Kamis, 21 Juni 2012

Kondisi perekonomian di India pada Abad ke 6 SM


Keadaan perekonomian di India pada abad ke 6 SM dalam masa transisi dari sistem perekonomian yang menitik-beratkan pada sektor pertanian ke sistem perekonomian yang menitik-beratkan pada sektor perdagangan. Bisa dikatakan bahwa kedua sektor, yaitu negara (pemerintah) dan swasta, memegang peranan yang cukup penting dalam usaha menyediakan lapangan kerja dan mengembangkan kesejahteraan rakyat banyak. Pada zaman Sang Buddha, meskipun kedua sektor tersebut memegang peranan penting dalam pengembangan ekonomi, tetapi pengaruh sektor swasta adalah cukup besar. Hal ini bisa dilihat dengan munculnya beberapa multi-milioner (mahasetthi), seperti Visakha, Anathapindika, dan sebagainya, yang menguasai sebagian perekonomian yang ada pada waktu itu. Pada umumnya, tanah yang ada dikuasai oleh para raja atau pemimpin yang berkuasa, sedangkan perdagangan dikuasai oleh sektor swasta.
Tentang jenis-jenis pekerjaan yang ada pada waktu itu bisa dilihat dari Kitab Jataka dan beberapa sutta seperti Tamo-tama Parayana Sutta, Kutadanta Sutta, dan sebagainya. Menurut sumber-sumber yang ada, mereka yang bekerja di bawah raja bisa dikelompokkan menjadi 25 kelompok yang masing-masing mempunyai tugas yang berbeda-beda. Di antaranya para prajurit, tukang masak, tukang potong rambut, pencuci, sekretaris, pembuat barang-barang kerajinan, akuntan, penjaga gajah, dan sebagainya. Sedangkan masyarakat yang bekerja diluar kerajaan bisa dibagi menjadi 18 kelompok, seperti tukang kayu, pandai besi, tukang batu, pengrajin kulit, pot, gading, tukang jagal, pemburu binatang, pelaut, dan masyarakat yang bekerja dalam bidang transportasi, perdagangan, dan sebagainya.
Pada abad ke 6 SM, perdagangan barter sudah mulai ditinggalkan dan perdagangan dengan cara menilai barang dengan uang sudah mulai populer. Hampir semua transaksi perdagangan dilakukan dengan dengan alat pembayaran yang disebut dengan kahapana, sebuah logam (perunggu) yang beratnya sekitar 146 biji padi. Selain itu para pedagang menggunakan surat kuasa (seperti cek) yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran. Demikian juga disebutkan bahwa sistem perbankan sudah dikenal. Mereka menggunakan meminjamkan uang kepada mereka yang memerlukan, dan interest (bunganya) ditentukan oleh hukum yang ada pada waktu itu. Sebagai contohnya, menurut hukum tersebut jika seseorang menabung, maka dia akan mendapatkan bunga dengan rate of interest 18 % per tahun. 

 Tinjauan tentang materi atau kekayaan
Dari apa yang telah kita bahas di atas, kita dapat mempunyai gambaran bahwa definisi ekonomi adalah sangat kompleks. Dalam pengertian yang luas, ekonomi menyangkut semua aktivitas untuk mendapatkan kekayaan dan dalam pengertian yang lebih sempit, ekonomi mempelajari tentang motif yang digunakan oleh setiap orang untuk melindungi dan memuaskan segala keinginannya. Dalam hal ini, ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu mempelajari tentang beberapa sebab di mana adanya ketergantungan materi dan kesejahteraan manusia dan juga beberapa sebab yang mempengaruhi dan mengontrol produksi barang-barang kebutuhan, cara penjualannya, dan sebagainya.
Dikarenakan adanya keterkaitan semua aktivitas dan motif manusia dalam semua aspek ekonomi, maka ekonomi, menurut pandangan Agama Buddha, mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu-ilmu etika. Pada dasarnya Agama Buddha adalah agama yang mementingkan etika dan perkembangan karakter individu. Menurut Agama Buddha, semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang bervariasi, pada akhirnya harus ditujukan pada perkembangan moral dan perkembangan batin. Perlu diingat bahwa Agama Buddha tidak menentang manusia mencari kekayaan untuk memenuhi kebutuhannya. Sang Buddha dalam beberapa khotbah-Nya menerangkan bahwa materi adalah penting dalam kehidupan kita. Tetapi materi bukanlah satu-satunya tujuan yang harus dikejar-kejar dengan semua cara; materi sebaiknya digunakan sebagai sarana penunjang untuk mendapatkan kebahagiaan spiritual yang lebih tinggi. Jadi, materi atau kekayaan bukanlah satu-satunya tujuan, melainkan sebagai sarana untuk menciptakan kondisi yang menunjang kehidupan spiritual seseorang. Hal ini bisa kita lihat dari kisah yang menceritakan bahwa Sang Buddha tidak mengajarkan Dhamma kepada orang yang kelaparan. Pada suatu ketika Sang Buddha menerima murid yang datang dari jauh, yang kelihatan lelah, sehingga Beliau memerintahkan kepada para Bhikkhu untuk memberi makanan kepada orang tersebut, baru setelah makan Beliau mengajarkan Dhamma. Kelaparan sendiri dikategorikan sebagai salah satu penyakit (dalidda paramam roga).
Jika pengumpulan kekayaan hanya merupakan suatu pekerjaan yang ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, maka hasilnya sering kita dapatkan ketidak-puasan. Kita seharusnya menganggap kekayaan sebagai sesuatu untuk dinikmati dengan orang yang lain. Seandainya manusia dapat menyebarkan cinta kasihnya kepada mahkluk lain, tanpa adanya anggapan tentang perbedaan ras, warna kulit, dan sebagainya, maka dia akan mampu mendapatkan kebahagiaan yang lebih besar. Dalam hal ini kebahagiaan bukan datang dari tanha, kebahagiaan yang diliputi oleh self-centred idea (untuk dirinya sendiri), tetapi hal tersebut merupakan kebahagiaan yang muncul dari chanda, kebahagiaan yang muncul dengan harapan orang lain juga ikut bahagia. Hal ini sangat penting untuk dijadikan pedoman untuk melaksanakan segala kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi. Sebaiknya semua produksi ditujukan untuk kebahagiaan orang banyak, bukan untuk tujuan pribadi tanpa mementingkan kepentingan masyarakat.
Kata STQ = artha (Sansekerta) dapat diartikan sebagai barang, uang, kekayaan, dan lain-lain. Dalam bahasa Pali kata attha mempunyai kedekatan arti dengan kata artha Namun kata attha dalam bahasa Pali mempunyai beberapa arti, salah satunya adalah "sesuatu yang didapat"; tentunya kesejahteraan, baik kesejahteraan fisik (dalam arti kekayaan) dan dalam pengertian spiritual, supreme arahantship. Selain itu, kata attha bisa diartikan sebagai sukses, dan pengertiannya dapat dilihat dari dua level, yaitu: sukses yang berhubungan dengan beberapa aspek ekonomi yang merujuk kepada kesejahteraan materi dan sukses dalam pengertian uttamattha atau kesuksesan tertinggi dimana perkembangan bathin seseorang, setelah melalui praktik dan meditasi yang tekun, bisa merealisasi Nibbana.
Menurut Agama Buddha, materi itu sendiri tidak bisa dianggap jahat atau sebaliknya. Memang pada kenyataannya uang (materi) bisa menjadi sumber pertengkaran, pertikaian dan pembunuhan, sehingga banyak orang berpendapat "uang adalah sumber atau akar dari segala kejahatan" (money is the root of all evils). Tetapi menurut pandangan Agama Buddha, materi bersifat netral dan tergantung pada manusia yang memiliki dan menggunakannya. Jika digunakan untuk kepentingan-kepentingan keagamaan, atau sosial - misalnya untuk membantu orang-orang yang memerlukan, maka materi akan membuahkan manfaat, baik dalam kehidupan sekarang dan dalam kehidupan yang akan datang. Sebaliknya jika materi digunakan untuk kepentingan pemuasan nafsu indera yang berlebihan, maka materi akan membawa kebahagiaan sementara saja.
Agama Buddha tidak pernah melarang pengikutnya untuk mengumpulkan kekayaan (materi), tetapi Sang Buddha selalu mengajarkan bahwa dalam mengumpulkan kekayaan, hendaknya seseorang melakukannya dengan jalan yang benar. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa memiliki materi atau kekayaan merupakan salah satu sumber kebahagiaan (atthi sukha). Demikian juga akan muncul kebahagiaan jika seseorang dapat menikmati apa yang telah diperolehnya (bhoga sukha). Jika seseorang bekerja keras dan dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari, maka dia tidak akan jatuh ke dalam hutang (anana sukha). Ketiga macam kebahagiaan tersebut berkaitan erat dengan materi. Lebih lanjut Sang Buddha menerangkan kebahagiaan yang ke empat, yaitu: anavajja sukha (kebahagiaan yang didapat jika seseorang merasa bahwa dirinya telah berbuat sesuai dengan Dhamma). Dalam hal ini Sang Buddha tidak hanya mengajarkan bagaimana untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia ini, tetapi juga mengajarkan cara-cara yang harus dilaksanakan oleh seseorang sesuai dengan Dhamma, agar setelah ia meninggal bisa terlahir di alam-alam bahagia. Dalam Kitab Suci Tipitaka, tidak disebutkan teori-teori ekonomi secara comprehensif, tetapi Kitab Suci Tipitaka menerangkan beberapa pedoman atau petunjuk yang sangat penting dalam hubungannya dengan ekonomi. Meskipun Kitab Suci Tipitaka memuat nasihat-nasihat yang bersifat kuno, lebih dari 2.500 tahun lalu, tetapi nasihat-nasihat tersebut mempunyai relevansi dengan sebagian besar dari teori-teori yang terdapat dalam ekonomi modern.
Pengalaman melalui pembuktian merupakan ciri khas pendekatan yang digunakan dalam Agama Buddha untuk melihat suatu masalah, termasuk beberapa masalah yang berhubungan dengan ekonomi. Melalui pendekatan empiris inilah Sang Buddha mengajarkan bahwa "semua mahluk hidup karena makanan" atau "sabbe satta aharatthitika". Menyadari akan hal ini, Sang Buddha mengetahui bahwa setiap orang harus menempuh beberapa cara yang diperlukan untuk memperoleh makanan. Dalam hal ini Sang Buddha menganjurkan beberapa jalan dan petunjuk yang sebaiknya dijalankan oleh seseorang sesuai dengan norma-norma kemoralan. Misalnya, Sang Buddha menerangkan tentang norma-norma etika, seperti hukum kamma untuk mengontrol dan membimbing manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Hal ini sangat berguna, karena pada kenyataanya, keinginan manusia akan pemuasan nafsu-nafsu indera adalah tidak terbatas. Tidak jarang manusia menggunakan segala cara untuk mendapatkan kekayaan, sehingga tidak jarang terjadi konflik, kebencian, pembunuhan dan sebagainya. Dengan diterangkan ajaran tentang kamma (hukum perbuatan), maka seseorang menjadi lebih percaya akan dirinya sendiri, dan tentunya dalam dunia perekonomian akan memberi pengaruh pada produksi, distribusi, konsumsi, dan semua aktivitas yang lain.

Senin, 18 Juni 2012

PERILAKU MAL ADAKTIF KARENA PENGARUH TEMAN SEBAYA (PEER GROUP)


LAPORAN HASIL OBSERVASI
PERILAKU MAL ADAKTIF KARENA
PENGARUH TEMAN SEBAYA (PEER GROUP)


Tugas ini disusun guna memenuhi salah satu tugas akhir semester pada 
mata kuliah Bimbingan dan Konseling II


Dosen pengampu:
Supartono khemacharo, S.Pd. MS.I


                                               Disusun oleh:
                   Nama   : Sunaryo
                    Nim     : 0914.1008








SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA (STIAB)
“SMARATUNGGA”
JAWA TENGAH
2012





 
KAT A PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, para Buddha dan Boddhisatva yang  telah memberikan berkah dan perlindungannya, sehingga punulis dapat menyelasaikan tugas studi kasus dengan judul “Perilaku Maladaktive Karena Pergaulan Teman Sebaya (Peer Group)”, Tugas ini guna memenuhi salah satu tugas semester genap pada mata kuliah Bimbingan konseling II.
Kami selaku peneliti dan penulis dalam studi kasus ini mengucapkan  banyak terimakasih kepada:
1.  Sutikyanto Sasana Bodhi, S. Ag, M. Pd selaku ketua Lembaga Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha”Smaratungga”
2.      Supartono Khemacaro, S. Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan konseling II
3.  ..........., S.Ag selaku kepala sekolah ......yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan studi kasus bimbingan dan konseling 2
4.      ........, S. Pd selaku guru bimbingan dan konseling yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
5.      Kepada saudara “.......” yang bersedia menjadi subyek studi kasus
6.      Kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan secara baik dalam pembuatan laporan ini.
Studi kasus bimbingan konseling ini merupakan suatu praktek dalam mata kuliah dan besar harapan penulis semoga dengan terselesaikannya laporan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi peneliti, subyek yang diteliti maupun bagi para pembaca.

                                                                                                 Ampel, 8 mei 2012
               

                       Penulis





BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Pemilihan Kasus
Konseling merupakan proses pemberian bantuan oleh konselor kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah agar teratasinya masalah yang di hadapi klien (Prayitno, 1999: 105). Perlunya konseling tersebut karena banyak permasalahan yang dihadapi oleh para remaja, dimana perkembangan bakat, minat dan kecerdasannya terhambat. Masa remaja yang tepatnya duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) merupakan usia yang bermasalah. Masalah yang dihadapi remaja sulit diselesaikan karena salah satu remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Setiap remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, sehingga remaja dalam menghadapi masalah, menolak bantuan dari orag tua maupun gurunya, tetapi terhadap seseorang yang dianggap dapat menjaga rahasianya.
Remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Sedangkan pieget dalam hurlock menyatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berinteregrasi dengan masyarakat dewasa usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Masa remaja adalah masa transisi dalam periode anak-anak ke periode dewasa (Irwanto,1991:46). Sedangkan dalam monk,s (1991, dalam sugeng hariyadi, 1999:6) menegaskan bahwa remaja tidak mempunyai tempat jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau orang tua. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja yang tidak lepas untuk mencari identitas dan penyesuaian diri sendiri terhadap lingkungan kelompoknya. Remaja menggunakan cara untuk dimanusiakan yaitu menggunakan simbol status dalam pakaian, kendaraan, serta pemilikan barang-barang lain. Symbol status merupakan minat remaj pada simbol prestise yang menunjukkan bahwa setiap orang atau remaja mempunyai ststus lebih tinggi dalam kelompoknya. Fungsi simbol status yang mana remaja tergabung dengan kelompok dan merupakan anggota yang diterima kelompok karena perbuatan atau penampilan dengan anggota kelompoknya akan berdampak positif dan negatif (Harlock, 1980: 223). Remaja harus menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kelompok, karena remaja setiap waktu bersama teman sebayanya. Jadi remaja terpengaruh pada sikap, pembicaraan, minat dan penampilan.
Dalam kehidupan manusia tidak lepas dari lingkungan tempat tinggal,dan lingkungan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pribadi seseorang. Begitu pula dengan perkembangan remaja,kata remaja mengandung banyak makna. Ada sebagian orang mengatakan bahwa remaja kelompok orang-orang yang menyusahkan orang tua dan pihak lain ada yang menganggap bahwa remaja sebagai potensi amanusia yang yang perlu dimanfaatkan. Tapi sebaliknya kemungkinan remaja sendiri sendiri mengatakan  yang lain seperti berbicara kekacauan, atau ketidak pedulian orang-orang dewasa  terhadap kelomp[ok mereka. Bahkan ada juga rtemaja yang mendapat kesan bahwa kelompoknya adalah kelomp[ok minoritas yang punya warna tersendiri”dunia sendiri” yang sukar dijamah oleh orang-orang tua.
Salah satu bentuk dari besarnya pengaruh lingkungan terhadap perkembangan remaja atau pribadi seseorang.sejak lahir bayi,ia pun mulai bergaul.anak tidak hanya bergaul dengan keluarganya saja tetapi juga bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Ketika di luar anak-anak bermain dengan teman sebayanya bahkan dengan teman yang lebih tua usianya.
Dari pergaulan-pergaulan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan jika individu tersebut tidak dapat menyesuaikan diri. Seperti yang dialami oleh si klien, dari pergaulan teman sebayanya klien menjadi terpengaru untuk melakukan tindakan yang tidak baik seperti tidak masuk sekolah atau membolos ketika jam sekolah dimulai. Setelah itu klien tidak mempunyai keberanian kepada orang tuanya untuk mengatakan hal yang sebenarnya terjadi atau dialaminya.
Perbuatan yang dilakuklan klien lebih mengarah pada bentuk-bentu pembrontakan di dalam dirinya, melihat kenyatannya klien banyak melakukan p[erbuatan yang tidak terpuji tindakan-tindakan seperti membolos sekolah jika di biarkan tentu sangat tidak baik dan bias berakibat perkembangan priskologis atau mental klienterganggu dan bias menimbulkan hal-hal yang menyimpan sehingga tidak diakui keberadaannya oleh masyarakat.
B.     Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus
  1. Tujuan Umum
a.       Peneliti mampu menerapkan ilmu pengetahuan psikilogi dan bimbingan konseling secara praktis, integrasi dan komperhensif
b.      Peneliti memahami cara menyelesaikan maslah psikologis peserta didik
  1. Tujuan Khusus
a.       Memehami masalah psikologis terhadap kasus yang disebabkan prilaku yang keliru karena pengaruh dalam pengasuhan.
b.      Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya masalah baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi subyek.
c.       Memahami ciri-ciri dan jenis masalah yang dialami subyek.
d.      Mampu mendiaknosa kasus-kasus dengan berbagai teknik, merancang, dan mampu memberikan perlakuan yang baik dalam menangani kasus, sehingga diperoleh perubahan tingkah laku yang baik pada klien.
C.    Manfaat Studi Kasus
  1. Bagi Subyek
a.       Mempunyai gambaran mengenai perilaku yang menyimpang, yang tidak diinginkan oleh keluarganya.
b.      Mempunyai gambaran cara menilai teman sebaya yang baik.
c.       Mengetahui cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
d.      Dapat belajar dengan baik tanpa terganggu oleh teman sebayanya.
e.       Dapat mengambil keputusan setelah diadakan proses konseling, sehingga mampu mengembangkan kondisi psikologis yang dinamis.
f.       Mampu mengembangkan potensinya sesuai dengan kelemahan dan kelebihannya.
  1. Keluarga
a.       Memberikan pola asuh yang dapat membawa perkembangan psikologis anggota keluarga menjadi baik.
b.      Diharapkan adanya suasana yang harmonis dalam keluarga sehingga akan menimbulkan semangat belajar bagi anak.
c.       Mampu memberikan pendidikan sehingga memiliki perilaku yang sesuai terhadap perkembangannya di dalam keluarga, teman, dan masyarakat
d.      Mampu memberikan pendidikan bagi subyek di masa depan sehingga menimbulkan rasa aman baginya.
  1. Peneliti
a.       Memperoleh pengetahuan baru dari kasus yang ditangani, sehingga kelak memberikan wacana dan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menangani kegiatan konseling yang akan dihadapi ke depannya.
b.      Melatih diri untuk bersikap terbuka terhadap seseorang dan mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan klien.


 
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
......................................sesuai dgn kasus klien anda coy
.............................................
......................................................
................................................................
...................................................................... di rasiakan hehehe


BAB III
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian Peer Group
Di kalangan remaja, memiliki banyak teman adalah merupakan satu  bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak teman, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh teman bermain atau teman sebaya ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Akan tetapi kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab teman dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotika, obat terlarang, dan mabuk – mabukan dan lain sebagainya.
Pengaruh kawan ini memang cukup besar karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya sebagai kelompok atau geng sehingga tidak menutup kemungkinan pengaruh teman-teman sebayanya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pengaruh keluarganya. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum-minuman keras atau minuman beralkohol maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri. Seperti sebuah perumpamaan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Horrocks dan Benmoff (67) dalam hurlock: 214 menjelaskan bahwa kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Didalam kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya; disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya. Jadi, di dalam masyarakat sebaya inilah remaja memperoleh  dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan disitupulalah ia dapat menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya. Kecuali itu, kelompok sebaya merupakan hiburan utama bagi anak-anak belasan tahun. Berdasarkan alasan tersebut kelibatanlah kepentingan vital masa remaja bagi remaja bahwa kelompok sebaya sendiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapt menerimanya dan yang kepadanya ia sendiri bergantung.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
B.     Pengertian Maladakttive
Maladaktive (perilaku yang salah) adalah perilaku yang didasarkan pada cara berfikir yang irasional. Indikator yang menunjukkan seseorang berkeyakinan irasional menurut Ellis (1994) antara lain:
  1. Pandangan bahwa suatu keharusan bagi orang dewasa untuk dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
  2. Pandangan bahwa tindakan tertentu adalah mengerikan dan jahat, dan orang yang melakukan tindakan hal demikian sangat terkutuk
  3. Pandangan bahwa hal yang mengewrikan jika terjadi sesuatu tidak didinginkan pada diri kita
  4. Pandangan bahwa kesengsaraan manusia selalu disebabkan oleh faktor eksternal dan kesengsaraan itu menimpa kita melalui orang lain atau peristiwa
  5. Pandangan bahwa jika sesuatu dapat berbahaya atau menakutkan, kita terganggu dan tidak akan berakhir dalam memikirkannya
  6. Pandangan bahwa kita lebih mudah menghindari kesulitan hidup dan bertanggung jawab daripada menghadapinya
  7. Pandangan bahwa secara absolut membutuhkan sesuatu dari orang lain atau yang lebih besar daripada diri sendiri sebagai sandarannya
  8. Pandangan bahawa kita seharusnya kompeten, inteligen, dan mencapai dalam semua kemungkinan yang menjadi perhatian kita
  9. Pandangn bahwa karena segala sesuatu kejadian sangat kuat pengaruhnya pada kehidupan kita, hal itu akan mempengaruhi dalam jangka waktu yang tidak terbatas
  10. Pandangan bahwa kita harus memiliki kepastian dan pengendalian yang sempurna atas suatu hal
  11. Pandangan bahwa kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan santai tanpa berbuat
  12. Pandangan bahwa kita sebenarnya tidak mengendalikan emosi kita dan bahwa kita tidak dapat membantu perasaan yang mengganggu pikiran kita
Kebutuhan remaja secara umum sama saja dengan kebutuhan yang dimiliki oleh kelompok orang dalam masa manapun dia berada. Remaja juga memiliki kebutuhan primer yaitu seperti makanan, minuman, tidur, selain itu juga memiliki kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan dihargai, kebutuhan akan pujian, kebutuhan akan kedudukan, kebutuhan menghasilkan Sesutu, dan sejenisnya.
Kebutuhan remaja yang bersangkutan dengan kesehatan mental, dengan titik berat bagi remaja dalam sekolah lanjutan, pernah dibicarakan secara khusus oleh bernath. Ahli ini berbicara tentang kebutuhan yang berhubungan dengan penyesuaian diri remaja dalam “peer” penyesuaian diri terhadap para guru, penyesuaian diri dalam hubungan orang tua, guru dan murid, ketentuan tujuan (masa depan), kemantapan rasa harga diri, memahami diri sendiri, dan persiapan untuk hidup dalam perkawinan.
Penyesuaian diri remaja dalam kelompok teman sebaya, muncul sebagai akibat adanya keinginan bergaul remaja dengan teman sebayanya mereka. Keinginan tersebut yang menjadikan klien lebih senang berada di dalam lingkungan teman-temannya. Dengan hubungan ini remaja sering dihadapkan pada persoalan penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap kehadirannya dalam pergaulannya. Pada pihak remaja, hal penolakan “peer” merupakan hal yang sangat mengecewakannya. Untuk menghindari kekecewaan-kekecewaannya itu remaja perlu memilki sikap, perasaan, ketrampilan, perilaku yang dapat menunjang kelompok teman sebayanya.
Kebutuhan penyesuaian diri remaja terhadap para gurunya timbul karena remaja dalam perkembangannya yang melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua, ingin mendapatkan orang dewasa ini yang dapat dijadikan “sahabat” dan sebagai pembimbing. Bagi remaja berhubungan dengan guru, sangat penting karena mereka dapat bergaul secara harmonis dan matang. Ketidakmampuan remaja menyesuaikan diri dan mendapatkan sesuatu keuntungan lebih banyak dari para konselor dan gurunya.
C.    Gejala-Gejala Perilaku Yang Salah
Gejala-gejala perilaku salah  dilingkungan sebaya dapat ditunjukkan dalam bentuk penyimpangan norma-norma atau larangan-larangan yang seharusnya tidak pantas dilakukan, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Dalam lingkungan sekolah perilaku-perilaku menyimpang yang disebabkan oleh maladjustment juga dapat ditunjukkan dengan berbagai macam cara; misalnya membolos di waktu pelajaran sedang berlangsung dengan berbagai alasan, merokok dilingkungan sekolah, memeras uang teman atau adek kelas, minum-minuman beralkohol dan masih banyak lagi bentuyk-bentuk maladjustment yang lain.
Tindakan-tindakan yang cenderung negative tersebut diatas apabila dibiarkan dapat mempengaruhi proses belajar klien. Prestasi dan kecerdasan akan menurun, karena kurangnya waktu untuk belajar bahkan tidak ada waktu untuk belajar. Hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja dan harus segera mendapat penanganan yang serius untuk menanggulangi akibat-akibat dari prilaku yang salah.
Perubahan tingkah laku yang ditunjukksn oleh klien mengarah pada bentuk pelarian terhadap situasi yang lebih kompleks. Munculnya emosional pada diri individu mempengaruhi tingkah laku i8ndividu tersebut. Pengaruh emosi yang mudah muncul, dan mudah tersinggung, sehingga mewujudkan tingkah laku yang tidak sesuai dan yang tidak diinginkan masyarakat dan lingkungan luas dan perlu mendapat perhatian yang serius.
Bentuk-bentuk tingkah laku yang salah dapat dikategorikan kepribadian yang anti social. Individu yang mempunyai kepribadian antisocial dapat menyebabkan sedikit sekali rasa tanggung jawab, moralitas atau perhatian terhadap individu lain. Pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu hamper mencerminkan untuk kepentingan diri  sendiri.



BAB IV
DATA

........................menurut hasil observasi sendiri-sendiri
..................................
...............................................
..........................................................
....................................................................di rasiakan coy hehehe




BAB V
ANALISIS DAN DIAGNOSIS

A.    Analisis
Permaslahan yang dialami oleh subyek atau klien merupakan gangguan emosional yang muncul secara berlebihan terhadap situasi yang menyebabkan dirinya mengalami tingkah laku menyimpang. Analisis secara fungsional subyek ditandai dengan kondisi psikologis dengan sintoma-sintoma sulit untuk menerima kondisi keluarga yang kurang memperhatikannya sehingga klien atau subyek lebih senang berkumpul dengan teman-teman sebayanya, hal ini dikarenakan bersama teman-temannya klien atau subyek dapat menemukan kebahagiaan dibandingkan dalam lingkungan keluarganya. Sehingga dengan ditemukannya kebahagiaan di luar rumah klien merasa tergantung dengan lingkungan yang dapat memberikan kebahagiaan.
Perilaku salah yang dilakukan klien yaitu bergaul dengan teman-teman sebayanya, sering pergi dan jarang dirumah, mengakibatkan subyek masuk ke pergaulan yang salah, misalnya membolos, merokok, minum-minuman beralkohol serta tingkah laku lainnya yang merugikan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya.
Klien yang menemukan kebahagiaan di lingkungan teman-temannya tersebut membuat klien terpengaruh dengan gaya hidup atau apa yang dilakukan oleh teman-temannya. Hal ini terbukti bahwa klien mulai merokok setelah duduk di kelas tujuh semester dua. Untuk menghindari situasi tertentu, dan ketergantungan diri dari kenyataan yang dialami saat sekarang ini, maka untuk menyenangkan dirinya, klien bergabung dengan orang-orang yang merasa cocok dengan keinginannya.
Tingkah laku menyimpang pada diri subyek adalah masih dalam batas kewajaran sehingga klien masih dibilang mampu membedakan yang rasional maupun yang tidak rasional. Tetapi keinginan yang mengganggu dirinya tidak disadarinya, inilah yang menyebabkan akan mengganggu aktivitasnya dalam menyalurkan tingkah laku yang tidak diinginkan dirinya serta lingkungannya.
B.     Diagnosis
1.      Esensi Kasus
Inti dari permaslahan yang dihadapi klien adalah pengaruh teman sebaya akibat dari pergaulan yang salah. Dari kasus tersebut maka diagnosisnya mengenai esensi dan tingkah laku kasus klien diantaranya sebagai berikut:
·         Berdasarkan analisis tersebut keadaan klien dapat dikategorikan bahwa klien memiliki tingkah laku menyimpang yang timbul pada diri klien karena pengaruh dari pergaulan yang diakibatkan dari pola asuh yang keliru. Klien melakukan perilaku yang menyimpang ini sebagai suatu kompensasi atas apa yang terjadi di dalam keluarga sehingga sebagai pelariannya klien memilih bergabung dengan teman-teman sebayanya yang dapat mengakibatkan tindakan-tindakan yang tidak bermanfaat.
·         Faktor obyektif yang dialami oleh klien adalah tertekan karena tidak ada teman di rumah dan faktor internal yang cukup rawan adalah berkenaan dengan kebutuhan untuk pengendalian diri klien menghindari situasi tertentu yang membuat tekanan, keinginan untuk cepat menyelesaikan masalah atau kurang tenang, kebutuhan untuk merasa tampil prima atau sama bahkan lebih dari yang lain dalam segala hal.
·         Kaitannya dengan pribadi klien adalah menyalurkan keinginannya dengan tingkah laku menyimpang berupa sering bermain dan pulang malam serta merokoh bahkan minum-minuman beralkohol dengan teman-temannya (bentuk kompensasi dirinya) ketika klien berada di luar lingkungan rumah.
·         Rasa bosan, malas dan ketidaksenangan terhadap mata pelajaran juga mempengaruhi tingkah lakunya. Hal ini tampak ketika klien menunjukkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan dirinya, perasaan yang tidak stabil sangat mempengaruhi dirinya. Kondisi ini akan menjadi tidak terkontrol dari pergaulan-pergaulan yang tidak mendapatkan pengawasan, dan perhatian dari keluarga serta orang-orang yang dekat dengan dirinya.
2.       Latar Belakang Kasus
a.       Latar Belakang Psikologis/Internal
Secara psikologis klien merupakan individu yang tertekan dengan keadaan keluarga yang berantakan. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berkumpul dan berkomunikasi dalam berbagai hal yang dialami anggota keluarga, dianggap sebagai tempat yang sangat membosankan, karena disitu tidak terdapat hal-hal yang diinginkan.
Klien merasa jenuh dan tidak betah berada di rumah dengan keaadaan yang sepi dan jarang adanya komunikasi, maka klien memilih berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Ketika berkumpul dengan teman-teman klien mengikuti hal-hal yang dilakukan temannya yaitu merokok, dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Perbuatan tersebut tidak hanya dilakukan dalam lingkungan rumah saja walaupun secara sembunyi-sembunyi, bahkan di sekolah pun perbuatan itu dilakukan.
b.      Latar Belakang Sosial/Eksternal
klien sebagai anak kedua dari dua bersaudara di dalam keluarganya, hidup dalam keadaan keluarga yang sederhana, dengan ekonomi yang cukup, ibunya bekerja di sebuah pabrik yang untuk jam kerjanya kadang berangkat pagi pulang sore ataupun sebaliknya sedangkan ayahnya menikah lagi. Hal ini yang membuat klien tidak dapat merasakan kebahagiaan yang lengkap di dalam keluarnya. Dan hal ini pula yang menyebabkan klien tidak betah tinggal di rumah, pergi berkumpul dengan teman-teman sebayanya untuk menghibur diri hingga malam hari baru pulang ke rumah.
C.    Sebab Timbulnya Kasus
Kasus ini timbul dikarenakan ada permasalahan tertekan yang dialami klien yaitu:
1.      Orang tua yang sibuk bekerja
2.      Kurangnya komunikasi dengan orang tua
3.      Kurang adanya perhatian orang tua
D.    Dinamika Psikis Klien
1.      Dinamika Psikis Yang Bersifat Negatif
subyek mempunyai sifat atau perangai yang keras dan suka semaunya sendiri yang mengakibatkan ia suka banyak bicara di dalam kelas dan tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan serta memiliki sikap cuek atau tidak peduli dan tidak merasa butuh orang lain. Dan ia memiliki perasaan tidak suka terhadap orang tuanya sendiri sehingga ia merasa lebih baik diam dan tidak peduli dan serta berdiam diri.
2.      Dinamika Psikis Yang Bersifat Positif
klien menganggap keluarga sebagai tempat yang membosankan, klien mendapat kesulitan dalam penyesuaian diri, dan merasa dia tidak dibutuhkan orang lain. Klien juga menganggap keluarga adalah segalanya untuk mendapatkan perhatian dan kasih saying.





BAB VI
PROGNOSIS

A.    Apa Yang Akan Terjadi Bila Dibiarkan
Berdasarkan hasil diagnosa dari kasus yang dialami klien, maka dapat dikatakan bahwa masalah yang dialami klien masih berada dalam tingkat yang sedang. Faktor penyebab kasus yang dialami klien adalah keadaan keluarga yang pecah (broken home) sehingga klien menjadi terpengaruh oleh teman-teman sebayanya.
Kemungkinan yang akan terjadi apabila klien dibiarkan dalam keadaan seperti ini, maka ia akan merugikan diri sendiri maupun keluarga. Hal ini disebabkan tingkah laku klien yang tidak dibenarkan oleh lingkungan sekolah maupun keluarga. Klien akan mengalami strees yang berlangsung terus menerus akibat dari keadaan keluarga yang kurang menguntungkan dalam belajar.
Klien mengalami kesulitan emosional yang lebih luas serta memungkinkan akan mengalami kesalahan penyesuaian diri secara sosial. Bila dibiarkan klien akan mengalami was-was, khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan secara berkepanjangan sehingga akan mengalami ketegangan terus menerus dan tidak mampu berlaku santai, karena klien akan menutup diri dengan kompensasi yang salah. Secara ringkas prognosis terhadapo kasus tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Prognosis Bersifat Positif
a.       Klien mengganggap keluaga sebagai tempayt yang membosankan dan tidak nyaman
b.      Apabila klien dibiarkan dalam keadaan tingkah laku yang salah, maka akan memperoleh bentuk perlakuan yang tidak menyenangkan dilingkungannya
c.       Klien akan mendapatkan kesulitan dalam penyesuaian diri
d.      Memperoleh prestasi yang menurun
e.       Tidak mampu berorientasi terhadap tugas-tugas perkembangan secara psikis maupun tugas fisik yang membebankan kepadanya
f.       Apabila dibiarkan terus menerus akan melakukan dan menyalurkan tingkah laku salah maka akan merugikan diri sendiri dan keluarga
  1. Prognosis Bersifat Negatif
Klien mempunyai sifat atau perangai sedikit pendiam, dan tidak memperhatikan apabila dinasehati sehingga dia sering pergi main dengan teman-teman sebayanya.
B.     Alternatif Pemecahan Kasus
Peneliti memberikan suatu gambaran bahwa keluarga merupakan tempat untuk belajar dan orang tualah yang menjadi guru saat dirumah. Ketika orang tua tidak ada di rumah yang digantikan oleh siapa saja yang masih ada dirumah itu yang dapat di anggap sebagai pengganti orang tuanya yang dapat memperhatikan dan menunjukkan yang terbaik bagi dirinya. Jika orang tua, kakak, atau saudara yang ada dalam keluarga itu marah semua itu bukan semat-mata beliau tidak suka atau benci tetapi karena rasa sayang dan cinta merekalah maka mereka melakukan itu.
Klien diberikan contoh nyata yang terjadi dalam lingkungan masyarakat akibat dari pergaulan yang bebas dan tidak mau mengikuti saran dari orang tua bahkan gurunya. Seperti halnya tidak bisa memilih teman dalam pergaulan dapat terjerumus ke dalam pergaulan bebas bahkan harus berurusan dengan hukum negara dan orang lain yang menyebabkan masalah baru dalam hidupnya sendiri.
Jika hal ini terjadi pada diri klien, akan mengecewakan orang tua yang telah susah payah membiayai sekolahnya serta diri klien sendiri yang menyebabkan masa depan dan cita-citanya akan menjadi suram. Jadi klien tidak seharusnya menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua untuk belajar di sekolah dan tidak untuk main-main ataupun membolos di saat pelajaran sedang berlangsung. Selain itu klien juga harus mengerjakan tugas walaupun apa yang dikerjakan itu salah. Sehingga dengan klien bersikap seperti itu guru juga tidak akan memarahi atau menghukumnya.




BAB VII
TREATHMENT

A.    Metode, Teknik, Saran, Dan Tujuan Perlakuan
Teori rasional emotif mulai dikembangkan oleh Albert Ellis (Lahir Tahun 1913) di amerika serikat. Albert Ellis seorang doktor ahli dan psikologi terapeutik, dia seorang eksistensialis dan juga seorang neo Freudian. Ketika ia menjadi seorang psikoterapi yang sangat efektif. Namun kemudian ia mendapat bahwa pendekatan sistem psikoanalit sebagai bentuk terapi yang sangat efektif. Namun kemudian ia mendapatkan bahwa pendekatan sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis, 1974). Albert Ellis berpendapat bahwa teori rasional emotif yang dikembangkan awal tahun 1960-an, adalah merupakan gelombang baru yang ketiga dalam dunia treatment psikologis, setelah munculnya gelombang pemikiran psikoanalitik dari Sigmund Freud di Eropa dan gelombang pemikiran Regorian di Amerika Serikat tahun 1950-an. Sedangkan teori rasional emotif itu sendiri adalah sintesis dari behavior therapy yang klasik (termasuk Skennerian Reinforcement dan Wolpeian Systematic Desensitization). Oleh kerena itu Ellis juga menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy.
Model teori yang digunakan adalah rasional emotif teraphi hal ini mengacu pada tujuan utama yang hendak di capai dalam konseling dengan model pendekatan rasional emotif teraphi yaitu
1.      Manusia dilahirkan dengan berbagi kekuatan dan potensi untuk kehidupan. Salah satu kekuatan yang unik  pada manusia adalah potensi berpikir rasional. Disamping itu ada pula potensi lainnya, yakni berpikir irasional. Tendensi dari manusia pada hakikatnya bersumber dari dua kekuatan berpikir rasional dan irasional. Tendensi kehidupan manusia berupa kebahagiaan, kesejahteraan, pemeliharaan diri, kasih sayang, pertumbuhan dan perkembangan diri dan aktualisasi diri secara esensial bersumber pada potensi berpikir rasional. Sebaliknya tendensi-tendensi berupa self defeating (merusak diri sendiri), penolakan terhadap diri sendiri, sering membuat kekeliruan atau kesalahan, kesedihan, ketidaksenangan, intoleran, self blame (menyalahkan diri) serta gejala-gejala lainnya yang mengganggu potensi aktualisasi diri sebenarnya bersumber pada kekuatan berpikir yang tidak logis, irasional yang dikuasai oleh pergolakan emosional.
2.       Pikiran dan emosi adalah dua potensi yang tidak dapt dipisahkan atau dengan lainnya. Emosi selalu menyertai proses berpikir. Berpikir yang rasional memerlukan kadar emosi tertentu, sehingga hasil berpikir rasional memberikan kegembiraan, kesenangan hidup yang pada gilirannya dapat mendorong perkembangan dan aktualisasi diri pada manusia. Namun suatu proses berpikir yang dikendalikan oleh emosi akan menyebabkan efek-efek tertentu seperti terjadinya pembiasaan, prasangka, serta berpikir yang tak rasional.
3.      Berpikir irasional adalah merupakan kenyataan hidup manusia yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman serta proses belajar yang tidak logis, yang diperoleh dari orang tua, keluarga, masyarakat dan kebudayaan. Perilaku manusia yang bersumber dari dua kekuatan berpikir rasional dan irasional, ditentukan oleh sistem nilai atau ide-ide yang dipersepsi dari dunia nyata dimana manusia itu hidup. Sistem nilai atau ide yang rasional akan diinternalisasikan oleh seseorang ke dalam dirinya melalui proses berpikir sehingga akan menimbulkan sistem keyakinan yang rasional dan pada gilirannya menuntun perilaku rasional secara konsisten. Sebaliknya sistem nilai atau ide-ide yang irasional akan diinternalisasikan oleh seseorang ke dalam dirinya melalui proses berpikir dan akan menimbulkan sistem keyakinan yang irasional dan pada gilirannya menuntun perilaku yang irasional.
4.      Emosi dan pemikiran-pemikiran negatif yang bersifat merusak diri harus ditangani melalui pemikiran yang rasional, sehingga pemikiran yang irasional dapat diubah ke arah pemikiran rasional.
5.      Perasaan dan pikiran sangat erat hubungannya. Namun kedua potensi ini mempunyai sifat dan fungsi saling komplementer. Berpikir irasional bersumber pada disposisi biologis dengan melewati pengalaman sewaktu kecil dengan pengaruh lingkungan. Lingkungan dapat membuat anak merasa rendah diri, tak mampu, dan seterusnya.
B.     Tujuan Konseling
1.            Tujuan utama konseling rasional emotif adalah :
a.       Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.
b.      Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti ; rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was, rasa marah. Sebagai konsekuensi dari cara berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
2.            Tujuan khusus konseling rasional emotif adalah
a.       Self interest : menciptakan kesehatan mental termasuk keseimbangan emosional pada seseorang terletak pada diri sendiri, bukan dari orang lain. Maka konseling harus berfokus pada kesadaran diri dari klien itu sendiri.
b.      Self direction : individu yang memiliki kesehatan mental yang akan selalu bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu tujuan konseling harus mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti bahwa klien harus mengahadapi kenyataan-kenyataan hidupnya dengan bertanggung jawab sendiri bukan tergantung atau selalu minta bantuan orang lain.
c.       Tolerance : konseling di sini adalah untuk mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain meskipun ia bersalah.
d.      Acceptance of uncertainty : individu yang matang emosinya bersedia menerima kenyataan bahwa di dunia ini segala sesuatu mungkin terjadi. Baik buruknya kenyataan hidup harus dihadapi dengan tenang dan tabah. Maka konseling di sini adalah memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.
e.       Fleksibel : mendorong klien agar luwes dalam bertindak secara intelektual, terbuka terhadap suatu masalah sehingga diperoleh cara-cara pemecahannya yang dapat mendatangkan kepuasan kepada diri klien sendiri.
f.       Commitment : individu yang sehat perlu dan dapat mengembangkan sikap dan perasaan komitmen dengan lingkungannya. Jika tidak individu itu sendiri akan mengalami ketegangan antara apa yang ia inginkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lingkungannya. Karena itu konseling harus membangkitkan sikap objektivitas dan komitmen klien untuk menjaga keseimbangan klien dengan lingkungannya.
g.      Scientific thinking : berpikir rasional secara objektif adalah tujuan dari konseling rasional emotif. Berpikir rasional bukan hanya terhadap orang lain tetapi juga terhadap diri sendiri.
h.      Risk taking : konseling emotif juga bertujuan untuk mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata, meskipun belum tentu berhasil. Keberanian ini sangat penting dalam menanamkan kepercayaan diri pada klien untuk menghadapi masa depan kehidupannya.
i.        Self acceptance : penerimaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan rasa gembira dan senang.
C.    WAKTU DAN PROSES PEMBERIAN PERLAKUAN
Pemberian perlakuan antara peneliti dan klien ditentukan dengan kesepakatan yang telah disetujui antara klien dan peneliti. Waktu dan proses pemberian perlakuan antara peneliti dan klien adalah sebagai berikut:

No
Hari/Tanggal
Kegiatan
Ttd  klien
1.

Poerkenalan antara klien dengan peneliti

2.

Penggalian kasus atau permasalahan yang dialami klien

3.

Klien menceritakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan klien dan penyebab klien melakukan hal-hal yang negatif

4.

Penggalian kasus dan menanyakan apa saja yang dialami oleh klien

5.

Memberikan masukan-masukan kepada klien agar lebih bersemangat dalam belajar dan menanyakn perubahan yang dialami klien

6.

Pemberian motivasi dan menanyakan kesan klien dengan adanya studi kasus




D.    EVALUASI TREATMENTH
Peneliti melakukan kontrak kasus dengan klien dan melakukan keakraban. Klien dianggap sebagai siswa yang bermasalah (membolos, merokok, minum-minuman keras) dan tidak mempunyai semangat untuk belajar. Klien pada pertemuan pertama dengan peneliti masih menunjukkan ketertutupan dirinya. Namun pertemuan demi pertemuan yang peneliti lakukan membuat kami akrab dan tidak ada rahasia. Hal ini memudahkan peneliti untuk mengorek masalah yang dihadapi klien dan bagaimana cara yang tepat untuk merubah perilakunya dengan berbagai pendekatan. Dengan adanya keterbukaan sehingga tercipta suasana yang akrab. Bebrapa faktor kemungkinan yang akan muncul yang akan muncul, seperti yang dialami klien ternyata dipengaruhi oleh pola asuh yang keliru (broken home) dan pergaulan bebas serta dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal klien.
Pendekatan yang tepat untuk menerapi klien adalah dengan metode Rasionol Emotif Terapi dan Rileksasi pernapasan. Klien diterapi untuk berpikir rasional, bahwa minum-minuman keras dan merokok merupakan  menyebabkan penyakit, hilangnya kewaspadaan, menimbulkan kemalasan, mengecewakan orang tua dan melanggar peraturan sekolah. Dan klien melakukan perenungan pernapasan dengan menghitung keluar masuk nafas untuk mengurangi keterikatan klien terhadap minum-minuman keras dan rokok yang sebenarnya membuat sakit batin dan jasmaninya. Pendekatan itu dapat merubah perilaku klien, dari pernyataan  klien bahwa semasa studi kasus sudah tidak melakukan minum-minuman keras dan berani menolak ajakan teman sebayanya serta klien juga melakukan hal yang positif, yaitu mengikuti pekan olah raga tingkat kecamatan. Jadi treatment yang peniliti lakukan pada klien dapat dikatakan telah berhasil 80%. Supaya klien dapat berubah total seperti dulu sebelum dipengaruhi teman sebayanya peneliti anjurkan untuk merenungkan masuk-keluarnya nafas dan selalu berpikir positif.

RET mempunyai karakteristik dalam helping relationshipnya sebagai berikut:
a.         Aktif direktif : artinya dalam hubungan konseling atau terapeutik di sini terapis atau konselor lebih aktif dalam membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b.      Kognitif rasional : artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masakah yang rasional.
c.         Emotif eksperiensial : bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional sekaligus membongkar akar-akar  keyakinannya yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
d.      Behavioristik : artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan behavioral (tingkah laku) dalam diri klien.
e.         Kondisional : artinya bahwa hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan konseling.
Metode yang dipakai adalah wawancara sebagai upaya untuk mendapatkan data kasus, dengan maksud agar dapat memperoleh data yang sebanyak-banyaknya dari pola asuh untuk menyesuaikan kasus yang dihadapi klien. Sasaran adalah klien yang mengalami pergaulan dengan teman sebaya akibat pola asuh yang keliru, peneliti memberikan perlakuan terhadap klien dengan tujuan:
1.      Tujuan Umum
a.       Membantu kl;ien mendapatkan tingkah laku baru dan menghilangkan tingkah laku lama yang salah
b.      Melatih klien agar dapat mempertahankan diri dan mudah bergaul dengan orang lain di lingkungan sekolah, keluraga, dan bahkan di lingkungan masyarakat
c.       Memiliki kemampuan agar dapat beradapotasi  dengan baik terhadap teman-teman dan masyarakat
2.      Tujuan Khusus
a.       Klien dapat menghilangkan kebiasaan bermain tanpa waktu di luar rumah bersama teman sebayanya
b.      Agar klien dapat mengendalikan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sehingga klien tidak terpengaruh hal-hal yang bersifat negatif
c.       Agar klien dapat berfikir dengan baik bahwa, belajar adalah hal yang sangat penting dan merupakan pembentuykan kepribadian.


BAB VIII
PENUTUP

A.    KESIMPULAN KASUS
Berdasarkan hasil studi kasus, dari hasil analisis, prognosis, diagnosis serta pemberian treatment, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa klien adalah individu yang mengalami gangguan berupa tingkah laku yang salah atau yang menyimpang yang disebabkan oleh pengaruh teman sebaya dan akibat pola asuh orang tua yang keliru (broken home). Faktor-faktor penyebab gangguan adalah perasaan bosan tinggal dirumah, tidak serius dalam sekolah dan hal itu menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh klien sehingga klien menjadi bermasalah.
B.     PENDAPAT
Penulis berpendapat bahwa klien ini dapat merubah kebiasaan buruk yang dilakukan di dalam maupun diluar kelas, karena itu klien harus mendapatkan penanganan dan perhatian yang lebih supaya dapat merubah cara dan tingkah laku yang keliru itu. Dalam hal ini keluarga merupakan tempat yang terpenting bagi anak untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Lingkungan bermain dan lingkungan sekolah juga sangat mendukung perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
C.    SARAN
Harapan dari konselor kepada klien adalah klien dapat bersikap baik dengan keluarga, jarang keluar rumah untuk bermain atau berkumpul dengan teman sebaya dan menjaga komunikasi antar individu dalam keluarga, mengurangi ataupun bahkan menghilangkan kebiasaan tersebut, rajin belajar, dan serius dalam sekolah, sehingga akan membawa kebaikan bagi dirinya sendiri, keluarga dan sekolah.


bye......