oleh : Sunaryo
(STIAB )
“SMARATUNGGA” BOYOLALI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah
merupakan keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. Pelaksanaan hukum dapat
berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat terjadi juga karena
pelanggaran hukum maka hukum harus ditegakkan.
Pembangunan dan
pembinaan hukum di Indonesia didasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, yang diarahkan agar dapat menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga
masyarakat dapat menikmati suasana tertib dan adanya kepastian hukum yang
berintikan keadilan.
Sejak adanya UU
Tahun 1958 No.73 yang menentukan berlakunya UU Tahun 1946 No.1 tentang
peraturan hukum pidana dengan perubahan dan tambahan untuk seluruh indonesia,
hukum pidana materiil yang tersebut dalam perundangan-perundangan, menjadi
seragam untuk seluruh tanah air. Perubahan-perubahan
dan tambahan-tambahan yang diadakan oleh kedua undang-undang tersebut, disusun
dalam hukum induknya, yaitu berlaku pada tanggal 8 Maret 1942, Menurut pasal VI
UU Tahun 1946 No.1, nama resminya dari “Wetboek Van Strafrecht”, yang dapat
disebut “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”, maka KUHP menjadi up-to-date, dan dipakai diseluruh
Nusantara. (Moeljatno, 2001. V).
KUHP sebagai hukum acara pidana
nasional yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan dasar Negara
Pancasila bermuatan ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap
keluhuran harkat serta martabat manusia yang lebih dikenal dengan nama Hak
Asasi Manusia (HAM). Atas dasar HAM maka segala macam sikap dan tingkah laku
para pejabat penegak hukum yang mencerminkan perlindungan terhadap Hak Asasi
Manusia yang terjadi pada masa berlakunya HIR harus dapat dihilangkan dan
dicegah agar tidak terulang kembali. Dalam praktik hukum selama ini, KUHP telah
berusia panjang (belasan tahun) ternyata cita-cita hukum yang terkandung dalam
KUHP belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. (Kuffal. 2005. iii).
Hukum pidana dan hukum acara pidana
sejak awal keberadaannya diperuntukan bagi perlindungan masyarakat terhadap
kesewenang-wenangan penguasa. Oleh karenanya, sering dikatakan bahwa fungsi
dari aturan hukum acara pidana adalah untuk membatasi kekuasaan negara dalam
bertindak terhadap warga masyarakat yang terlibat dalam proses peradilan
pidana. Ketentuan-ketentuan dalam hukum acara pidana antara lain berfungsi
untuk melindungi para tersangka dan terdakwa, terhadap tindakan aparat penegak
hukum dalam menjalankan fungsi penegakan hukum melalui lembaga peradilan.
Pelanggaran terhadap hukum pidana akan mendapat sanksi yang
berupa penderitaan, tekan batin atau siksaan badan jasmani. Adanya ancaman
hukum melalui badan jasmani dimaksudkan agar orang tidak mengulangi
perbuatannya kembali (melakukan perbuatan yang merugikan orang lain serta mengancam
ketertiban umum). Bentuk siksaan ini berupa hukuman pidana penjara, kerja paksa
atau hukuman mati.
Salah satu kejahatan yang rawan terjadi adalah pencurian.
Dan kasus pencurian ini terjadi dalam berbagai motif dan modus yang senantiasa
meresahkan warga masyarakat. Ada
istilah pencurian spesialis curanmor, ada juga beredar istilah pencurian
spesialis rumah kosong. Yang pada intinya adalah mengambil tanpa ijin bahkan
secara paksa barang milik orang lain.
Hal ini tentunya menjadi pedoman bagi masyarakat agar lebih
berhati-hati karena kejahatan terjadi bukan hanya adanya niat tetapi juga
adanya kesempatan dan kondisi masyarakat yang lengah. Masyarakat hendaknya
selalu waspada terhadap segala hal yang sifatnya mencurigakan. Bisa jadi itu
merupakan suatu modus yang digunakan untuk melakukan kejahatan.
Negara indonesia adalah negara
hukum tetapi kenyataannya kejahatan terus saja meningkat dan terjadi dimana-mana.
Lalu bagaimanakah hukum di indonesia menangani kasus-kasus hukum yang terjadi
dan hukuman apakah yang didapatkan oleh pelaku kejahatan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian hukum pidana?
2.
Bagaimana wujud kasus tindak
pidana?
3.
Bagaimana proses persidangan di
Pengadilan Negeri berlangsung?
4. Bagaimana pengambilan keputusan pada
sidang?
5. Bagaimana Pengertian Pencurian ?
C. Tujuan Observasi
1. Mendeskripsikan pengertian hukum pidana.
2. Mendeskripsikan wujud kasus tindak pidana.
3. Mendiskripsikan bagaimana proses persidangan di
Pengadilan Negeri.
4. Mendiskripsikan pengambilan keputusan pada sidang.
5. Mendiskripsikan Pengertian Pencurian.
D. Manfaat Observasi
1. Secara Teoritis
Observasi di
Pengadilan secara teoritis akan memperkaya pengetahuan mahasiswa akan wawasan
tentang hukum yang berlaku di Indonesia. Walaupun sebagai mahasiswa STIAB yang
difokuskan pada bidang keagamaan, dengan adanya observasi tersebut memahami
konsep hukum dengan lebih baik dan nyata, sehingga dapat menjadi anggota
masyarakat yang taat hukum.
2. Secara Praktis
Mahasiswa perlu
mendapat pengalaman secara langsung berkenaan dengan kasus yang melanggar hukum,
proses persidangan dan proses pengambilan putusan terhadap kasus yang di
sidangkan. Semua pengalaman praktis tersebut dapat diperoleh dengan kegiatan
observasi di pengadilan.
E. Metode yang
digunakan
Metode yang penulis
lakukan adalah metode pengamatan langsung (observasi) terhadap proses
persidangan suatu kasus pelanggaran hukum. Observasi tersebut dilaksanakan di
Pengadilan Negeri Surakarta karena
dengan metode tersebut para mahasiswa dapat menyaksikan langsung proses
persidangan sehingga akan memperoleh pengalaman secara nyata berkenaan dengan
proses persidangan.
Selain itu metode
observasi akan lebih efektif bagi para pelaksana karena berhadapan langsung
dengan obyek yang diamati, sehingga apabila ada permasalahan yang dihadapi akan
dapat diatasi secara langsung dengan pihak yang berkaitan dimana didalam metode
observasi juga ada metode tanya jawab. Oleh karena alasan itulah maka metode
observasi dipilih dan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil hukum di Indonesia.
Asal-usul di
Indonesia terdapat peraturan hukum yang di berlakukan dengan adanya setelah
Revolusi Perancis sampai 12 Agustus 1800, Napoleon membentuk panitia yang
diserahi tugas membentuk kodifikasi hukum. Yang menjadi sumbernya adalah (1)
hukum Romawi yang digali dari hasil karya para sarjana bangsa Perancis, (2)
hukum kebiasaan Perancis, (3) ordonance-ordonance, (4) hukum intermediare.
Saat Perancis
menjajah Belanda dan Belgia, hukum Perancis diberlakukan di Belanda dan Belgia.
Lalu Belanda menjajah Indonesia sehingga
di Indonesia diberlakukan hukum Perancis pada tanggal 1 Mei 1848. Hukum
Indonesia terdiri dari KUHP perdata (Hukum Perorangan, Kebendaan, Perikatan,
Pembuktian dan Daluwasa), KUHD (Hukum Dagang umum, Pelayaran, Kepailitan), KUHP pidana (Aturan Umum,
Kejahatan, dan Pelanggaran). Dasar hukum Belanda yang masih diberlakukan di
Indonesia adalah aturan peralihan pasal II dan IV UUD Republik Indonesia tahun
1945, dan peraturan Presiden 1945: 2 tanggal 10 Oktober 1945.
- Pengertian hukum di Indonesia.
Hukum merupakan
suatu peraturan yang ditaati dan dipatuhi oleh semua orang yang berlaku umum.
Aturan-aturan ini saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain dan
saling menentukan atau melengkapi. Sumber
hukum formal yang terdapat di Indonesia:
a. Undang-undang : segala peraturan perundang-undangan. Agar suatu
undang-undang bisa berlaku dan mengikat, maka harus diundangkan dilembaran
Negara oleh Menteri Sekretaris Negara.
b. Yurisprudensi : keputusan hukum dari seorang seorang hakim
terdahulu yang kemudian diikuti oleh hakim-hakim berikutnya sebagai acuan
didalam menangani kasus yang sama.
c. Traktat : suatu perjanjian antara negara yang satu dengan
negara yang lain bersifat mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum bagi
warga negara masing-masing yang mengikatkan diri.
d. Kebiasan : perbuatan sehari-hari yang dilakukan secara
berulang-ulang dalam hal yang sama, sehingga menjadi adat kebiasaan dan ditaati
oleh masyarakat.
e. Doktrin : suatu intruksi dari seseorang yang dianggap ahli
oleh kelompok tertentu, sehingga menjadi sangat berpengaruh bagi hakim didalam
mengambil keputusan.
2. Pembagian hukum di Indonesia.
Hukum yang berlaku
di Indonesia dibagi menjadi beberapa hukum yaitu:
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang didalamnya
mencakup hukum perorangan, hukum kebendaan, hukum perikatan, hukum pembuktian
dan daluwarsa.
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu hukum
dagang umum, hukum pelayaran, hukum kepailitan.
c. Kitab Undang-undang hukum pidana, yaitu aturan
umum, kajahatan, pelanggaran.
B. Hukum Pidana
Hukum
pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran- pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan tersebut diancam
dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Hukum pidana memiliki hubungan antara
warga negara dengan negara sebagai organ yang menguasai tata tertib masyarakat.
Dalam hukum pidana di
Indonesia masih mengadopsi dari hukum Belanda. Dalam KUHP Pidana terdapat tiga
buku antara lain:
Buku pertama yaitu tentang percobaan, tentang mengajukan dan menarik
kembali pengaduan, dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas
pengaduan dan sebagainya. Buku kedua yaitu tentang kejahatan terhadap keamanan
negara, kejahatan terhadap keksusilaan, tentang penghinaan, tentang pencurian,
tentang perbuatan curang dan sebagainya. Buku ketiga yaitu tentang pelanggaran
ketertiban umum, tentang pelanggaran mengenai asal-usul dan perkawinan.
Pada umumnya dalam kasus pidana akan segera diambil tindakan oleh
pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, pihak yang menjadi
korban cukup melaporkan kepada yang berwajib, pihak yang melaporkan menjadi
saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi penggugat adalah penuntut umum
(Jaksa). Tetapi dalam tertentu seperti kasus pemerkosaan dan perzinahan, pihak
yang berwajib tidak akan mengambil tindakan jika tidak ada pengaduan oleh pihak
yang dirugikan. Dalam hukum pidana juga dikenal apa yang disebut dengan acara
pidana yaitu peraturan yang mengatur proses berlangsungnya penangkapan hingga
penjatuhan putusan dalam perkara pidana.
C. Kronologi Proses acara Pidana.
1. Pemerikasaan pendahuluan
Tindakan pengusutan dan penyelidikan apakah suatu
sangkaan itu benar-benar beralasan atau mempunyai dasar-dasar yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau tidak.
Pengusutan yaitu unsur menyelidiki, mencari
kejahatan dan pelanggaran yang terjadi. Tugas ini dibebankan pada
pejabat-pejabat khusus (kepala desa, camat, pejabat polisi, penuntut umum pada
Pengadilan Negeri yang ditentukan dalam peraturan perundangan).
Penyelesaian pemeriksaan pendahuluan untuk meninjau
secara yuridis, yakni mengumpukan bukti-bukti dan mnenetapkan ketentuan pidana
apa yang dilanggar. Penuntutan pengajuan perkara kesidang pengadilan
oleh pegawai penuntut umum.
2. Pemeriksaan dalam sidang pengadilan
Bertujuan untuk meneliti dan menyaring apakah suatu
tindak pidana itu benar atau tidak, apakah bukti-bukti itu sah atau tidak dan
apakah kitab undang-undang kukum pidana yang dilanggar itu sesuai perumusannya
dengan tindakan pidana yang telah terjadi itu.
3. Pelaksanaan Hukuman
Dalam pelaksanaan hukuman
terdapat beberapa hal :
a. Denda
b. Penyitaan barang-barang
c. Hukuman pidana penjara
Semua
tindak pidana dalam proses hukumnya tidak lepas dari Hukum Acara Pidana yaitu
peraturan hukum yang menunjukan dan gambaran dan penjelasan secara rinci atas
peristiwa pidana yang dilakukan oleh seseorang. Hukum Acara Pidana tersebut
menjadi alat untuk melaksanakan tuntutan dan memperoleh peradilan. Dengan
mengacu pada Hukum acara pidana maka suatu tindak pidana akan menjadi lebih
jelas karena didalam acara pidana memuat penjelasan secara detail baik proses,
cara dan keterangan lain berkenaan dengan suatu tindak pidana.
Dalam
hukum acara pidana terdapat sepuluh asas yaitu: (1). Perlakuan yang sama atas
diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan perlakuan;
(2). Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diperbolehkan oleh
undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur denga
undang-undang; (3). Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut
dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adannya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum yang tetap; (4). Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan,
dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi
ganti kerugian atau rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat
penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan azas
hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman
administratif; (5). Peradilan yang dilakakukan dengan cepat, sederhana, dan
biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapka secara
konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan; (6). Setiap orang yang tersangkut
perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata
diberikan untuk melakasanakan kepentingan pembelaan atas dirinya; (7). Kepada
seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain
wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang telah didakwakan kepadanya,
juga wajib diberitahu bahwa itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta
bantuan penasehat hukum; (8). Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan
hadirnya terdakwa; (9). Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum
kecuali dalam hal lain diatur dalam undang-undang; dan (10). Pengawasan
pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua
pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ini
merupakan asas yang harus dilakukan oleh setiap para penegak hukum sehingga
dalam proses peradilan akan dapat tercipta suatu proses yang adil. Setiap
proses acara pidana harus memperhatikan asas-asas tersebut dengan seksama.
Hukum memang suatu peraturan, akan tetapi dalam menegakkan peraturan tersebut
juga diperlukan adanya aturan, dan asas-asas tersebut merupakan aturan yang
harus ditaati dalam upaya penegakkan aturan (hukum) yang berlaku.
D. Delik
Delik adalah
perbuatan pidana yaitu segala perbuatan yang melanggar hukum dan perbuatan
tersebut diancam dengan hukuman. Perbuatan pidana sebagai pelanggaran hukum
tersebut merupakan suatu bentuk peristiwa pidana yaitu suatu kejadian yang
mengandung unsur perbuatan yang dilarang oleh uandang-undang, maka pelaku
perbuatan yang menimbulkan peristiwa tersebut diancam dengan hukuman.
Delik terdiri dari
6 (enam) macam yaitu : (1). Delik Formal adalah suatu perbuatan pidana yang
sudah selesai dilakukan dan benar-benar melanggar ketentuan seperti yang
dirumuskan dalam undang-undang; (2). Delik Material adalah suatu perbuatan
pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari pebuatan itu; (3). Delik
Dous adalah suatu perbuatan pidana yang secara sengaja dilakukan oleh pelaku;
(4). Delik Ulpha adalah perbuatan pidana yang dilakukan tanpa unsur
kesengajaan, yaitu karena kealpaan atau kelalaian pelaku; (5). Delik Aduan
yaitu suatu perbuatan pidana yang diketahui karena adanya pengaduan dari pihak
lain; dan (6). Delik Politik yaitu suatu tindak pidana yang ditujukan terhadap
keamanan negara. Berdasarkan pada delik, maka tindakan pidana yang terjadi
digolongkan sesuai dengan kriterianya. Akan tetapi berdasarkan undang-undang,
setiap perbuatan pidana wajib mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang
yang berlaku.
Tahapan pelaksanaan
persidangan:
1. Pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum
2. Memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk
mengajukan esensi.
3. Menjawab atas esensi yang diajukan oleh terdakwa.
4. Majelis hakim memberi keputusan.
5. Pemeriksaan saksi-saksi, terdakwa, tuntutan jaksa,
pembelaan.
6. Pembuatan putusan.
E. Pengertian Pencurian
Menurut Poerwadarminta dalam kamus
umum bahasa indonesia mengatakan sebagai berikut: “pencurian berasal dari kata
dasar curi yang berarti berbagai-bagai perkara pencurian, sedangkan arti dari
pada pencurian adalah perkara (perbuatan dan sebagainya) mencuri (mengambil
miliki orang tidak dengan jalan yang sah)”. Pengertian pencurian perlu kita
bagi menjadi dua golongan, yaitu: pencurian secara aktif dan pencurian secara
pasif.
Ø Pencurian secara aktif: tindakan mengambil hak milik orang lain
tanpa sepengetahuan si pemilik.
Ø Pencurian secara pasif: tindakan menahan apa yang seharusnya menjadi
miliknya orang lain.
Di dalam rumusan pasal 362 KUHP dapat
diketahui bahwa tindak pidana pencurian itu merupakan tindak pidana yang
diancam hukuman adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah “mengambil”
barang orang lain.
Pencurian dalam agama Buddha adalah
mengambil atau merampas barang yang tidak diberikan pemilikinya, dalam hal ini
pemilik sangat dirugikan oleh pencuri. Suatu pencurian telah terjadi bila
terdapat empat faktor sebagai berikut: 1) suatu barang milik orang lain (Parapariggahitam) 2)
mengetahui bahwa barang itu ada pemiliknya (Parapariggahitasannita) 3) berniat untuk mencuri (Theyyacittam) 4)
melakukan usaha untuk mengambilnya (Upakkamo) 5) berhasil mengambil melalui
usaha itu (Tenaharanam). Yang dimaksud dengan “berhasil melalui usaha itu” ialah bila barang itu telah berpindah dari
tempat semula. Misalnya, pencurian kambing telah terjadi bila keempat kaki
kambing itu telah berpindah tempat. Pencurian benda lain telah terjadi bila
bila barang itu telah terangkat dari tempat barang itu terletak.
Pelanggaran sila kedua berakibat
buruk, sesuai dengan kekuatan kehendak untuk mencuri. Kekuatan kehendak itu
ditentukan oleh: nilai barang yang dicuri dan tingkat kemajuan rohani pemilik
barang yang dicurinya atau milik orang suci (Rashid, 32).
Akibat buruk dari mencuri ialah hidup
dalam kemiskinan, dinista, dihina, dirangsang oleh keinginan-keinginan yang
senantiasa tidak tercapai, hidup senantiasa tergantung pada orang lain. Sedangkan
di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di menjelaskan bahwa pencurian adalah
mengambil barang sesuatu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Tindak pidana pencurian ini termasuk
dalam golongan “pencurian biasa” yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut: (1)
tindakan yang dilakukan ialah “mengambil”, (2) yang diambil adalah barang, (3)
status barang tersebut sebagian atau seluruhnya menjadi milik orang lain, (4)
tujuan perbuatan tersebut ialah dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan
melawan hukum (melawan hak).
Perbuatan mencuri dapat dikatakan
selesai apabila barang yang diambil itu sudah berpindah tempat. Bila pelaku
baru memegang barangnya, kemudian gagal karena ketahuan pemiliknya maka
seseorang tersebut belum dapat dikatakan mencuri akan tetapi baru melakukan apa
yang dikatakan “percobaan mencuri”.
Selanjutnya untuk dapat dikatakan
mencuri apabila, “pengambilan” itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk
dimilikinya. Orang yang karena keliru mengambil barang orang lain, tidak dapat
dikatakan “mencuri”. Seseorang yang memperoleh barang dijalan kemudian
diambilnya dengan maksud untuk dimiliki dapat pula dikatakan mencuri. Tetapi
apabila barang itu kemudian diserahkan kepada polisi, tidak dapat dikatakan
mencuri. Namun apabila kemudian setelah orang itu sampai dirumah timbul niatnya
untuk memiliki barang tersebut, padahal rencana semula akan diserahkan kepada
polisi, maka orang itu dapat digolongkan mencuri sesuai pasal 373, karena waktu
barang itu dimilikinya sudah berada ditangannya.
BAB III
HASIL OBSERVASI
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
observasi bahwasanya semua tindak pidana baik berupa pelanggaran maupun
kejahatan perlu adanya tindakan tegas dari yang berwajib. Salah satunya kasus
pencurian, karena hal ini dapat meresahkan masyarakat sekitar. Tindak pidana
kasus pencurian penanganannya tidak hanya melalui nasehat belaka melainkan
dihadapkan ke meja hijau agar terdakwa tidak mengulangi perbuatan tersebut
karena adanya sanksi yang dijatuhkan.
Pengamatan di Pengadilan Negeri Surakarta, memberikan wawasan bagi penulis khususnya dan mahasiswa pada umumnya,
tentang proses persidangan dalam suatu perkara pidana yang dihadapkan kemeja
sidang dengan demikian mahasiswa dapat membedakan perkara pidana dalam perkara
umum dan perkara pidana ringan.
Suatu perkara pidana tindak pencurian, akan dapat
diproses bila ada laporan dari pihak yang dirugikan, saksi atau aparat hukum. Sebagaimana setelah penulis mengikuti jalannya
sidang lanjutan pencurian maka hasil keputusan sidang terdakwa melanggar pasal:
362 (1) ke-3, 4, 5 KUHP. Yaitu tentang pencurian. Maka
pencurian ini digolongkan “pencurian berat” dan diancaman hukuman yang lebih
berat, berupa denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah atau dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada para pembaca khususnya para
pelajar dan mahasiswa agar dapat mengerti, memahami
dan melaksanakan hukum di Indonesia. Dengan adanya persidangan kasus pencurian yang merupakan salah satu bentuk
tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwah diatas serta setelah
penulis mengungkap bentuk pelanggaran tersebut, diharapkan dengan adanya
laporan ini, warga negara indonesia hendaknya menghindari bentuk pelanggaran
hukum ataupun bentuk kejahatan. Semoga warga indonesia dapat mematuhi peraturan
hukum yang ada di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kuffal. 2005. Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Dalam Praktik Hukum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Moeljatno. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Rashid, Teja. Sila
dan Vinaya. Jakarta: Buddhis Bodhi.
Sugadhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha
Nasional.
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/pengertian-hukum.html
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/tujuan-hukum.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar