksnya kuburan itu. b. Teknik relaxation, teknik ini digunakan bila kondisi klien sedang berada dalam tahap pertentangan antara keyakinannya yang irasional dan menimbulkan ketegangan. Pada saat yang demikian diperlukan tehink relaxation untuk menghilangkan ketegangan dalam diri klien. c. Teknik self control, teknik ini dimodifikasi perilaku klien dengan jalan membangkitkan dan mengembangkan self controlnya. Inti utama dari teknik ini adalah bagaimana klien dapat mengendalikan diri berdasarkan pemikiran-pemikiran yang rasional untuk menghilangkan keinginan-keinginan, nafsu-nafsu, ataupun dorongan yang negatif. 7. Teknik-teknik kognitif Teknik ini digunakan dengan maksud melawan sistem keyakinan yang irasional dari klien serta perilakunya yang negatif. Dengan sistem ini klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis. Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal ialah: a. Home work assigment, dalam teknik ini klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola prilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan klien diharapkan untuk mengurangi atau menghilangkan ide-ide atau perasaan-perasaan yang irasional atau ilogis dalam situasi-situasi tertentu, memperaktekan respon-respon tertentu berkonfrontasi dengan self verbalizationya yang mendahului, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Selanjutnya pelaksanaan tugas yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam satu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk self directiont, self management dari klien sendiri serta mengurangi ketergantungannya kepada konselor. Juga memberikan kemungkinan kepada klien mengepaluasi kemajuannya dalam memperaktekan keterampilan baru atau perilaku tertentu dalam situasi kehidupan nyata. b. Teknik bibliotherapy, teknik ini untuk membongkar akar-akar keyakinan yang irasional dan ilogis dalam diri klien serta melatih klien dengan cara-cara berpikir rsional dan logis dengan mempelajari bahan-bahan bacaan yang telah dipilih dan ditentukan oleh konselor. c. Teknik diskusi, melalui teknik ini klien dapat mempelajari pengalan-pengalaman orang lain serta dapat menimba berbagai informasi yang dapat mempengaruhi dam mengubah keyakinnya serta cara berpikir yang irasional dan tidak objektif. d. Teknik simulasi, teknik ini digunakan untuk memberi kemungkinan kepada klien mempraktekkan perilaku-perilaku tertentu melalui suatu kondisi simulatif yang mendekati kenyataan. e. Teknik gaming, teknik ini terutama digunakan untuk meatih dan menempatkan klien dalam peran tertentu. Misalnya peran sebagai Seorang ayah, seorang guru, seorng pemimpin kelas, dan seterusnya. Dalam kondisi ini klien dilatih dan belajar mengidentifikasikan dirinya dengan peranan dari figure tertentu yang ada dalam lingkungan sosialnya. f. Teknik Paradoxical Intention (keinginan yang berlawanan), teknik ini didasrkan pada asumsi bahwa seseeorang yang mulai memperlihatkan keinginan atau hasrat yang tidak baik (negatif)dengan sendirinya akanmenjadi jera dengan jalan menciptakan kondisi yang hiperintentio, yakni mempertinggi hasrat dan keinginan, sehingga sehingga pada titik kulminasi tertentu orang itu akan menghilangkan sama sekali keinginannya itu. Misalnya seorang murid yang bisa rebut seenaknya. Padasaat ttertentu, pasti anak itu akan bosan dan berhenti dengan sendirinya. Seoarang anak yang takut pada dentuman keras, maka kepadanya diperdengarkan bunyi dentuman keras secara terus menerus dengan kadaryang lebih tinggi. Pada saat tertentu pasti ketakutana anak ini menjadi hilang dengan sndirinya. g. Teknik Assertive, teknik digunakan untuk melatih keberanian diri klien dalam mengepresikan perilaku-prilaku tertentu yang diharapkan melalui: role playing dan Sosial meseling. Sheiton (1977) mengemukakan bawa maksud utama teknik assertive adalah untuk 1) Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya. 2) Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak assamsinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasinya orang lain. 3) Mendorang kepercayaan pada kemampuan diri sendiri 4) Meningkatkan kemampuan untuk memilih prilaku-prilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri. III TRANSACTIONAL ANALYSIS (TA) ATAU ANALISIS TRANSAKSIONAL A. Latar Belakang Analisis Transaksional adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Analisis Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri. Analisis Transaksional dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960. Dalam mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan antara orang tua, orang dewasa dan anak. Dalam eksprerimen yang dilakukan Berne mencoba meneliti dan menjelaskan bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam sekolah, dan sebagainya. Dari eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi dan hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan psikologis. Percobaan Eric Berne ini dilakukan hampir 15 tahun dan akhirnya dia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966 menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah Thomas Harris, Mc Neel J, dan R. Grinkers. B. Konsep Dasar Analisis Transaksiona berakar dalam suatu filsafat anti deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Gringkers’s mengemukakan pandangannya bahwa hakikat hidup manusia selalu ditempatkan dalam interaksi dan interrelasi sebagai dasar bagi pertumbuhan dirinya. Analisis Transaksional sebagai suatu sistem terapi didasarkan pada suatu teori kepribadian yang memusatkan perhatiannya pada tiga bola perilaku yang berbeda sesuai status egonya, yaitu: Parent (P) atau Orang Tua (O) Adult (A) atau Orang Dewasa (D) Child (C) atau Anak (A) Pola prilaku atas status ego ini muncul dalam interaksi interrelasi antar individu Menurut Eric Berne status ego adalah suatu pola perasaan dan pengalaman yang tepat, keadaan ego seseorang tidak tergantung pada umur. Oleh karena itu apapun pekerjaan/ jabatan seseorang, ia tetap memiliki 3 jenis status ego. Eric Berne menggunakan konsep psikoanalisis sebagai latar belakang sejarah, dimana struktur jiwa seperti : Super Ego, Ego, dan Id, dianalogikan dengan : Ego orang tua, Ego Dewasa, Ego Anak. 1. Status Ego orang tua Status ego orng tua adalah bagian dari kepribadian yang meununjukkan sifat-sifat orang tua. Dalam status ego orang tua berisi istilah-istilah Shaulds and ought Orang tua adalah. Image kita selalu akan memperlihatkan sebagai nurturing perent (orng tua yang mengasuh) dan critical parent (orang tua yang kritis) 2. Status ego dewasa Status ego dewasa adalah bagian dari kepribadian yang menunjuk pada bagian gambaran sebagai bagian objektif dari kepribadian. Status egonya memperlihatkan kestabilan, tidak emosiaonal, rasional, bekerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam status ego dewasa selalu akan berisi hal-hal yang produktif, objektif, tegas, efektif dalam menghadapi kehidupan. 3. Status Ego Anak Status ego anak adalah merupakan bagian dari kepribadian yang menunjukkan ketidakastabilan, masih dalam perkembang berubah-ubah ingin tahu dan sebagainya. Status egonya berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan dan tindakan-tindakan yang spontan. Kehiduannya lebih banyak merupakan bagian dari permainan. Tindakannya lebih banyak bersifat intuitif, kreatif dan ingin mencoba-coba. Dibawah ini contoh beberapa jawaban terhadap suatu situasi yang keluar situasi yang keluar ego status yang berbeda-beda: Reaksi terhadap hasil seni: Orang tua : Maksudnya menggambarkan apa ini? Dewasa : Harganya Rp. 5.000,- menurut keterangannya. Anak : Aduh, menyala benar warnanya. Reaksi terhadap permintaan laporan: Orang tua : Tuan B memang cocok untuk jadi pengawas Dewasa : Saya tahu, tuan B memerlukan laporan itu pada jam 12.00. Anak : Apapun yang saya kerjakan, tak ada yang menyenangkan tuan B. Semua status ego tersebut adalah kondisi psikis normal. Tiap status ego mempunyai kebaikan dan kejelekan masing-masing. Ketiga status ego mempunyai nilai penting dalam kehidupan. Hanya bila salah satu dari ketiga status ego tersebut menggangu keseimbangan yang sehat maka perlu adan analisis dan penataan kembali. Ketiga status ego perlu diberi tempat dalam kehidupan. Dapat dibayangkan suatu kehidupan tanpa status ego anak, semuanya akan membosankan. Berdasarkan teori dasar status ego, maka Harris mengidentifikasi dan menggambarkan empat posisi utama untuk interaksi individu dengan yang lainnya, menunjukan sifat-sifat dan karakteristik kepribadiannya. Secara teoritik posisi dikonseptualisasikan senagai berikut: 1. I am not OK - you are OK Posisi ini menunjukan gambaran kepribadian seseorang sebagai individu yang memerlukan kasih sayang, bantuan, mengharap sesuatu, membutuhkan penghargaan, karena orang itu merasa inferior dari yang lain. 2. I am not OK - you are not OK Posisi ini menunjukan gambaran kepribadian seseorang dimana orang tersebut berada dalam keadaan pesimis, putus asa tidak dapat mengatasi dirinya, juga orang lain tak dapat membantu, frustasi karena dari transaksi yang ada, baik dirinya sendiri maupun orang lain tidak ada yang OK. 3. I am OK - you are OK Posisi ini menunjukan gambaran kepribadian seseorang yang sangat positif karena secara transaksional apa yang dia pikirkan juga mendapat dukungan dari orang lain. Karena baik dirinya maupun orang lain sama-sama menyetujui. C. Tujuan Terapi Tujuan utama dari terapi ini adalah: 1. Membantu klien untuk membantu keputusan-keputusan baru dalam mengarahkan atau mengubah tingkah laku dalam kehidupannya. 2. Memberikan kepada klien suatu kesadaran untuk memilih cara-cara serta keputusan-keputusan mengenai posisi kehidupannya serta menghindarkan klien dari cara-cara yang bersifat deterministik 3. Membarikan bantuan kepada klien berupa kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipilih untuk memantapkan dan mematangkan status egonya. D. Hubungan Antara Konselor Dan Klien Dalam hubungan ini peranan konselor lebih bersifat mengarahkan (directive). Menurut Harns peranan terapis dalam analisis transaksional lebih bersifat sebagai guru, trainer ataupun sebagai manusia sumber. Sifat utama hubungan di sini diatur dalam perjanjian bersama antara klien dan konselor. Klien menyepakati suatu tujuan bersama konselor. Selanjutnya klien akan memodifikasi perilakunya berdasarkan tujuan yang telah disepakati bersama, dalam hal ini klien akan mengembangkan rasa tanggung jawabnya. E. Teknik-Teknik Dalam Analisis Transaksional Sebagai mana diketahui bahwa konsep dan teknik utama dalam analisis Transaksional, secara khusus dilakukan dalam situasi kelompok, sekalipun yang kita bantu itu adalah individu, tetapi prosedur terapi atau konselingnya dilakukan dalam setting kelompok. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pendekatan Analisis transaksional ini ialah: 1. Analisis Transaksional Analisis transaksional memperhatikan interaksi antara berbagai status ego. Ada tiga macam transaksi: a. Transaksi yang komplementer (melengkapi): yaitu bila stimulus yang diberikan mendapat respon yang diharapkan. Contoh: 2 2 1 1. Saya dongkol sekali. Ingin rasanya mengobrak-abrik alat-alat itu. 2. Sesuatu membuat engkau marah, hingga ingin merusak? Begitukah b. Transaksi yang silang (crossed) : bila respon terhadap stimulus tidak seperti yang diharapkan. Contoh : 2 2 1 1 1) Aduh, rasanya payah benar kalau tidak punya pembantu seperti sekarang ini. 2) Begitu saja mengeluh c. Transaksi yang terselubung (ulterior) : bila stimulus yang tampaknya dewasa diarahkan kepada dewasa, menyembunyikan maksud yang sebenarnya dewasa ke anak atau orang tua ke anak, atau sebaliknya. Transaksi terselubung ini biasanya diikuti oleh bahasa non verbal (penggantian tinggi nada suara, ekspresi wajah, sikap badan, dan sebagainya). Contoh : 1 2 1 2 1) Jam berapa latihan dan loka karya hari ini selesai? 2) Jam 21.00 masih ada waktu untuk nonton (ke bioskop). Pada umumnya transaksi komplementer bersifat terbuka dan sehat. Memang salah satu tujuan analisis transaksional ialah mendorong terjadinya transaksi yang saling melengkapi. Ini penting bagi tujuan pendidikan yang berguna untuk memudahkan terjadinya transaksi yang saling melengkapi, misalnya di dalam klas/ruang belajar (dalam hubungan dengan proses belajar mengajar). Dalam transaksi silang kita melihat sebuah contoh yang efeknya kurang baik, karena pertanyaan yang dilakukan/diajukan secara objektif (anak bertanya dari keadaan ego dewasa) misalnya hanya dijawab dengan suatu kecaman yang keluar dari status ego orang tua pengecam. Transaksi yang paling ruwet ialah yang bersifat ulterior (terselubung), karena dua status ego dalam satu pribadi mengirimkan pesan yang saling berlwanan. Sebuah pesan disampaikan secara lisan, tetapi disamping itu ada pesan pesan tersembunyi, biasanya keluar dari status ego yang berbeda. Pesan yang tersembunyi dapat dilakukan secara verbal atau nonverbal. Transaksi yang berbentuk verbal disebut transaksional (dalam gambar dengan garis utuh), sedang transaksi yang berbentuk nonverbal atau yang dibawa transaksi terselubung, disebut transaksi psikologis (dalam gambar dengan gari putus-putus). Kadang-kadang transaksi terselubung lebih efektif dari pada transaksi yang lain. Misalnya ekspresi wajah yang memelas lebih efektif dari pada permintaan: ”dapatkah ibu menolong saya?”. 2. Analisis Struktural Teknik ini juga dapat digunakan seebagai alat untuk mendorong seseorang menjadi sadar terhadap isi dan fungsi dari ego statusnya masing-masing, yaitu orang tua, dewasa, dan anak. Dalam proses analisis transaksional klien belajar bagai mana mengidentifikasikan dirinya dengan status egonya sendiri. Dalam kaitan ini analisis struktural mendasarkan pada dua masalah yang berhubungan denga struktur kepribadian yakni: kontaminasi dan eksklusi. Kontaminasi: terjadi bila mana isi dari dari salah satu status ego bercampur denga status ego yang lain. Seperti misalnya: a. Status ego orang tua berkontaminasi ego dewasa. Contoh refleksi pernyataan: - Anda tidak dapat mengahargai kelompok minoritas yang terkutuk itu. Pernyataan ini menunjukan sikap dan ide prasangka yang merupakan ciri utama dari jenis kontaminasi ini. b. Status ego anak berkontaminasi denga status ego dewasa. Contoh refleksi pernyataan : - Setiap orang selalu mencaci saya, tak seorangpun yang berbuat baik. Pernyataan ini menunjukkan gangguan persepsi tentang realitas yang merupakan ciri dari jenis kontaminasi ini. c. Status ego orang tuan dan status ego anak berkontaminasi denga status ego dewasa. Refleksi pernyataan jenis kontaminasi ini lebih bersifat menkonklusikan tipe-tipe ternyataan pada kontaminasi orang tua dan kontaminasi anak. Pernyataannya lebih bersifat depensif dan rasional. Kontaminasi ini menurut Berne ditandai oleh tipe-tipe prejudice disatu pihak dan delusi di pihak lain. Ekslusi: terjadi bila mana suatu ego orang tua, ego dewasa atu anak menjadi eksklusif (membengkak) dalam gambar disebut black out. Digambarkan sebagai berikut: A B C Gambar a. Orang tua yang konstan: eksklusif dari dewasa dan anak oleh orang tua. Gambar b. Dewasa konstan eksklusif dari orang tua dan anak oleh dewasa. Gambar c. Anak konstan eksklusif dari orang tua dan dewasa oleh anak. Contoh gambar a: orang yang selalu berorientasi dalam pekerjaan dan tugas. Dia menjadi seorang yang moralitis, judgemental,dan demand (selalu membutuhkan orang lain). Namun perilakunya mendominasi dan otariter. Contoh gambar b: oramng yang objektif, yang selalu bekerja dengan memperhitungkan pernyataan-pernyataan fakta, kurang memiliki perasaan dan kurang spontan. Contoh gambar c: orang yang memperlihatkan perilaku anak, selalu bersifat sangat tergantung, lari dari tangung jawab, ingin mencoba-coba, tidak stabil dalam perilaku, kurang mampu untuk berpikir dan mengatasi permasalahan sendiri. 3. Analisis Script Analisis script ini didasarkan pada konsep posisi psikologis seseorang. Teknik ini didasarkan pada satu life scipt di masa seseorang diminta untuk mengungkapkan posisinya, menghadapi suatu peristiwa tertentu kemudian dianalisis apakah ia berada dalam posisi: - I am OK - You are OK. - I am not OK - You are OK - I am OK - You are not OK - I am not OK - You are not Ok Dari posisi ini dapat dianalisis selanjutnya tentang sifat-sifat, karakteristik, serta kondisi psikologis yang dimiliki seseorang. Analisisi Script merupakan bagian dari proses terapeutik untuk mengidentifikasi pola-pola kehidupan seseorang. Bilamana seseorang sadar akan life scriptnya dalam arti arti posisi psikologisnya maka posisi itu aendiri dapat diubah dan diprogramkan. Analisis Script ini membuka alternatif-alternatif baru bagi seseorang dalam memilih dan menentukantindak lanjut kehidupannya. 4. Role playing. Prosedur transaksi dapat juga dikombinasikan teknik psikodrama atau role playing. Dalam terapi kelompok ini, situasi role playing (bermain peranan), dalam melibatkan berbagai peran yang diharapkan dari anggota-anggota, termasuk peran tertentu yang menunjukan ego tertentu yang diharapkan. Melalui Role playing ini klien kita tempatkan pada peran tertentu, yang ia harus mainkan. Melalui permainan yang diciptakan ini diharapkan klien dapat mengubah perilakunya. Misalnya dalam interaksi denga konselor, ia selau mengemukakan bahwa ia tidak bisa mengerjakan pekerjaan A, dalam role playing justru ia diberikan peran sebagai orang yang mampu untuk mengerjakan pekerjaan A. Disamping itu tanpa melibatkan suatu peran tertentu klien dapat belajar dari anggota-anggota yang lainnya, bagaimana ia harus berorientasi dengan ego yang diharapkan. 5. Family Modeling. Teknik ini dipergunakan sebagai salah satu pendekatan dalam Analitis Struktural, khususnya untuk melihat model konstan orang tua, konstan dewasa, ataupun konstan anak. Melalui teknik ini, klien diminta untuk imajinasi terhadap posisi tertentu. Misalnya bagaimana kalau ia menjadi direktur, seseorang aktor atau seorang profesor. Selanjutnya imajinasi dan bayangan ini disubtitusikan dalam situasi kelompok model, atau dalam lingkungan anggota keluarganya. Oleh karena itu tenik ini disebut teknik Family Modeling. IV HUMANISTIC PSYCHOTRERAPY ATAU PSIKOTRAPI MANUSIAWI A. Latar Belakang Usaha yang dilakukan dalam membentuk masalah manusia tidak mungkin tampa mengenal dengan baik tentang manusia itu sendiri. Unik dan rumitnya prihal manusia sebagai makhluk dan individu, telah melahirkan bencana-bencana konsep dan pandangan. Teori humanistic dikembangkan oleh maslow tahun 1908-1970 di amerika serikat. Dasar filsafahnya phenomenology, yang menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik dan layak dihormati dan mereka aka bergerak kearah realisasi potensi-potensi mereka, manakala kondisi lingkungannya memberikan kemungkinannya. Psikoterapi humanistik membicarakan kepribadian manusia ditinjau dari segi self dari akunya. Konsep utama yang yang dianut adalah usaha untuk mengerti manusia sebagaimana adanya, mengetahui mereka dari realitasnya, melihat dunia sebagaimana mereka melihat, memahami mereka bergerak dan mempunyai keberadaan yang unik, konkrit dan berbeda dari teori yang abstrak. Teori humanistik dikatakan demikian, karena menekankan kemampuan-kemampuan yang khas manusiawi. Manusiawi mempunyai kemampuaan merefleksi diri, kemampuan aktualisasi potensi-potensi kreatif dan kekhususan manusia, yaitu menentukan bagi dirinya sendiri secara aktif. B. Konsep Dasar Istilah Humanistic Psychotherapy diberikan oleh sekelompok psy¬chologis dl awal tahun 1960 di bawah pimpinan Abraham H. Maslo\v. Mula pertama Maslow adalah penganut pandangan Behavioristik ssetelah ia menikah dan mempunyai anak, pandangannya terhadap behavioristik berubah. Psikoterapi Humanistik bukanlah merupakan suatu teori atau sistem yang terorganisasi tunggal, ia lebih tepat diterangkan sebagai suatu gerakan dalam arti jkempuaan atau konvergensi diri berbagai aliran dan ragam pemikiran. Lebih khusus lagi amat berakar pada filsafat Eksistensialisme yang di-kembangkan oleh para pemikir atau penulis, seperti: Kierkegaard: sartre. Heidegger, Albert Camus dan Binswanger, dan lain-lain. Pandangan tentang manusia menurut teori Human.istik : 1. Filsafat Existensialis memandang manusia. Sebagai individu dan meru-pakan problema yang unik dari existensi kemanusiaan. Manusia merupakan seorang yang ada, yang sadar dan waspada. Akan keberadaannya sendiri .Setiap orang menciptakan tujuannya sendiri dengan segala kreatifitasnya, menyempumakan eserisi dan fakta existensinya. 2. Bahwa manusia sebagai makhlux hidup, menentukan apa yang ia kerjakan dan yang tidak ia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Jadi yang pokok adalah apakah seorang berkeinginan atau tidak, sebab filsafat eksistensialis percaya bahwa setiap orang bertang¬gung Jawab atas segala tindakannya. Dengan kata lain seetiap indilividu merupakan penentu utama akan tingkah laku dan pcngalamannya. Kebebasan dalam memilih ini dapat digambarkan dalam satu kalimat Sartre : " I am my choice ". 3. Teori Humanistik mendasarkan pendapat bahwa manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda. Untuk menjadi sesuatu ini maka manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama, berdiri pada kaki sendiri dan mencari jalan, ke arah manusia yang baru dan lebih besar menuju aktualisasi diri. 4. Menekankan pada kesadaran manusia, pengalaman personal yang ber-hubungan dengan eksistensi dalam dunia orang lain. Humanistic Psychotherapy percaya pada pikiran bahwa manusia sebetulnya adalah.baik, atau paling tidak netral. Pandangan ini mengatakan bahwa kekuatan jahat, destruktif dan berbahya adalah lahir dan ling¬kungan buruk dan tidak inheren dalam diri manusia Konsep dasar dari pandangan ini adalah : 1. Potensi kreatif manusia, teori humanistik menganggap bahwa kre¬atifitas merupakan ciri dari. Hakikat kemanusiaan. Maslow mengang¬gap kreatifitas sebagal potensi yang ada pada semua orang ketika lahir. Kreatifitas adalah sesuatu yang alami pada Manusia. Kreatifitas merupakan fungsi universal kemanusian yang mengarah pada seluruh bentuk self expression. Kreatifitas ini tidak selalu dihubungkan dengan penemuan-penemuan besar, tetapi Maslow percaya bahwa setiap orang bisa menjadi orang kreatif. 2. Penekanan pada kesehatan psikologis, Maslow berpendapat bahwa pendekatan-pendekatan psikologis hanya sedikit sekali mengamati fungsi kernanusiaan yang sehat, gaya hidup yang sehat. 3. Hirarki teoti motivasi, bahwa proses motivasi merupakan inti dari teo¬rinya. La mengemukakan bahwa keinginan manusia sifatnya inate dan tersusun dalam hirarki yang menarik atas dasar prioritas dan potensi. Kebutuhan manusia disusun sebagai lima tahap maslow berpendapat bahwa hirarki kebutuhan tersebut sifatnya menyeluruh, makin tinggi hirarki yang dapat dialami atau diperoleh seseorang, maka ia akan memperlihatkan individualitas kemusiaan dan kesehatan psikologinya. Kelima tahap itu adalah sebagi berikut: a. Physiological needs, pada mulanya manusia memerlukan pemuasan kebutuhan fisiologis.manusia yang gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar ini tidak dapat beranjak pada pemuasan kebutuhan level yang lebih tinggi. Kebutuhan dasar ini seperti makan, minum, udara, dan lain-lain. b. Safety needs, setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia berhadapan dengan need yang lebih tinggi, yaitu safety needs, yaitu adanya perasaan aman. Ketiadaan seperti ini contohnya : rasa tidak aman, kecemasan dan lain-lain. Anak-anak biasanya sangat tergantung dengan lingkungannya, sehingga cekcok orang tua, hidup terpisah, perpisahan, kematian dialam keluarga, amatlah mengganggu perasaan anak-anak. c. Belonging needs, manusia membutuhkan needs pada level ini untuk memuaskan dirinya dengan membentuk hubungan dengan orange lain. Maslow menolak pandnagan Freudian yang mengangggap bahwa cinta dan kasih saying berasal dari insting-insting seksual yang di sublimasikan. Bagi maslow cinta tidak sama dengan sek. Ia berpendapat bahwa cinta yang mateng adalah hubungan yang sehat dan saling mencintai antara dua orang yang saling membutuhkan, saling menghormati. Maslow menekankan kebutuhan mencintai dan dicintai d. Self esteem needs, meliputi penerimaan, perhatian, status, nama baik dan lain-lain. Pemuasan dari kebutuhan ini menghidupkan perasaan harga diri, perasaan berguna dan kebutuhan. Kalau kebutuhan ini tidak dipenuhi akan menimbulkan perasaan dan sikap rendah diri, keraguan dan ketidakberdayaan. e. Self actualization needs, keinginan untuk menjadi apapun yang dapat dicapai oleh seseorang, sehingga akan didorong untuk mengarahkan dan mendapatkan apa yang idinginkan. C. Tujuan Utama Dengan menggunakan teori humanistic adalah : 1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaanya, menerima keadaan dirinya menurut apa adanya. Saya adalah saya. 2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandnagan-pandnadnag individu, yang tidak akan kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin. 3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses actualisasi tersebut. 4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau yang mungkin bagi dirinya. Dapat dikatakan bahwa proses konseling menurut humanistic, konselor perlu memantapkan dalam diri clien bahwa keadaan kita adalah tergantung pada diri kita, kita telah dberi kemampuan tersendiri dan nasib kita tak dapat diubah karena orang lain. Maslow mengemukakan cirri-ciri manusia yang ideal yang disamakan dengan manusia yang sehat atau manusia yang telah mencapi aktualisasi diri yaitu sebagai berikut: 1. Ia adalah orang yang mampu melihat secara jelas berarti tidak melihat hidup/kehidupan sebagaimana diinginkan, ia tidak begitu emosional. 2. Ia mempunyai pandangan yang lebih jelas mengenai apa yang benar dan apa yang salah, dan karenanya dapat meramalkan masa depan. 3. Ia memiliki kerendahan hati yang memberikan kemampuan untuk mendengarkan orang lain, tanpa ide-ide yang telah terbentuk terlebih dahulu atau tanpa pra tanggapan. 4. Presepsinya tidak begitu dipalsukan oleh kecemasan, ketakutan, harapan-harapan, atau optimisme yang palsu, inilah yang dikatakan maslow mengenai keadaan sebagaimana adanya ini memungkikinkan adanya toleransi yang lebih besar. 5. Ia mengabdi pada pekerjaan tugas dan jabatanya. 6. Ia kreatif, yaitu mempunyai ciri-ciri fleksibilitas, spontan, keberanian, kemauan untuk melaksanakan kesalahan, keterbukaan hati seorang yang genius dilahirkan dengan bakat kreativitas yang lebih besar. 7. Ia mengalami konflik diri dalam derajat yang lebih ringan hingga kekacauan/kebingungan untuk melihat mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk, tidak begitu besar. 8. Ia seorang yang tidak egois untuk orang lain yang kira-kira dapat memperoleh kesenangan dalam menolong orang lain. 9. Ia mempunyai hormat yang sehat terhadap diri sendiri, yang didasarkan oleh pengetahuan bahwa dirinya adalah mampu dan adekuat. 10. Ia bebas dari pengaruh orang lain tetapi sekaligus menyukai orang lain. 11. Ia mempunyai kebebasan psikologis 12. Ia dapat mengalami pengalaman puncak atau (Peak Experience).kemampuan mengalami puncak ini menurut maslow bias menerangkan adanya intergrasi antara yang subjektif dangan objektif, antara yang ilmiah, yang religius, dan yang mistik. D. Hubungan Antara Konselor Dan Klien Dalam membicarakan masalah hubungan pertolongan dari teori humanistic ini, dikemukakan sifat-sifat aliran ini sebagai berikut: 1. Lebih merupakan suatu pendekatan, atau semacam filsafat. 2. Teori ini berbicara mengenai pengalaman yang mempnyai arti khusus. 3. Gangguan jiwa disebabkan oleh seseorang itu tidak dapat mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain pengalamannya tertekan. 4. Menitik beratkan adanya potensi yang positif dalam diri manusia. Dari ciri-ciri tersebut kegiatan pertolongan diperlukan : 1. Adanya hubungan psikologis yang akan antara konseor dan klien. 2. Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problemnya, dan apa yang diinginkan. 3. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan. 4. Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakin-an akan kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan yang diadakan. 5. Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya juga keadaan ling-kungannya sangat diperlukan oleh konselor. E. Teknik- T eknik Penyuluhan Teori ini menitikberatkan pada klien, dengan demikian teknik client centered counseling tepat digunakan untuk pendekaran ini. Adapun teknik-tekniknya sebagai berikut: 1. Acceptance (penerimaan) 2. Respect (rasa hormat) 3. Understanding (mengerti atau memahami) 4. Reassurance (menentramkan hati atau memahami) 5. Encouragement (memberi dorongan) 6. Limited Quetioning (pertanyaan terbatas) 7. Reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan) Melalui teknik-teknik pendekatan yang demikian, klien selanjutnya akan lebih mampu dalam: 1. Pengenalan dan penerimaan diri 2. Mengenal lingkung dengan baik 3. Pengambilan keputusan yang tepat 4. Pengarahan dirinya 5. Perwujudan dirinya V PSYCHOANALYSIS ATAU PSIKOANALISIS A. Latar belakang Psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud (1856 -1939) me-rupakan aliran psikologi yang benar-benar tangguh. Kebesaran psikoanalisis diperkuat pula oleh pendapat A. H. Maslow yang merupakan pemuka Humanistic Psychology dengan menganggap aliran yang dipeloporinya sebagai The Third Force Psychology sedangkan dua aliran lainnya adalah : Psikoanalisis dan Behaviorisme. Psikoanalisis lahir di tengah-tengah kebesaran zaman ilmu pengetahuan. Salah satu penemuan yang lalu mempengaruhi psikoanalisis adalah penemuan tentang energi sebagai suatu kumpulan yang dapat diubah ben¬tuknya tetapi tak dapat dihancurkan. Pemikiran ini yang terlihat dalam energi dari Freud tentang pemindahan energi. Psikoanalisis berasal dari hasil penemuan Freud dan Breuer dalam studi tentang hysteria. Pada awalnya misteri disembuhkan dengan cara hypnosis dan kemudian dikembangkan Iebih jauh oleh Freud ke dalam bentuk asosiasi bebas. Freud dilahirkan tanggal 6 Mei 1856 di Movaria. Dia memulai karir¬nya sebagai dokter di bawah pengaruh Profesor Bruecke, kepala laboratorium kedokteran Universitas Wina. Ia bertugas di RSU Wina dengan me¬musatkan perhatian pada anatomi otak, pernah mengadakan riset tentang obat bius. Tabun 1886 menikah dan praktek sebagai dokter syaraf. Perhatiannya dari neurolcgi bergeser ke arah psikopatologi, dan bersama-sama Dr. Breuer sekitar 1888 ia mulai memanfaatkan hipnosis dan sugesti dalam praktek medisnya. Hipnosis dipelajarinya dari Charcot 1885 - 1886. B. Konsep Dasar 1. Hakikat manusia, Freud berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat : a. Anti rasionalisme b. Mendasari tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme. c. Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instinktif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang bereaksi dj dalam ke arah dorongan tadi. Libido atau eros atau life force mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai lawan dari Thanatos (death wish). d. Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya. e. Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang berciri biasa. 2. Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai 3 unsur, yaitu: id, ego, dan super ego. Id dalah sumber dari pada segala dorongan instinktif, ego merupakan pengatur atau mediator antara dorongan-dorongan dengan tuntutan kenya-taan atau lingkungan. Super ego merupakan fungsi moral, ideal dan biasa¬nya merupakan warisan dari ayah. Freud mengembangkan teori infantile sexuality di mana libido atau energi psike dasar, mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan. Libido mempunyai sifat bawaan seksual, tetapi ia sebenarnya lebih dari itu, ia mencakup seluruh hal yang menopang kesenangan. Mulai masa kanak-kanak sampai dewasa, individu didorong oleh libidonya ke arah ke¬matangan. Fase-fase seksual dibagi menjadi 5, yaitu: 1. Fase oral, terjadi pada tahun pertama, di mana energi libido berpusat pada sekitar mulut. 2. Fase anal, umur satu sampai tiga tahun, kepuasan teletak pada anus. 3. Fase phalik, alat-alat genital merupakan sumber kesenangan. 4. Fase laten, pada saat ini terjadi penurunan energi dan minat seksual, pada usia 7 sampai dengan 12 -14 tahun 5. Fase genital, yaitu dimana individu akan sampai pada taraf perkembangan yang sempurna Freud sangat dikenal dengan mekanisme pertahanan, yang dilakukan individu untuk mengatasi frustasi yang disertai kecemasan. Mekanisme ini dalam bentuk : represi, proyeksi, pembentukan reaksi, regresi dan sebagainya. C. Tujuan Terapi Psikoanalisis Tujuan terapi psikoanalisis adalah untuk menolong individu menda-patkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri dan dengan demikian menolong mereka menyelesaikan masalah dasar yang mereka hadapi. Tujuan berikutnya adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individual dengan menggunakan yang tak sadar menjadi sadar pada diri klien. Proses terapinya berpusat pada menghidupkan kembali pengalaman masa anak-anak. D. Hubungan Pertolongan Konselor berfungsi sebagai penafsir dan penganalisis. Peranan yang dilakukan: 1. Menolong klien mendapatkan kesadaran diri, kejujuran dan hubungan personal yang efektif. 2. Menciptakan hubungan kerja dengan klien dan lalu banyak mendengar dan menafsirkan. 3. Mempercepat penampilan bahan-bahan yang tak disadari. 4. Konselor mcndengarkan ketidakkonsistenan cerita klien, sambil menyisipkan makna mimpi dan asosiasi bebas yang dihadapi klien dengan teliti. Dengan cara mengorganisasi proses penyembuhan ini dalam konteks struktur kepribadian dan dinamikanya, konselor akan mampu memformulasikan sebab dari pada problem yang dihadapi klien. Proses di atas dimaksud: 1. Mengajar klien tentang makna proses yang berlangsung sehingga ia dapat memperoleh insight atas problema yang dihadapi klien. 2. Meningkatkan kesadaran si klien atas cara-cara perubahan dengan demikian memperoleh kontrol rasional yang lebih banyak lagi. E. T eknik- Teknik Teknik-teknik yang dilakukan dalam pendekatan psikoanalisis ini adalah : 1. Asosiasi bebas : Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. 2. Interpretasi : Mengungkapkan apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan oleh klien. 3. Analisis mimpi : Klien diminta untuk mengungkapkan impiannya dan konselor menganalisis. 4. Analisis dan interpretasi atas resistensi: Resistensi berarti penolakan. 5. Analisis dan interpretasi atas transferensi : Transferensi berarti mengalihkan (mungkin perasaan atau harapan masa lalu). VI TRAIT AND FACTOR THEORY ATAU TEORI TRAIT DAN FAKTOR A. Latar Belakang Teori ini tergolong pada pandangan kognitif atau pendekatan rasional. Pendekatan ini mencoba secara intelektual logis dan rasional menerangkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi klien, cara pemecahan kesulitan-kesulitan serta proses konselingnya didekati secara logis rasional. Konseling dengan pendekatan trait dan faktor yang dipelopori oleh Williamson ini disebut pula konseling yang mengarahkan (directive counseling), karena konselor secara aktif membantu klien mengarahkan perilakunya kepada pemecahan kesulitannya. Maka konseling yang directive ini disebut pula counselor centered atau konseling yang berpusat pada konselor. Dan konseling semacam inilah yang banyak dilakukan di sekolah-sekolah baik di luar negeri maupun di Negara kita. Berbicara tentang teori trait dan faktor, senantiasa dihubungkan dengan Universitas Minnesota yang termasuk di dalamnya Walter Bingham, John Darley, Paterson, dan E. G. Williamson. Dalam bekerjanya, tokoh-tokoh pendekatan ini banyak menggunakan alat ukur terhadap atribut klien seperti: bakat, kemampuan, minat, tingkah laku, dan kepribadiannya. Dari hasil pengukuran tersebut dapat diramalkan dan diarahkan pendidikan dan jabatan apa yang cocok bagi klien, sehingga dapat membahagiakan hidupnya. Dengan hasil pengolahan tes atau angket dan alat pengukur lainnya dapat diramalkan pula apa yang kan diperbuat oleh klien dalam situasi tertentu. B. Konsep Dasar Walaupun teori trait dan faktor di dalm pendekatannya baik terhadap proses konseling maupun pemecahan kesulitan klien, secara rasional, logis, dan intelektual, tetapi dasar filsafatnya bukannya Rationalisme. Teori ini lebih dekat kepada Empirisme, yang mempunyai pandangan optimistis, bahwa walaupun manusia telah dibekali pembawaan, tetapi pembawaan itu tidak menentukan. Williamson dalam Theories of Counseling and Psychotherapy menyebut filsafatnya Personalisme, atau mempunyai perhatian besar terhadap keseluruhan individu, bahwa manusia merupakan seorang individu yang unik yang sebagian dapat mempe¬ngaruhi dan menguasai baik pernbawaan dan lingkungannya. Manusia merupakan suatu kesatuan yang utuh dan pengetahuan mengenai dunia merupakan tujuan utama pendidikan termasuk pengetahuan yang berguna untuk siswa da1am mencapai dan memelihara penyesuaian pribadinya, yang merupakan pula tujuan konseling. Teori ini berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia ditentukan oleh faktor pembawaan maupun lingkungannya. Pada tiap orang ada sifat-sifat yang umum dan sifat yang khusus terdapat pada seseorang, yang rnerupakan sifat yang unik. Hal ini terjadi karena pembawaan dan lingkungan tiap orang tidak sama. Pendirian ini memandang bahwa kepri¬badian adalah suatu sistem saling ketergantungan dengan trait atau faktor seperti kecakapan, minat, sikap, temperamen, dan lain-lain. Studi Ilmiah tentang individu memasukkan, : 1. Pengukuran trait dengan mengguanakan tes psikologi dan alat pengukur lainnya. 2. Merumuskan atau menggambarkan tentang keadaan individu. 3. Membantu individu mengetahui dan memahami diri dan lingkungannya. 4. Meramalkan kemungkinan sukses dalam pendidikan dan pekerjaan ter¬tentu. Dasar konseling trait dan faktor ialah asumsi bahwa manusia mencoba menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan tentang kecakapannya untuk mengembangkan potensinya. Williamson berpendapat bahwa dasar konseling modern terletak pada keunikan individu dan juga identifikasi keunikan tersebut, melalui pengu¬kuran yang objektif sebagai kebalikan teknik subjektif. Williamson mempunyai pandangan tentang manusia sebagai berikut: 1. Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik atau buruk. Makna hidup adalah mencari kebenaran dan berbuat baik serta menolak kejahatan. Menjadi manusia seutuhnya tergantung pada hubungan dengan orang lain. Maka seorang konselor mestilah optimis dan percaya bahwa manusia dapat menyelesaikan masalah-masalahnya, terlebih lagi kalau manusia belajar menggunakan kemampuannya. 2. Diri manusia hanya berkembang di dalam masyarakat dan pada hakikatnya manusia tidak dapat hidup sepenuhnya di luar masyarakat. 3. Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik, sebenamya usaha ke arah itupun sudah menunjukkan dan merupakan kehidupan yang baik. Konsep dasar dari konseling berdasar teori trait dan faktor ialah sifat dan faktor kepribadian seseorang. Sifat dan faktor kepribadian seseorang dapat diungkap dengan menggunakan metode multi variate dan analisis faktor, dengan metode tersebut akan diketemukan unsure dasar yang berstruktur dari kepribadian. Unsur dasar ini disebut sifat dan merupakan kecenderungan luas untuk memberikan reaksi dan merupakan perilaku yang relatif tetap.menurut Cattell, trait atau sifat adalah suatu struktur mental, suatu kesimpulan yang diambil dari tingkah laku yang dapat diamati, untuk menunjukkan keajegan dalam tingkah laku itu. Penyandraan mengenai trait adalah sebagai berikut: 1. Common trait atau unique trait. a. Common trait atau sifat umum, adalah sifat yang dimiliki oleh semua individu atau setidak-tidaknya oleh sekelompok individu yang hidup dalam lingkungan sosial yang sama. b. Unique trait atau sifat khusus adalah sifat yang hanya dimiliki oleh individu-individu masing-masing, dan tidak dapat ditemukan pada individu lain dalam bentuknya yang demikian itu. Selanjutnya sifat khusus ini masih dibedakan lagi menjadi: 1) Relatively unique, yaitu yang kekhususannya timbul dari peng-aturannya unsur-unsur sifat-sifat itu. 2) Intrinsically unique, yaitu yang benar-benar hanya ada pada individu khusus tertentu. 2. Surface Trait dan Source Trait a. Surface Trait, atau sifat tampak adalah kelompok dari variabel-variabel yang tampak. b. Source Trait atau sifat asal, adalah variabel-variabel yang mendasari berbagai manifestasi yang tampak. Cattell menganggap bahwa sifat asal lebih penting daripada sifat tampak atau sifat permukaan. Sifat permukaan merupakan hasil interaksi dari sifat asal, karena sifat asal tersebut dapat langsung disaksikan dari observasi yang sederhana. Namun dalam rangka yang lebih mendalam, sifat asallah yang lebih mendasari tingkah laku. Selanjutnya berdasarkan atas ekspresinya, sifat dapat digolong¬-golongkan rnenjadi 3 macam, yaitu: a) Dinamic traits, yaitu apabila ekspresi sifat tersebut berbubungan dengan perbuatan untuk mencapai suatu tujuan. b) Ability traits, yaitu apabila ekspresi sifat tersebut berhubungan dengan efektif atau tidaknya individu dalam mencapai tujuan tersebut c) Temperament traits, yaitu apabila ekspresi Sifat tersebut berhubungan dengan aspek konstitusional, seperti misalnya energi kecepatan, reaksi emosional, dan sebagainya. Tentu saja dalam tingkah laku, ketiga sifat tersebut sama-sama berfungsi, namun salah satu dari padanya tentu ada yang dominant, sehingga secara teori kita tetap perlu membedakannya. C. Tujuan konseling 1. Tujuan konseling adalah membantu individu merasa lebih baik dengan menerima pandangan dirinya sendiri dan membantu individu berpikir lebih Jernih dalam memecahkan masalah daan mengontrol perkembangannya secara rasional. '. 2. Memperkuat keseimbangan antara pengaktifan dan pemahaman sifat-sifat, sehingga dapat bereaksi dengan wajar dan stabil. 3. Mengubah sifat-sifat subjektif, dan kesalahan dalam penilaian diri (konsep diri) dengan menggunakan metode atau cara ilmiah. D. Hubungan Antara Konselor dan klien Dalam hubungan ini peranan konselor: 1. Memberi tahu klien tentang berbagai kemampuannya yang diperoleh konselor dari hasil testing, angket dan alat pengukur yang lain. Berdasar hasil testing dan lain-lain tersebut konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan klien, sehingga dapat meramalkan jurusan, pendidikan atau jabatan apa yang cocok bagi klien. Konselor membantu klien me¬nentukan tujuan yang akan dicapainya disesuaikan dengan hasil testing. Dengan memberitahukan sifat serta bakat klien, maka klien dapat me¬ngelola hidupnya sendiri sehingga dapat hidup bahagia. 2. Konselor secara aktif mempengaruhi perkembangan klien. 3. Konselor membantu mencari sebab individu tidak memiliki sumber per¬sonal untuk menentukan individualitasnya. Karena ia tidak dapat memahami dirinya secara penuh, diagnosis eksternal yang dilakukan konselor melengkapi persepsi dirinya. Berdasarkan data yang ada, konselor merumuskan hipotesis untuk memahami individu. 4. Konselor aktif dalam situasi belajar, melakukan diagnosis, menyajikan informasi, mengumpulkan data dan menilai data, untuk membantu individu . Konselor berperan sebagai guru,yang bertugas mengajar klien belajar tentang dirinya sendiri dan lingkungan. Jadi kesimpulannya peranan konselor di sini adalah memberitahukan, memberikan informasi mengarahkan, karena itu pendekatan ini disebut pendekatan yang kognitif rasional. E. Teknik Konseling yang Digunakan 1. Teknik tes, untuk mengungkap kepribadian, bakat, minat, dan data yang lain yang hanya dapat diungkap dengan tes. 2. Teknik non tes, meliputi wawancara, angket, observasi, otobiografi, dokumentasi, dan yang lain. Dalam proses konselingnya, pendekatan ini.membagi menjadi 5 tahap atau langkah, yaitu: 1. Analisis 2. Sintesis 3. Diagnosis 4. Konseling 5. Tindaklanjut. 1. Analisis, terdiri dari pengumpulan informal dan data mengenai siswa atau klien. Sebelum konseling dilaksanakan baik klien maupun konselor harus mempunyai informasi yang dapat dipercaya, yaitu yang relia¬bel, valid dan relevan untuk mendiagnosis pembawaan, minat, motif, kesehatan jasmani, keseimbangan emosional dan sifat lain, yang memu¬dahkan atau mempersulit penyesuaian yang memuaskan baik di sekdah maupun dalam pekerjaan. Bobot analisis yang dapat dikumpulkan ialah: 1) Catatan kumulatif 2) Wawancara 3) Format distribusi waktu 4) Otobiografi 5) Catatan anekdot 6) Test psikologis Studi kasus dapat merupakan alat analisis maupun metode untuk memadukan semua data dan terdiri dari catatan komprehensif yang mencakup keadaan keluarga, perkembangan kesehatan, pendidikan maupun pekerjaan serta minat rekreasi dan sosial dan kebiasaan-¬kebiasaan. Selain mengumpulkan data objektif, konselor memperhati¬kan pula cita-cita dan sikap siswa. Bagaimana ia mendekati permasa¬lahannya, menyatakan pula cara hidupnya. Kalau siswa memperlihat¬kan sikap koperatif, maka ia dapat bekerja sama dengan konselor. 2. Sintesis merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis. Sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat siswa, kelemahan serta kekuatannya, penyesuaian diri maupun ketaksanggupan menyesuaikan diri. 3. Diagnosis sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pota yang menuju kepada permasalahan, sebab-sebabnya serta sifat-sifat siswa yang ber¬arti dan relevan yang berpengaruh kepada kemungkinan penyesuaian atau tidak penyesuaian. Diagnosis meliputi tiga langkah penting, ialah: 1) Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif dapat menggunakan kategori Bordin atau Pepinsky. Kategori diagnostik dari Bardin ialah: a. Dependence b. Lack information c. Self-conflict . d. Choice anriety Kategori diagnostic dari Pepinsky ialah: a. Lack of assurance b. Lack of information c. Lack of skill d. Dependence e. Self-conflict 2) Menemukan sebab-sebab, mencakup pencaharian hubungan antara masa lalu, masa kini atau masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika, oleh reaksi siswa dan oleh uji coba dari program kerja berdasarkan diagnosis sementara. 3) Prognosis yang sebenarnya terkandung didalam diagnosis, misalnya diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk pelajaran sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. Konselor harus bekerja sama dengan siswa; dikatakan oleh Williamson: "Diagnosing is a cooperative understanding with the student tak.ing major responsibility in the understanding of him self in so far as he is intellectually able and emotionally willing to do so." (Patterson, 1966, hal. 35) . Kalau siswa belum sanggup berbuat demikian, maka konselor bertang-gung jawab dan membantu siswa untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, berarti ia mampu dan mengerti secara logis, tetapi juga secara emosional mau. Sebab mungkin saja secara logis mengerti, tetapi secara emosional belum mau menerima. 4) Konseling merupakan hubungan membantu bagi klien untuk menemu¬kan sumber diri sendiri maupun sumber lembaga dan masyarakat mem¬bantu klien mencapai penyesuaian optimal sesuai dengan kemampuan¬nya. Hal ini mencakupima jenis konseling, yaitu: 1. Belajar terpimpin menuju pengertian diri. 2. Mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan pernyesuaian hidupnya. 3. Bantuan pribadi dari konselor supaya klien mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif. . 5. Suatu bentuk mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran. Konseling merupakan usaha untuk menerapkan metode sebab akibat dari analisis kepada semua fase kehidupan dan perilaku, sebagai "a generalized method of learning to deal with all kinds of situations.”(Patterson, 1966, hal. 55). . Konseling merupakan usaha untuk membantu siswa sehingga lebih Siap untuk mcmecahkan masalah situasi penyesuaiannya. Sebe1um begitu jauh terlibat dalam konflik diri dan penilaiannya sehingga membutuh¬kan terapi yang dalam dan rumit. 5) Tindak lanjut mencakup bantuan kepada siswa dalam menghadapi masalah baru dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konseling. Teknik yang digunakan konselor harus disesuaikan dengan individualitas siswa. Mengingat bahwa setiap individu unik sifatnya, sehingga tak ada teknik yang baku yang berlaku untuk semu VII REALITY THERAPY A TAU TERAPI REALITAS A. Latar Belakang Menuntut terciptanya kesehatan mental bagi klien dan memperkem¬bangkan serta membina kepribadian yang sukses adalah merupakan tuntutan reality therapy. Kesehatan mental dan kepribadian yang sukses ter¬sebut dapat dicapai dalam terapi yang dilakukan dengan cara memberi tanggung jawab kepada klien. Reality therapy pada umumnya dapat digunakan oleh guru, psikoterapis, konselor, baik yang berlangsung di sekolah maupun dalam kelompok-kelompok atau lembaga non formal. Reality therapy merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana, dan bentuk bantuan langsung pada klien. Hal ini didasarkan kepada konsep reality therapy di mana seorang klien ditolong agar dia mampu menghadapi masa depannya yang penuh optimis. Reality therapy berprinsip bahwa seseorang dapat dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun. Reality therapy lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan alternatif bantuan tidak usah melacak sejauh mungkin pada masa lalunya. Sehingga yang dipentingkan bagaimana klien dapat sukses mencapai hari depannya. B. Konsep Dasar Willian Glasser dalam mengembangkan teori dan pendekatan reality therapy ini, berpijak pada filsafat yang hamper sama dengan RET oleh Albert Ellis. Filsafat Glasser mengenai manusia, yang lebih cocok dinyata¬kan dengan pandangannya terhadap hakekat manusia, adalah sebagai berikut: 1. Bahwa manusia mempunyai kebutuhan psikologis yang tunggal, yang hadir di seluruh kehidupannya. Oleh karena adanya kebutuhan psiko¬logis yang tunggal tersebut; menyebabkan individu atau seseorang tadi menjadi seseorang yang merasa dirinya mempunyai keunikan, berbeda dengan yang lain. 2. Ciri kepribadian yang khas itu, menimbulkan dinamika tingkah laku, yang menjelma dengan pola-pola yang tersendiri dari setiap individu. Secara universal ciri-ciri kepribadian individu tersebut ada pada seluruh kebudayaan manusia. 3. Tiap orang mempunyai kemampuan yang potensial untuk tumbuh dan berkembang sesuai pola-polanya yang sudah tertentu. Kemampuan tumbuh dan berkembang terseblit dapat menjadi aktual, atas sebagian besar menurut usahanya yang dinyatakan melalui tingkah lakunya yang nyata. Karenanya setiap individu mempunyai optimisme, dia dapat me¬nerima dirinya dan mencintai dirinya dalam arti yang lebih luas, men¬jadi pribadi yang sukses. 4. Reality therapy tidak bersandar pada hakekat itu sendiri, artinya individu itu tak bisa mendambakan potensi-potensi yang telah dimiliki dan dibawa sejak lahimya untuk berkembang dengan sendirinya. Potensi¬-potensi tersebut harus diusahakan untuk berkembang melalui tingkah laku yang nyata. Reality therapy membangun anggapan bahwa tiap orang akhimya menemukan nasibnya sendiri. William Glasser mengemukakan ciri-ciri Reality therapy, diantaranya: 1. Menolak konsep adanya sakit mental pada setiap individu, tetapi yang ada individu yang bertingkah laku tak bertanggung jawab, tetapi tingkah laku tersebut masih dalam taraf mental yang sehat. Jika tingkah laku tersebut ada di luar cakupan mental yang tak sehat, maka hal itu sudah di luar kewenangan Reality therapy. . 2. Berfokus pada tingkah laku yang nyata, guna mencapai tujuan yang akan datang penuh optimisme. Jadi tingkah laku yang nyata yang dilakukan pada masa kini adalah merupakan refleksi harapan nyata untuk mewujudkan masa datang. Sehingga Reality therapy itu tidak bersum¬ber pada perubahan sikap yang diharapkan, juga tidak pada insight, tetapi memperhatikan perubahan sikap dari perubahan tingkah laku yang menampak. 3. Berorientasi pada keadaan yang akan dating, dengan fokus pada tingkah laku sekarang yang dapat diubah, diperbaiki, dianalisis, dan ditafsirkan. Sedangkan tingkah laku yang sudah lalu tak dapat diubah dan diperbaiki, tetapi diterima sebagaimana nyatanya, kalau yang akan diubah yang akan datanglah yang mempunyai kemungkinan. 4. Menekankan betapa pentingnya nilai. Kualitas nilai sangat penting dalam peranan seseorang untuk menentukan kemampuannya dalam perjuangannya menghadapi kegagalan. Artinya seseorang dapat menge¬tahui dan memberi makna dari kegagalannya sebagai loncatan untuk maju dalam mencapai hal yang lebih baik. Jadi kegagalannya ada hikmahnya. . 5. Tidak menegaskan transfer dalam rangka mencari usaha untuk menca¬pai kesuksesan Konselor dalam memberikan pertolongan mencarikan alternatif-alternatif yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku nyata, dari problema-problema yang dihadapi oleh klien. 6. Menekankan aspek kesadaran dari klien yang harus dinyatakan dalam tingkah laku tentang: apa yang harus dikerjakan oleh klien, apa yang diinginkan oleh klien. Mengikut sertakan klien merencanakan pola tingkah laku apa yang harus diperbuatnya secara nyata dalam mencapai harapan-harapannya pada masa mendatang. Tanggung jawab dan tingkah laku nyata yang harus diwujudkan klien, adalah sesuatu yang bernilai dan bermakna serta memang benar hal itu disadarinya. 7. Menghapuskan adanya hukuman yang diberikan kepada individu yang mengalami kegagalan, tetapi yang ada sebagai ganti hukuman adalah menanamkan disiplin yang disadari maknanya dan dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang nyata. Jadi penanaman disiplin yang penuh dengan kesadaran dan nilai yang berarti bagi klien, baik dalam mewujudkan maupun dalam pencapaian tujuan yang akan diperolehnya kelak. 8. Menekankan konsep tanggung jawab, agar klien dapat berguna bagi dirinya dan bagi orang lain melalui perwujudan dan tingkah lakunya yang nyata. C. Tujuan Terapi Tujuan terapinya dapat dinyatakan sebagai berikut 1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, artinya supaya individu dapat menentukan dan melaksanakan tingkah laku dalam bentuk yang nyata. Dengan kata lain individu dapat membuat keputusan yang tepat dari pola-pola tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa datang yang lebih baik. Jadi menanamkan dan memandirikan klien. 2. Mendorong klien agar berani bertanggung jawab, serta memikul segala resiko yang ada dari tanggung jawab tersebut. Tanggung jawab yang dimintakan kepada klien harus sesuai dengan kemampuan dan keingin¬annya dalam perkembangan dan pertumbuhannya. 3. Mengembengkan rencana-rencana yang nyata dalam mencapai tujuan yang telah tetapkan, jadi rencana harus dibuat yang realistik dalam arti dapat diwujudkan dalam tingkah laku nyata dan merupakan ha¬rapan yang dapat dicapai, atas kemampuan yang ada pada klien. Jadi bukan rencana yang mengambang dan fantastis dalam melakukan dan mewujudkannya. 4. Tingkah laku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses. Kesuksesan pribadi dicapai dengan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri, jadi tanggung jawab yang penuh atas kesadaran sendiri. 5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri. D. Hubungan pertolongan Ada empat ciri dari hubungan antara konselor dank lien, yaitu: 1. Perlu adanya saling keterlibatan antara konselor dengan klien, saling keterlibatan itu dapat diketahui dan dipahami dari adanya saling pengertian, saling kontak, saling simpatik. Saling keterlibatan itu adalah kunci mencapai kesuksesan dalam konseling. 2. Perencanaan merupakan esensi dari reality therapy, karena suatu rencana yang tuntas sampai merupakan bentuk action, adalah merupakan hal yang sangat berarti dalam menolong klien untuk mengubah tingkah laku yang gagal, menjadi tingkah laku yang sukses. 3. Salah satu ciri kegagalan individu adalah akibat tidak mampu menepati janjinya. Yang paling penting dalam membuat kesepakatan, harus ada kenyataan yang dapat ditampilkan, sedang segi kuantitas dan kualitas menyusul dalam pembinaan lebih lanjut. 4. Klien harus mempertanggungjawabkan tingkah laku yang sudah direncanakan dan disepakati oleh kedua belah pihak. Konselor hendaknya dapat memainkan fungsi: 1. Sebagai motivator, yaitu mampu mendorong klien untuk: a) Menerima dan memperoleh keadaan yang nyata, baik dalam perbuatan maupun dalam harapan yang akan dicapainya. b) Merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang menyukarkan dirinya sendiri. 2. Sebagai penyalur tanggung jawab, sehingga: a) Keputusan terakhir harus berada ditangan klien. b) Klien secara sadar bertanggungjawab dan objektif serta realistik dapat menilai tingkah lakunya sendiri. 3. Berperan sebagai moralist, berarti memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang dinyatakn oleh kliennya. Maka konselor akan memberi pujian apabila klien bertanggungjawab atas tingkah lakunya, sebaliknya memberi celaan bila tidak dapat bertanggungjawab terhadap tingkah lakunya. 4. Sebagai guru, hal ini berarti mendidik klien agar memperoleh berbagai pengalaman dalam mencapai harapannya. 5. Sebagai pengikat janji (contractor), artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan. Batas tersebut berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan klien yang dapat dijajagi dan tak terlepas pula mengenai akibatnya. Karena akhirnya klien harus dapat mandiri dalam hidupnya. E. Teknik-teknik dalam konseling Teknik-teknik yang baik digunakan adalah: 1. Menggunakan role playing dengan klien 2. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relax 3. Tidak menjanjikan kepada klien maaf apapun, karena telah terlebih dahulu diadakan perjanjian untuk melakukan tingkah laku tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien. 4. Menolong klien untuk merumuskan tingkah apa yang akan diperbuatnya. 5. Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik. 6. Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya. 7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejekan yang pantas untuk mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunnya yang tak pantas, misalnya berupa teguran secara langsung atau tiba-tiba terhadap tingkah lakunya atau janji yang tak dapat dipertanggungjawabkan. 8. Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif, misalnya dengan meren¬canakan model belajar atau sekolah yang langsung dalam kehidupan dilakukan. VIII INDIVIDUAL PSYCHOLOGY ATAU PSIKOLOGIINDIVJDUAL A. Latar Belakang Alfred Adler pada mulanya adalah seorang anggota psikoanalisis te¬tapi lalu memisahkan diri dari Freud, karena tidak setuju dengan konsep-¬konsep psikoanalisis. Adler membentuk aliran barn yang dinamakan Indi¬vidual Psychology. Adler tidak setuju dengan konsep dorongan seks sebagai satu-satunya dorongan yang utama dalam kehidupan manusia, juga dengan konsep kejiwaan yang dibagi-bagi menjadi ich, ego, dan superego. Menurut Adler manusia tidak dapat dibagi-bagi menjadi bagian-bagian, manusia sebagai suatu keseluruhan, dan sebagai suatu kesatuan yang unik. Adler mengemukakan bahwa motif utama yang merupakan dorongan hidup adalah superioritas dan kekuatan. Adler melihat bahwa kcjantanan (masculin) adalah identik dengan superioritas, sedang kewani¬taan (feminin) adalah inferioritas. Sesuai dengan dorongannya untuk hidup maka baik pria maupun wanita menuju superioritas. Alasan utamanya karena manusia pada saat dilahirkan dalam keadaan inferioritas, dalam keadaan lemah, perlu bantuan orang lain, dan hidupnya tergantung pada orang di sekitarnya.Adler melihat menusia dalam keadaan inferior ini melihat orang dewasa yang kuat dan serba lebih menyebabkan inferior yang laten. Adler juga melihat adanya pengaruh situasi keluarga terhadap perkembangan pribadi seorang anak, antara lain urutan dalam kelahiran, anak tunggal, anak bungsu, mempunyai kepribadian yang khas. Demikian pula iklim keluarga mempengaruhi kepribadian sesorang. Pada usia yang sangat dini (4 atau 5 tahun) menurut Adler anak sudah membentuk pedoman untuk hidup (life style) yang relative tetap. B. Konsep Dasar . Menurut Adler tingkah laku manusia terutama didorong oleh dorongan sosial. Manusia selalu berhubungan dengan manusia lain. Adler juga mengatakan pentingnya kreatifitas manusia, ditegaskan bahwa tidak mungkin ada life style yang sama antara dua orang, karena setiap orang dalam mengembangkan kreativitas tergantung kepada self masing-masing. Adler menekankan adanya keunikan individu, setiap orang mempunyai gambaran motivasi unik, ciri-ciri, minat, nilai-nilai semuanya merupakan ciri dari perbedaan style of life• Teori Adler meliputi uraian tentang: 1. Fictional Finalism, yang dimaksud adalah bukan tingkah masa lam¬pau yang menentukan tingkah laku sekarang, tetapi ide-ide (tujuan akhir) itu memberikan arah kepada seorang individu untuk berbuat sesuatu. 2. Striving for superiority, bahwa mula-mula Adler menyatakan agresi lebih penting dari seksualitas, kemudian dorongan agresi ini diubah menjadi keinginan untuk berkuasa. Keinginan untuk berkuasa ini diberi istilah striving for superiority. Ada 3 tabapan sebagai tujuan akhir manusia, yaitu: agresif, menjadi kuat dan menjadi superior. Striving for superiority mengejar kesempurnaan yang menyenangkan. Untuk me¬ngetahui bagaimana munculnya striving for superiority kita harus menelaah perasaan rendah diri dan kompensasi. 3. Inferiority feeling dan compensation, yaitu perasaan rendah diri dan kompensasi. Adler berpendapat bahwa seseorang yang sakit, paru-paru atau jantung, dan lain-lain, ini menunjukkan adanya rasa rendah diri yang dasar. Biasanya adanya rendah diri dalam organ tertentu diadakan kompensasi dengan latihan yang sangat intensif. Rendah diri ini disebut kelemahan, dan kelemahan ini sama dengan feminim (kewanitaan), sehingga kompensasinya adalah the masculine protest. Perasaan rcndah diri timbul sebagai akibat perasaan tidak sempurna, tidak menyenangkan dalam bagian kehidupan manusia, misalnya sewaktu masih bayi tidak mwndapat kasih sayang, ditelantarkan. 4. Sosial interest, konsep manusia terhadap minat sosial. Minat sosial meliputi kooperasi, hubungan antar personal, dan sebagainya. Adler percaya bahwa minat sosial adalah merupakan hakekat manusia, merupakan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Minat sosial adalah ciri khas manusia bukan kebiasaan, meskipun demikian minat sosial tidak spontan tetapi memerlukan bimbingan dan latihan. 5. Style of life, hal ini merupakan ciri khas teori Adler. Ini merupakan prinsip yang menjelmakan keunikan seseorang, setiap orang mempunyai style of life tetapi tidak ada dua orang yang sama style of lifenya. Setiap orang mempunyai tujuan yang sama, yakni superioritas, tetapi untuk mengarah pada tujuan tersebut setiap orang mempunyai cara-cara untuk menempuhnya sendiri. Style of life terbentuk sejak usia yang sangat muda (4 atau 5 tahun). 6. The Creative Self, menerangkan bahwa manusia membentuk kepriba¬diannya sendiri, mereka membentuk kepribadian dari bahan mentah pembawaan dan pengalaman. Creative self adalah prinsip aktif dalam kehidupan manusia, bukan konsep tentang jiwa. C. Tujuan konseling Tujuan konseling Adlerian meliputi mengurangi intensitas perasaan inferior, memperbanyak kebiasaan yang salah dalam memahami, mengubah tujuan hidup, perkembangan perasaan terhadap orang lain, meningkatkan aktivitas. Klien harus mendapatkan insight tentang kesalahan style of life mereka, menghadapi mekanisme superioritas mereka dan memperbaiki minat sosial. D. Hubungan pertolongan Adler menekankan pada hubungan face to face contact antara konselor dan klien. Adler menekankan hubungan antara faktor-faktor minat sosial dan faktor life style yang perlu dijadikan dasar dari terapi yang dilaksanakan. Proses terapi pada dasarnya adalah membantu klien agar sadar akan life style mereka yang unik. Hubungan pertolongan meliputi: 1. Membentuk dan memelihara hubungan yang baik dengan klien. 2. Mengumpulkan data mengenai klien, agar mengetahui konsep style of life klien. Data tersebut yang berhubungan dengan pembentukan style of life pada usia muda, situasi keluarga, dan bagaimana klien mengekspresikan pengalaman-pengalaman tersebut sekarang, bagaimana hubungan kakak/adik kandung, demikian juga tentang mimpi-mimpinya. 3. Interpretasi, pengertian tentang life style klien diberitahukan kepada klien. Konselor mendengarkan reaksi klien. 4. Rekonstruksi aktif, konselor mengarahkan klien secara aktif terhadap alternatif-alternatif pemecahan mengenai masalah dirinya dan lingkungannya. Penyembuhan disebabkan oleh gambaran yang matang tentang dunianya. 5. Dalam hubungan yang face to face relation dialog diusahakan suatu reedukasi (pendidikan kembali), proses sosialisasi seorang individu dan memperbaiki kepercayaan klien terhadap dirinya sendiri. Proses konseling menurut Adler mempunyai 3 komponen: 1. Memperoleh pengertian mengenai life style khusus dari klien. 2. Menjelaskan kepada klien dugaan konselor tentang life style klien, mungkin nantinya klien akan menerima atau tidak. Individual psychology yang penting mengarahkan klien dengan insight terhadap kondisi mereka. Penjelsan konselor harus sederhana, langsung dan jelas, sehingga klien merasakan dan mengerti 3. Meningkatkan minat sosial klien dengan menyatakan bahwa mereka sama dengan orang lain. Konselor bertindak sebagai guru perantara dari diri, tujuan-tujuan superiority klien dan perluasan kemasyarakatan dan minat sosial. Approach konseling menurut aliran ini, berasumsi bahwa klien salah dalam memahami life style dan kenyataan. Konselor harus membantu mereka memperoleh penguatan dan berpandangan betul terhadap kenyataan. E. Teknik-teknik penyuluhan 1. Analisis mimpi: klien diminta mengungkapkan impiannya dan konselor menganalisis 2. Asosiasi bebas: klien diminta mengungkapkan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. BAB IX GESTALT THERAPY ATAU TERAPI GESTALT A. Latar Belakang Pendekatan terapi gestal dikembangkan oleh Frederic S. Pearls pada tahun 1894 – 1970. Treapi ini berdasar filsafat eksistensialisme. Aliran ini banyak dipengaruhi oleh psikolog gestalt. Terapi ini untuk membantu individu yang mengalamai kesulitan dalam menginteregasikan diri dalam kehidupannya dan lingkungannya, sedang individu tersebut memiliki gangguan psikologis dan potensi yang dimiliki itu tidak dapat berkembang secara wajar. Inti dari terapi ini adalah penyadaran individu, penyadaran ini menunjuk pada suatu jenis pengalaman saat ini dan berkembang karena hubugan individu dengan lingkunagnnya, ddan penyadaran ini mencangkup pikiran dan perasaan bertdasarkan presepsi individu pada saat sekarang terhadap situasi sekarang atau bahwa yang paling prinsip adalah membantu individu untuk mencapai keasadaran akan dirinya dan lingkungannya. Teory ini merupakan pendekatan dalam layanan konseling yang memmandang manusia sebagai keseluruhan, bukan merupakan jumalh dari bagian-bagian kepribadian. B. Konsep Dasar Terapi ini berpandangan bahwa manusia itu dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keselueuhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan bagian-bagin, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut (perasaan, pikiran, dan sebagainya). Parsons mengemukakan beberapa asumsi pokok tentang manusia yang dipergunakan sebagai dasar dalam terapi sgestalt, sebagai berikut: 1. Manusia merupakan keseluruhan yang terdiiri dari badan, emosi, pikiran, sensasi, dan persepsi yang semuanya mempunyai fungsi dan saling berhubungan 2. Manusia adalah bagian dari lingkungannya dan tidak dapat dipelajari dan dipahami diluar dari itu. 3. Manusia adalah proactive dari pada reactive. Ia menentiukan responnya terhadap stimulus yang dari lingkungannya. 4. Manusia mempunyai kemampuan untuk emnjadi sadar akan sensasinya, pikiranya, emosinya, dan persepsi-persepsinya. 5. Manusia melalui kesadaran diiri mammpu untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap tindakan perilakunya. 6. Manusia mempunyai perlenngkapan dan sumber-sumber untuk kehidupannya secara efektif dan untuk mengembangkan diri melalui kemampuan yang dimilikinya sendiri. 7. Manusia hanya dapat mengalami sendiri dalam masa sekarang. Masa lalu dan masa yang akan datang hanya dapat dialalmi dengan melalui mengingat-ingat. Teori kepkribadian yang mendasari terapi gestalt akan diuraikan berturut-turut tentang kepribadian, frustasi, karakter, pathologi, kedewasaan dan kecemasan. 1. Kepribadian Pearls menganggap bahwa konsep kepribadian yang dikemukaakn oleh freud itu masih kurang sempurna, karena freud tidak merumuskan secra jelas mengenai lawan dari superego. Menurut pearls superego menyangkut masalah, kebenaran, kesempurnaan, kekuasaan, kebenaran, kesempurnaan. Super ego menghukum iondividu dengan adanya suatu keharusan, keinginan dan ketakutan akan ancaman. Sedang lawannya (jawab superego), adalah menuasai individu dengan penekanan yang baik dalam keadaan mempertahankan diir. Konsep dasar terapi gestalt adalah adanya pertentangan anatra kepemntingan sosial dan biologis, manusia sering menyatakan apa yang seharusnya dari pada apa yang sebenarnya. Hal ini akan mengarahkan pada manusia untuk berpandangan bahwa setiap individu tidak usah seperti apa adanya melainkan apa seharusnya. 2. Frustasi Dalam kehidupannya seseornag akan melalui fase-fase perkembangannya dan ada yang dapat berkembang secara wajar dan lancar, namun ada juga yang mengalami hambatan., serta kadanmg-kadang individu dalam kehidupannya menghadapi dua pilihan. Pertentangan yang kuat atara kebutuhan sosial dan biologis yang tidak dapat siatasi akan cenderung menimbulakn frustasi. Menurut Pearls bahwa drustasi mempunyai unsur positif bagi setiap individu, yaitu mendorong individu untuk menggunakan atau menggerakkkan sumber kekuatannya sehingga menemukan potensinya untuk memanipulasi lingkungannya. 3. Karakter Menurut pearls individu yang kurang cukup mengalami frustasi, dalam menggunakan potensinya cenderung mencipatakan suasana kebebasan atau yang lain. Disinilah bahwa individu tersebut mndapatkan apa yang disebut karakter. Pearls menggunakan istilah karakter berbeda dengan umumnya, yaitu suatu keadaan yang dapat mneghambat invidu dalam mencapai maksudnya. Perkembangan karakter menimbulkan individu kehilangan kemampuan untuk bekerjasama secara bebas dan spontan. Lebih lanjut Pearls menatakan bahwa makin berkembang karakter seseorang semakin kehilangan potensinya. 4. Pathologi Pathologi terjadi bila pikiran dan perasaan tidak dapat diterima oleh dirinya sendiri, sehinga ia kehilangan kekuatan, tenaga dan kemampuan untuk bekerjasama dengan lingkuangannya dengan baik. 5. Kedewasaan Dalam terapi Gestalt dimaksudkan untik membawa individu mencapai kedewasaan dalam kehidupannya sendiri dan dapat mengikuti kehidupan lingkungannya, individu yang mempunyai pribadi yang sehat adalah yang mampu memahami lingkungannya. Di samping itu individu tersebut selalu bertanggung jawab atas segala keputusan dan perbuatannya terhadap lingkungan. 6. Kecemasan Menurut Pearls, kecemasan itu akan terjadi apabila terdapat gap antara masa sekarang dan masa yang akan datang. Kecemasan itu timbul karena individu meninggalkan apa yang diyakini sekarang dan terlibat dalam pemikiran-pemikiran tentang keinginan yang dilakukan pada masa yang akan datang. Kecemasan disebabkan karena adanya bayangan yang buruk dimasa yang akan datang. Pada hal kecemasan itu sebetulnya hanya merupakan suatu ketidak senangan saja dan bukan suatu bencana, hal inilah sebagai awal usaha untuk penyadaran diri individu. C. Tujuan Tujuan terapi gestalt adalah sebagai usaha membantu klien dalam mengintegrasikan diri dalam lingkungannya, dan membantu klien menjadi masak dan bergerak kearah aktualisasi diri. Pearls berpendapat bahwa sebaiknya individu itu dapat mengerjakan sesuatu dari pada hanya memikirkan sesuatu saja. Dalam hal ini terapis membantu klien untuk mengukur kekuatan dan kemampuan dirinya. Dewasa berarti adanya integrasi kepribadian sebagai sesuatu keseluruhan, yaitu interagrasi dari berbagai bagian antara lain: perasaan, pikiran, persepsi, dan aspek-aspek lain kedalam suatu sistem keseluruhan. Jadi terapi gestalt bertujuanuntuk menyatukan aspek-aspek kepribadian individu untuk menjadi suatu kebulatan yaitu pribadi yang utuh dan integral. Disamping itu terapi gestalt juga berrujuan agar klien dapat bertanggung jawab atas dirinya dalam perkembangan dari aspek-aspek kepribadian yang bulat atau menuju kesistem keseluruhan. D. Hubungan Pertolongan Hubungan antara konselor dan klien dalam prakteknya dilaksanakan secara face to face relationship atau hubungan tatap muka. Dalam kenyataanya hubungan terapis dan klien itu merupakan proses terapi. Diharapkan terapis memiliki dan memahami berbagai teknik dalam membantu, namun dalam pemberian terapi penekanannya pada proses hubungan antara terapis dengan klien. Dalam terapi gestalt klien dibuat menjadi frustasi supaya ia dapat menemukan caranya sendiri yang sesuai dalam usaha untuk mengembangkan potensinya, guna menentukan dirinya. Simptom umum yang dimiliki oleh klien adalah penolakan yang dinampakkan dalam bentuk pobia, melarikan diri dan sebagainya. Pendakatan ini mementingkan disini dan sekarang proses terapinya. Jadi yang penting apa yang ada sekarang ini. Oleh karena itu dalam terapi ini terapis membantu klien untuk memahami apa yang ada atau terjadi sekarang ini dan bagaimana berbuat sekarang ini. Terapis aliran gestalt bukan hanya menganalisis saja, tetapi lebih ditekannkan untuk mengintegrasikan perhatian dan kesadaran klien. Yang dimaksud perhatian disini adalah mendengarkan apa yang diangan-angankan atau apa yang tidak disenangi. Sedangkan apa yang dimaksud dengan kesadaran adalah apa yang sedang dialaminya menyentuh pribadinya dan dunianya. Pearls juga menghidupkan kembali mimpi, tetapi bukan menganalisis mimpi melainkan klien diminta berbuat seperti apa yang dimimpikannya. E. Teknik-Teknik yang Digunakan dalam Terapi Gestalt Teknik-Teknik ini mendorong terapis dalam memberikan terapi kepada klien dengan cepat dan tepat. Teknik-tenik tersebut sebagai berikut: 1. Directed awareness: tenik ini untuk meningkatkan kesadaran klien. Pertanyaan-pertanyaan yang sederhana, langsung, membuat memusatkan kesadaran klien. Terapis menggunakan kesadaran yang ada pada klien untuk memisahkan pertentangan-pertentangan dan penyimpangan-penyimpangan dalam komunikasi verbal dan non verbal dari klien. Pengarahan dan terapis harus berpijak pada keadaan sekarang untuk diharmoniskan dengan dirinya sendiri dan terutama menggunakan potensi yang dimiliki. 2. Games of dialogue: klien ditanya untuk mengembangkan dialog antara bagian-bagian yang konflik yang ada dalam dirinya. Contohnya: anda tidak boleh mengekspresikan kemarahan anda, dan dijawabnya: tetapi saya marah. Dialog ini dimaksudkan untuk membantu membuat keduanya itu ada padanya secara penuh dan digunakan manakala terjadi penyimpangan-penyimpangan pada dirinya. 3. Playing the projection: teknik ini dipergunakan ketika klien mengeluh dan menyalahkan dengan tidak menyadari bagaimana mereka memroyeksikan sikap mereka kepada orang lain secara baik. Tujuan dari teknik ini untuk memiliki kembali dan mengintegarsikan bagian-bagian yang ada dalam dirinya. 4. Reveral techiques: denagn teknik ini dimaksudkan klien bertindak menurut sikap-sikap atau dalam sikap-sikap yang merupakan kebalikan dari apa yang mereka biasa lakukan. Cara ini untuk menolong klien menyadari bagian dari dirinya yang dia tidak tahu bahwa itu ada dan dengan demikian menolong mereka untuk memulai proses penerimaan atribut personal yang selama ini ditolaknya. 5. Assuming responsibility: klien ditanya dnegan menggunakan potongan kalimat:“saya bertanggung jawab atas hal itu“, yang diucapkan pada setiap akhir pernyataan yang diperbuatnya. Teknih ini dekembangkan utnuk menolong klien dalam menyadari fakta-fakta bahwa mereka bertanggung jawab atas sikap pemikiran dan perasaan yang dialami. 6. Staying with a feeling: teknik ini dapat diguanakan utnuk menolong klien yang mengalami perasaan-perasaan yang tidak senang. Trepis meminta klien untuk meneruskan perasaan itu betapapun sakitnya atau menakutkannya pengalaman itu dan bahkan melebih-lebihkan perasaan itu. Mengadapai dan mengalami, mempertahannkan perasaan ini memeksa klien untuk menerima pengalaman-pengalaman emosionalnya sebagai bagian dari dirinya. 7. May i feed you a setence: dalam teknik ini konselor memberikan pernyataan-pernyataan utnuk diucapakan oleh klien. Ucapan ini dapat menangkap sikap, perasaan dari klien dan ini dapat diamati oleh konselor. Sikap dan perasaan yang tidak disadari oleh klien, klien disuruh mencoba mengucapkan kalimat itu dengan cara mengulanginya. Dengan cara demikian klien dapat menjadi sadar atas sikap/perasaan yang sebelumnya ia terapkan. BAB X BEHAVIOR THERAPY ATAU TERAPI PERILAKU A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu tingkah laku manusia banyak dipelajari oleh ilmu-ilmu social untuk memahami, meramalkan dan mengkontrol tingkah laku manusia tersebut. Kemudian timbul bacaan yang membicarakan tentang tingkah laku menyimpang dan dibutuhkannya cara pemecahannya. Inilah yang diteliti oleh Behavior Therapy dan kemudian dikembangkan dan memberikan hasil yang memuaskan. Teori ini merupakan pendekatan yang benar-benar baru. Eksperimen Pavlov dengan classical conditioning memberikan pengaruh yang besar terhadap teori ini. Pavlov mengungkapkan berbagai kegunaan teori dan tekniknya dalam memecahkan masalah tingkah laku abnormal, seperti hysteris, obsessional, nerosis dan paranoid. Pengaruhnya menjalar ke Amerika Serikat dan tercermin pada karya Watson, Burnham dan Mateer, yang menggunakan tenik conditioning pada anak-anak. Demikian juga hasil eksperimen pada hewan di laboratorium dimanfaatkan pada penelitian tingkah laku manusia nerosis. Prinsip conditioning digunakan tidaka hanya dalam menyembuhkan gejala-gejala yang sderhana, akan tetapi jaga sampai pada tingkah laku yang lebih kompleks, seperti kecemasan, phobia dan psikosis. Istilah Behavior Therapy pertama kali digunakan oleh Lindzey pada tahun 1945, yang kemudian lebih sering dikenalkan oleh Lazarus tahun 1958. Istilah ini lebih dikenal di Inggris, sedangkan di Amerika Serikat lebih dikenal dengan behavior modification. Di kedua negara itu behavior therapy hampir serempak terjadi. Kemudian beberapa ahli mengadakan interpretasi dan manual bagaimana menerapkan behavior therapy ini dalarn masa berikutnya., yaitu antara tahun. 1969 - 1970. Dalam hal ini diadakan latihan-latiban untuk para guru, orang tua dan para ahli kesehatan pada klinik-klinik, dan kemungkinan penggunaannya dibidang-bidang lain. Untuk lebih memperluas perkembangpn behavior therapy diadakan konferensi pada tahun 1973 di Los Angeles yang kemudian meluas ke daerah .Amerika lainnya, Canada, Amerika Selatan, Eropa dan juga Australia, sehingga terlihat dengan perkembangannya behavior therapy ini menggeser psikoanalisis B. Konsep dasar Konsep dasar yang dipakai behavior therapy adalah belajar. Belajar yang dimaksud disisni adalah pehubahan tingkah laku yang disebakan karena kematangan. Teori belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tinkah laku dalam laboratorium. Para ahli berasumsi bahwa seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar, dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. Manusia mempunyai dorongang yang bersifat fisik, melalui social learning terbentuk motif, yang dengan motif ini individu didorong untuk mencapai tujuan. Respon itu kalau diganjar, cenderung individu inti mengulang-ulangi. Dengan pengulangan ini akan terbentuk tingkah laku. Pada manusia cenderung akan mengambil stimulus yang menyenangkan dan menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan, Sehingga dapat menimbulkan tingkah laku yang salah atau tidak sesuai. Konsep utama dari behavior therapy reinfortement hal ini dapat merupakan ganjaran tersendiri, misalnya: apabila mengubah tingkah laku yang gagap, tidak perlu memberi ganjaran khusus. Sesudah ia tidak gagap, tetapi tidak gagapnya itu sendiri merupakan ganjaran bagi individu tersebut. Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu itu hanya mengambil yang disenagi dang menghindari yang tidak disenangi. Spikoterapis melatih klien untuk juga dapat bertingkah laku yang menurut pendapatnya tidak menyenangkan. Bila seorang klien datang pada seorang spikoterapis bahwa ia mengalami suatu kecemasan, salah satu cara untuk menghindarkan kecemasan itu dengan memanipulasi stimulus sehingga menimbulkan respon yang mendatangkan satu ganjaran, maka terapis itu menolong klien mengurangi kecemasan. Menurut Brammer prinsip belajar yang telah diaplikasikan dalam terapi adalah operant conditioning dan desensitization. Operant conditioning yaitu bahwa kecemasan tidak merupakan variable yang utama. Yang penting dalam teknik ini penggunaan reinforcement dalam mengganti tingkah laku yang maladaptive. C. Tujuan Behavior Therapy Tujuan dari aliran ini adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah lakubaru. Behavior therapy dirumuskan sebagai aplikasi metode eksperimen terhadap masalah tingkah laku abnormal dan maladaptive. Behavior therapy beranggapan bahwa gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui hasil belajar, sehingga dapat lebih sesuai. Pendekatan ini tidak banyak menggunakan bahasa verbal, tetapi langsung menggarap simptom yang tampak pada klien. Apabila klien mengeluh karena mengalami kecemasan, konselor tidaka akan mencoba menelisuri sejara hidup klien, tetapi akan menyusun langkah-langkah reconditioning untuk meringankan gejala-gejala kecemasan tersebut. Pendekatan ini bertujuan menhilangkan tingkah laku yang maladaptive dan membetuk tingkah laku baru. Eysenck melukiskan karakteristik Behavior therapysebagai berikut: 1. Bahwa Behavior therapy memandang symptom sebagai unadaptive conditioned response, juga sebagai bukti adanya kekeliruan hasil. 2. Memandang bahwa simptom-simptom tingkah laku itu ditentukan berdasarkan perbedaan individu yang terbentuk secara conditioning dan otonom, sesuai dengan lingkungan masing-masing. 3. Menggangap penyembuhan gangguan nerotik itu sebagai pembentukan kebiasaan yang baru. 4. Menganggap bahwa pertalian pribadi tidaklah esensial bagi penyembuhan gangguan nerotik, sekalipun untuk hal-hal tertentu kadang-kadang diperlukan. Dapatlah disimpulakan bahwa Behavior therapy bertujuan menhilangkan symptom-simptom yang maladaptive serta membentuk tingkahlaku well adaptive. D. Hubungan Pertolongan Hubungan antara konselor dan klien sangat tergantung pada masalah yang dihadapi. Masalah yang banyak membutuhkan latihan, umpamanya penanggulangan ngompol, maka hubungan di sini hanya bertindak sebagai pengatur alat atau hanya terbatas pada menyuruh atau intruksi. Seperti telah diutarakan di atas bahwa bubungan yang bersifat pribadi secara akrab dan efektif tidak selalu dibutuhkan. Langkah-langkah dalam konseling bervariasi, tidak ada satu pola tertentu. Namun demikian proses konseling di sini membutuhkan suatu framework untuk megajar klien dalam mengubah tingkah lakunya, supaya konseling berjalan efektif. Framework yang dipakai sebagai pedoman adalah sebagai berikut: 1. Assesment Tujuan dari Assesment ini untuk memperkirakan apa yang diperbuat klien pada waktu itu. Konselor menolong klien untuk mengemukakan keadaannya yang benar yang dialaminya pada waktu itu. Assesment ini diperlukan untuk memperoleh informasi model mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah. 2. Goal Seeting Berdasarkan informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis, konselor dan klien menyusun perangkat untuk merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Biasanya tujuan ini memberi motivasi dalam mengubah tingkah laku klien dan menjadi pedoman teknik mana yang akan dipakai. Kriteria yang disarankan dalam merumuskan tujuan: a. Tujuan yang harus diinginkan oleh klien b. Konselor harus menolong klien dalam mencapai tujuan. c. Tujuan harus mungkin untuk dicapai. 3. Technique Implementation Maksudsnya yaitu menentukan strategi belajar mana yang akan pakai dalam mencapai tingkah laku klien yang ingin diubah. 4. Evaluation - Termination Evaluasi di sini untuk melihat apa yang telah dilakukan oleh klien. Apakah konseling efektif, dan apakah teknik yang digunakan cocok? Bila tujuan tidak tercapai, mungkin teknik yang digunakan cocok, teknik tidak harus hanya satu yang dipakai, tetapi dapat beberapa teknik atau diganti-ganti. Termination adalah berhenti untuk melihat apakah klien bertindak tepat. 5. Feedback Feedback diperlukan untuk memperbaiki proses konseling. E. Tenik Yang Digunakan Behavior therapy merumuskan suatu kosep tingkah laku menyimpang adalah disebabkan oleh proses belajar yang salah, maka konsep itu digunakan dalam terapi. Dengan menggunakan berbagai teknik sebagai berikut: 1. Desensitization: Wolpe menyebutkan teknik ini Systematic Desensitization. Teknik ini menenangkan klien dari ketegangannya dengan jalan mengajarkan klien untuk santai (relax). Apabila telah mampu melaksanakan rileks, ia dibantu untuk menyusun urutan stimulus yang mencemaskan. Secara bertahap klien membanyangkan stimulus mulai dari yang paling kurang mencemaskan, sehingga yang paling mencemaskan. Klien dilatih untuk tetap rileks di saat mengahdapi stimulus yang mencemaskan itu. Demikian seterusnya hingga ia dapat membayangakan stimulus ini bebas dari kecemasan. Tujuan teknik ini ialah mengantikan perasaan cemas terhadap stimulus tertenti dengan perasaan rileks. 2. Assertive training: merupakan latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan kecemasan. Klien yang menunjukan rasa cemas, diberitahu bahwa dirinya mempunyai hak untuk mempertahankan dirinya. Ia dilatih untuk memelihara harga dirinya, terus berulang kali diberi latihan mempertahankan diri. Latihan seperti ini memungkinkan klien dapat mengendalikan lingkungannya. 3. Sexual training: di pergunakan untuk menghilangkan kecemasan yang timbul akibat pergaulan dengan jenis kelamin lain. Untuk perwatan seperti ini Wolpe menyuruh kliennya untuk bekerja dengan jenis kelamin lain untuk menghindari respon cemas. Kegiatan ini berulang kali dilakukan hingga kecemasan hilang. Lazarus mengusulkan teknik ini yang dicoba kepada seorang wanita yang takut diraba oleh suaminya. Ia disuruh rileks dan membayangkan suaminya mendekatinya, merabanya. Apabila ia sudah dapat tenang dan rileks di saat itu, langkah berikutnya membayangkan suaminya merabanya dan merasa tidak cemas lagi. Teknik Wolpe dan Lazarus ini sebaiknya dikombinasikan. 4. Aversion therapy: digunakan untuk mengilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksud untuk meningkatkan kepekaan klien agar menganti respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Contoh: foto pria telanjang diperlihatkan kepada seorang homosex, sambil mengalir stroom listrik pada kaki yang tidak beralas. Ternyata tiga kali perawatan ini sangat efektif. 5. Cavert Sensitization: digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homosex, alcholism. Caranya: balajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang disenangiitu. Kemudian di saat itu di minta membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Misalnya seseorang peminum, sambil rileks di minta untum membayangkan minuman keras. Di saat gelas hampir menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin muntuh. Hal ini diminta berulang kali dilakukan, hingga hilang tingkah laku peminumnya. 6. Thought Stopping: digunakan bagi klien yang sangat cemas. Caranya klien disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang menganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata “saya jahat”. Jika memberi tanda sedang membayangkan yang dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: “saya jahat”), terapis segera berteriak dengan nyaring. “Berhenti!”. Pikirang yang tidak karuan itu segera diganti oleh terikan terapis. Klien diminta berulang-ulang kali melakukan latihan ini, hingga dirinya sendiri sangup menghentikan pikiran yang menganggunya itu. 7. Imitation atau Modeling: salah satu belajar adalah seolah-olah klien itu mengalami sendiri atau melihat orang lain mengalami dan ia mengikuti apa yang dilakukan orang lain itu dalam menanggulangi masalah. Klien akan menirunya. Role playing adalah salah satu contoh dari teknik ini. Modeling ini dapat dilakukan dalam situasi sebenarnya, film atau tape.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar