LAPORAN HASIL OBSERVASI
PERILAKU MAL ADAKTIF KARENA
PENGARUH TEMAN SEBAYA (PEER GROUP)
Tugas ini disusun guna memenuhi salah satu tugas akhir semester pada
mata kuliah Bimbingan dan Konseling II
Dosen pengampu:
Supartono khemacharo, S.Pd. MS.I
Disusun oleh:
Nama : Sunaryo
Nim : 0914.1008
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA (STIAB)
“SMARATUNGGA”
JAWA TENGAH
2012
KAT A PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, para Buddha dan Boddhisatva yang telah memberikan berkah dan
perlindungannya, sehingga punulis dapat menyelasaikan tugas studi kasus dengan
judul “Perilaku Maladaktive Karena Pergaulan Teman Sebaya (Peer Group)”, Tugas
ini guna memenuhi salah satu tugas semester genap pada mata kuliah Bimbingan
konseling II.
Kami selaku peneliti dan
penulis dalam studi kasus ini mengucapkan
banyak terimakasih kepada:
1. Sutikyanto Sasana Bodhi, S. Ag, M.
Pd selaku ketua Lembaga Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha”Smaratungga”
2. Supartono Khemacaro, S. Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Bimbingan konseling II
3. ..........., S.Ag selaku kepala sekolah
......yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan
kegiatan studi kasus bimbingan dan konseling 2
4. ........, S. Pd selaku guru
bimbingan dan konseling yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis
5. Kepada saudara “.......” yang bersedia
menjadi subyek studi kasus
6. Kepada semua pihak yang telah
membantu dan berperan secara baik dalam pembuatan laporan ini.
Studi kasus bimbingan
konseling ini merupakan suatu praktek dalam mata kuliah dan besar harapan
penulis semoga dengan terselesaikannya laporan ini dapat memberikan banyak manfaat
bagi peneliti, subyek yang diteliti maupun bagi para pembaca.
Ampel, 8 mei 2012
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pemilihan Kasus
Konseling merupakan proses pemberian bantuan oleh konselor kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah agar teratasinya masalah yang di
hadapi klien (Prayitno, 1999: 105). Perlunya konseling tersebut karena banyak
permasalahan yang dihadapi oleh para remaja, dimana perkembangan bakat, minat
dan kecerdasannya terhambat. Masa remaja yang tepatnya duduk di bangku sekolah
lanjutan tingkat pertama (SLTP) merupakan usia yang bermasalah. Masalah yang
dihadapi remaja sulit diselesaikan karena salah satu remaja bersikap ambivalen
terhadap setiap perubahan. Setiap remaja menginginkan dan menuntut kebebasan,
sehingga remaja dalam menghadapi masalah, menolak bantuan dari orag tua maupun
gurunya, tetapi terhadap seseorang yang dianggap dapat menjaga rahasianya.
Remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi
dewasa. Sedangkan pieget dalam hurlock menyatakan secara psikologis, masa
remaja adalah usia dimana individu berinteregrasi dengan masyarakat dewasa usia
dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak. Masa remaja adalah masa transisi dalam periode anak-anak ke periode dewasa
(Irwanto,1991:46). Sedangkan dalam monk,s (1991, dalam sugeng hariyadi, 1999:6)
menegaskan bahwa remaja tidak mempunyai tempat jelas. Ia tidak termasuk golongan anak,
tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau orang tua. Remaja ada
diantara anak dan orang dewasa. Remaja yang tidak lepas untuk mencari identitas
dan penyesuaian diri sendiri terhadap lingkungan kelompoknya. Remaja
menggunakan cara untuk dimanusiakan yaitu menggunakan simbol status dalam
pakaian, kendaraan, serta pemilikan barang-barang lain. Symbol status merupakan
minat remaj pada simbol prestise yang menunjukkan bahwa setiap orang atau
remaja mempunyai ststus lebih tinggi dalam kelompoknya. Fungsi simbol status
yang mana remaja tergabung dengan kelompok dan merupakan anggota yang diterima
kelompok karena perbuatan atau penampilan dengan anggota kelompoknya akan berdampak
positif dan negatif (Harlock, 1980: 223). Remaja harus menyesuaikan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kelompok, karena remaja setiap waktu
bersama teman sebayanya. Jadi remaja terpengaruh pada sikap, pembicaraan, minat
dan penampilan.
Dalam
kehidupan manusia tidak lepas dari lingkungan tempat tinggal,dan lingkungan
memberikan pengaruh yang sangat besar pada pribadi seseorang. Begitu pula dengan perkembangan
remaja,kata remaja mengandung banyak makna. Ada sebagian orang mengatakan bahwa
remaja kelompok orang-orang yang menyusahkan orang tua dan pihak lain ada yang
menganggap bahwa remaja sebagai potensi amanusia yang yang perlu dimanfaatkan.
Tapi sebaliknya kemungkinan remaja sendiri sendiri mengatakan yang lain seperti berbicara kekacauan, atau
ketidak pedulian orang-orang dewasa
terhadap kelomp[ok mereka. Bahkan ada juga rtemaja yang mendapat kesan
bahwa kelompoknya adalah kelomp[ok minoritas yang punya warna tersendiri”dunia
sendiri” yang sukar dijamah oleh orang-orang tua.
Salah
satu bentuk dari besarnya pengaruh lingkungan terhadap perkembangan remaja atau
pribadi seseorang.sejak lahir bayi,ia pun mulai bergaul.anak tidak hanya
bergaul dengan keluarganya saja tetapi juga bergaul dengan lingkungan
sekitarnya. Ketika di luar anak-anak bermain dengan teman sebayanya bahkan
dengan teman yang lebih tua usianya.
Dari
pergaulan-pergaulan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan jika individu
tersebut tidak dapat menyesuaikan diri. Seperti yang dialami oleh si klien,
dari pergaulan teman sebayanya klien menjadi terpengaru untuk melakukan
tindakan yang tidak baik seperti tidak masuk sekolah atau membolos ketika jam
sekolah dimulai. Setelah itu klien tidak mempunyai keberanian kepada orang
tuanya untuk mengatakan hal yang sebenarnya terjadi atau dialaminya.
Perbuatan
yang dilakuklan klien lebih mengarah pada bentuk-bentu pembrontakan di dalam
dirinya, melihat kenyatannya klien banyak melakukan p[erbuatan yang tidak
terpuji tindakan-tindakan seperti membolos sekolah jika di biarkan tentu sangat
tidak baik dan bias berakibat perkembangan priskologis atau mental
klienterganggu dan bias menimbulkan hal-hal yang menyimpan sehingga tidak
diakui keberadaannya oleh masyarakat.
B.
Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus
- Tujuan Umum
a. Peneliti mampu menerapkan ilmu
pengetahuan psikilogi dan bimbingan konseling secara praktis, integrasi dan
komperhensif
b.
Peneliti memahami cara
menyelesaikan maslah psikologis peserta didik
- Tujuan Khusus
a.
Memehami masalah psikologis
terhadap kasus yang disebabkan prilaku yang keliru karena pengaruh dalam pengasuhan.
b.
Mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan timbulnya masalah baik internal maupun eksternal yang
mempengaruhi subyek.
c.
Memahami ciri-ciri dan jenis
masalah yang dialami subyek.
d.
Mampu mendiaknosa kasus-kasus
dengan berbagai teknik, merancang, dan mampu memberikan perlakuan yang baik
dalam menangani kasus, sehingga diperoleh perubahan tingkah laku yang baik pada
klien.
C. Manfaat Studi Kasus
- Bagi Subyek
a.
Mempunyai gambaran mengenai
perilaku yang menyimpang, yang tidak diinginkan oleh keluarganya.
b.
Mempunyai gambaran cara menilai
teman sebaya yang baik.
c.
Mengetahui cara mengatasi
masalah yang sedang dihadapi.
d. Dapat belajar dengan baik tanpa
terganggu oleh teman sebayanya.
e. Dapat mengambil keputusan setelah
diadakan proses konseling, sehingga mampu mengembangkan kondisi psikologis yang
dinamis.
f. Mampu mengembangkan potensinya
sesuai dengan kelemahan dan kelebihannya.
- Keluarga
a.
Memberikan pola asuh yang dapat
membawa perkembangan psikologis anggota keluarga menjadi baik.
b.
Diharapkan adanya suasana yang
harmonis dalam keluarga sehingga akan menimbulkan semangat belajar bagi anak.
c.
Mampu memberikan pendidikan
sehingga memiliki perilaku yang sesuai terhadap perkembangannya di dalam keluarga,
teman, dan masyarakat
d.
Mampu memberikan pendidikan
bagi subyek di masa depan sehingga menimbulkan rasa aman baginya.
- Peneliti
a.
Memperoleh pengetahuan baru
dari kasus yang ditangani, sehingga kelak memberikan wacana dan pengetahuan,
sikap dan keterampilan dalam menangani kegiatan konseling yang akan dihadapi ke
depannya.
b. Melatih diri untuk bersikap terbuka
terhadap seseorang dan mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan klien.
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
......................................sesuai dgn kasus klien anda coy
.............................................
......................................................
................................................................
...................................................................... di rasiakan hehehe
BAB
III
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Pengertian Peer Group
Di kalangan remaja, memiliki banyak teman adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak teman,
makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki
teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota
itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang
terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh teman bermain atau teman sebaya
ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada
orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman
bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu
sifatnya. Akan tetapi kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan
menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab teman dari kalangan tertentu pasti juga
mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha
mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya
maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja
kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotika, obat terlarang,
dan mabuk – mabukan dan lain sebagainya.
Pengaruh kawan ini memang cukup besar karena remaja lebih banyak berada
diluar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya sebagai kelompok atau geng
sehingga tidak menutup kemungkinan pengaruh teman-teman sebayanya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pengaruh
keluarganya. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum-minuman keras
atau minuman beralkohol maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan
perasaan mereka sendiri. Seperti sebuah perumpamaan bila sebatang kayu cendana
dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan
ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak
dan kepribadian seseorang ketika remaja. Oleh karena itu, orangtua para remaja
hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya
bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar.
Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak
menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Horrocks dan Benmoff (67) dalam hurlock: 214 menjelaskan bahwa kelompok
sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan panggung dimana ia
dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Didalam kelompok sebaya ia
merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya; disinilah ia dinilai oleh orang lain
yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia
dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia
tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai
yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan
oleh teman seusianya. Jadi, di dalam masyarakat sebaya inilah remaja
memperoleh dukungan untuk memperjuangkan
emansipasi dan disitupulalah ia dapat menemukan dunia yang memungkinkannya
bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya. Kecuali itu, kelompok
sebaya merupakan hiburan utama bagi anak-anak belasan tahun. Berdasarkan alasan
tersebut kelibatanlah kepentingan vital masa remaja bagi remaja bahwa kelompok
sebaya sendiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapt
menerimanya dan yang kepadanya ia sendiri bergantung.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain
mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga
memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga
kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan
maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah
teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat
mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak
mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka
dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka
dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang
batasan teman yang baik.
B.
Pengertian Maladakttive
Maladaktive (perilaku yang salah)
adalah perilaku yang didasarkan pada cara berfikir yang irasional. Indikator yang menunjukkan seseorang
berkeyakinan irasional menurut Ellis (1994) antara lain:
- Pandangan
bahwa suatu keharusan bagi orang dewasa untuk dicintai oleh orang lain
dari segala sesuatu yang dikerjakan
- Pandangan
bahwa tindakan tertentu adalah mengerikan dan jahat, dan orang yang
melakukan tindakan hal demikian sangat terkutuk
- Pandangan
bahwa hal yang mengewrikan jika terjadi sesuatu tidak didinginkan pada
diri kita
- Pandangan
bahwa kesengsaraan manusia selalu disebabkan oleh faktor eksternal dan
kesengsaraan itu menimpa kita melalui orang lain atau peristiwa
- Pandangan
bahwa jika sesuatu dapat berbahaya atau menakutkan, kita terganggu dan
tidak akan berakhir dalam memikirkannya
- Pandangan
bahwa kita lebih mudah menghindari kesulitan hidup dan bertanggung jawab
daripada menghadapinya
- Pandangan bahwa secara absolut
membutuhkan sesuatu dari orang lain atau yang lebih besar daripada diri
sendiri sebagai sandarannya
- Pandangan bahawa kita seharusnya
kompeten, inteligen, dan mencapai dalam semua kemungkinan yang menjadi
perhatian kita
- Pandangn bahwa karena segala
sesuatu kejadian sangat kuat pengaruhnya pada kehidupan kita, hal itu akan
mempengaruhi dalam jangka waktu yang tidak terbatas
- Pandangan bahwa kita harus
memiliki kepastian dan pengendalian yang sempurna atas suatu hal
- Pandangan bahwa kebahagiaan manusia
dapat dicapai dengan santai tanpa berbuat
- Pandangan bahwa kita sebenarnya
tidak mengendalikan emosi kita dan bahwa kita tidak dapat membantu
perasaan yang mengganggu pikiran kita
Kebutuhan remaja secara umum sama
saja dengan kebutuhan yang dimiliki oleh kelompok orang dalam masa manapun dia
berada. Remaja juga memiliki kebutuhan primer yaitu seperti makanan, minuman,
tidur, selain itu juga memiliki kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan
dihargai, kebutuhan akan pujian, kebutuhan akan kedudukan, kebutuhan
menghasilkan Sesutu, dan sejenisnya.
Kebutuhan remaja yang bersangkutan
dengan kesehatan mental, dengan titik berat bagi remaja dalam sekolah lanjutan,
pernah dibicarakan secara khusus oleh bernath. Ahli ini berbicara tentang
kebutuhan yang berhubungan dengan penyesuaian diri remaja dalam “peer”
penyesuaian diri terhadap para guru, penyesuaian diri dalam hubungan orang tua,
guru dan murid, ketentuan tujuan (masa depan), kemantapan rasa harga diri,
memahami diri sendiri, dan persiapan untuk hidup dalam perkawinan.
Penyesuaian diri remaja dalam
kelompok teman sebaya, muncul sebagai akibat adanya keinginan bergaul remaja
dengan teman sebayanya mereka. Keinginan tersebut yang menjadikan klien lebih senang berada di dalam
lingkungan teman-temannya. Dengan hubungan ini remaja sering dihadapkan pada
persoalan penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap kehadirannya dalam
pergaulannya. Pada pihak remaja, hal penolakan “peer” merupakan hal yang sangat
mengecewakannya. Untuk menghindari kekecewaan-kekecewaannya itu remaja perlu
memilki sikap, perasaan, ketrampilan, perilaku yang dapat menunjang kelompok
teman sebayanya.
Kebutuhan
penyesuaian diri remaja terhadap para gurunya timbul karena remaja dalam
perkembangannya yang melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua, ingin
mendapatkan orang dewasa ini yang dapat dijadikan “sahabat” dan sebagai
pembimbing. Bagi remaja berhubungan dengan guru, sangat penting karena mereka
dapat bergaul secara harmonis dan matang. Ketidakmampuan remaja menyesuaikan
diri dan mendapatkan sesuatu keuntungan lebih banyak dari para konselor dan
gurunya.
C. Gejala-Gejala Perilaku
Yang Salah
Gejala-gejala perilaku salah dilingkungan sebaya dapat ditunjukkan dalam
bentuk penyimpangan norma-norma atau larangan-larangan yang seharusnya tidak
pantas dilakukan, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan
masyarakat.
Dalam lingkungan sekolah
perilaku-perilaku menyimpang yang disebabkan oleh maladjustment juga dapat
ditunjukkan dengan berbagai macam cara; misalnya membolos di waktu pelajaran
sedang berlangsung dengan berbagai alasan, merokok dilingkungan sekolah,
memeras uang teman atau adek kelas, minum-minuman beralkohol dan masih banyak
lagi bentuyk-bentuk maladjustment yang lain.
Tindakan-tindakan yang cenderung
negative tersebut diatas apabila dibiarkan dapat mempengaruhi proses belajar
klien. Prestasi dan kecerdasan akan menurun, karena kurangnya waktu untuk
belajar bahkan tidak ada waktu untuk belajar. Hal ini tidak dapat dibiarkan
begitu saja dan harus segera mendapat penanganan yang serius untuk
menanggulangi akibat-akibat dari prilaku yang salah.
Perubahan tingkah laku yang
ditunjukksn oleh klien mengarah pada bentuk pelarian terhadap situasi yang
lebih kompleks. Munculnya emosional pada diri individu mempengaruhi tingkah
laku i8ndividu tersebut. Pengaruh emosi yang mudah muncul, dan mudah
tersinggung, sehingga mewujudkan tingkah laku yang tidak sesuai dan yang tidak
diinginkan masyarakat dan lingkungan luas dan perlu mendapat perhatian yang
serius.
Bentuk-bentuk tingkah laku yang salah
dapat dikategorikan kepribadian yang anti social. Individu yang mempunyai
kepribadian antisocial dapat menyebabkan sedikit sekali rasa tanggung jawab,
moralitas atau perhatian terhadap individu lain. Pola tingkah laku yang
ditunjukkan oleh individu hamper mencerminkan untuk kepentingan diri sendiri.
BAB IV
DATA
........................menurut hasil observasi sendiri-sendiri
..................................
...............................................
..........................................................
....................................................................di rasiakan coy hehehe
BAB V
ANALISIS DAN DIAGNOSIS
A.
Analisis
Permaslahan yang dialami oleh subyek
atau klien merupakan gangguan emosional yang muncul secara berlebihan terhadap
situasi yang menyebabkan dirinya mengalami tingkah laku menyimpang. Analisis
secara fungsional subyek ditandai dengan kondisi psikologis dengan
sintoma-sintoma sulit untuk menerima kondisi keluarga yang kurang
memperhatikannya sehingga klien atau subyek lebih senang berkumpul dengan
teman-teman sebayanya, hal ini dikarenakan bersama teman-temannya klien atau
subyek dapat menemukan kebahagiaan dibandingkan dalam lingkungan keluarganya.
Sehingga dengan ditemukannya kebahagiaan di luar rumah klien merasa tergantung
dengan lingkungan yang dapat memberikan kebahagiaan.
Perilaku salah yang dilakukan klien
yaitu bergaul dengan teman-teman sebayanya, sering pergi dan jarang dirumah,
mengakibatkan subyek masuk ke pergaulan yang salah, misalnya membolos, merokok,
minum-minuman beralkohol serta tingkah laku lainnya yang merugikan dirinya
sendiri dan lingkungan sosialnya.
Klien yang menemukan kebahagiaan di
lingkungan teman-temannya tersebut membuat klien terpengaruh dengan gaya hidup atau apa yang
dilakukan oleh teman-temannya. Hal ini terbukti bahwa klien mulai merokok
setelah duduk di kelas tujuh semester dua. Untuk menghindari situasi tertentu,
dan ketergantungan diri dari kenyataan yang dialami saat sekarang ini, maka
untuk menyenangkan dirinya, klien bergabung dengan orang-orang yang merasa
cocok dengan keinginannya.
Tingkah laku menyimpang pada diri
subyek adalah masih dalam batas kewajaran sehingga klien masih dibilang mampu
membedakan yang rasional maupun yang tidak rasional. Tetapi keinginan yang
mengganggu dirinya tidak disadarinya, inilah yang menyebabkan akan mengganggu
aktivitasnya dalam menyalurkan tingkah laku yang tidak diinginkan dirinya serta
lingkungannya.
B. Diagnosis
1. Esensi Kasus
Inti dari permaslahan
yang dihadapi klien adalah pengaruh teman sebaya akibat dari pergaulan yang
salah. Dari kasus tersebut maka diagnosisnya mengenai esensi dan tingkah laku kasus
klien diantaranya sebagai berikut:
·
Berdasarkan
analisis tersebut keadaan klien dapat dikategorikan bahwa klien memiliki
tingkah laku menyimpang yang timbul pada diri klien karena pengaruh dari
pergaulan yang diakibatkan dari pola asuh yang keliru. Klien melakukan perilaku
yang menyimpang ini sebagai suatu kompensasi atas apa yang terjadi di dalam
keluarga sehingga sebagai pelariannya klien memilih bergabung dengan
teman-teman sebayanya yang dapat mengakibatkan tindakan-tindakan yang tidak
bermanfaat.
·
Faktor
obyektif yang dialami oleh klien adalah tertekan karena tidak ada teman di
rumah dan faktor internal yang cukup rawan adalah berkenaan dengan kebutuhan
untuk pengendalian diri klien menghindari situasi tertentu yang membuat
tekanan, keinginan untuk cepat menyelesaikan masalah atau kurang tenang,
kebutuhan untuk merasa tampil prima atau sama bahkan lebih dari yang lain dalam
segala hal.
·
Kaitannya
dengan pribadi klien adalah menyalurkan keinginannya dengan tingkah laku
menyimpang berupa sering bermain dan pulang malam serta merokoh bahkan
minum-minuman beralkohol dengan teman-temannya (bentuk kompensasi dirinya)
ketika klien berada di luar lingkungan rumah.
·
Rasa
bosan, malas dan ketidaksenangan terhadap mata pelajaran juga mempengaruhi
tingkah lakunya. Hal ini tampak ketika klien menunjukkan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan dirinya, perasaan yang tidak stabil sangat mempengaruhi
dirinya. Kondisi ini akan menjadi tidak terkontrol dari pergaulan-pergaulan
yang tidak mendapatkan pengawasan, dan perhatian dari keluarga serta
orang-orang yang dekat dengan dirinya.
2. Latar Belakang Kasus
a. Latar Belakang Psikologis/Internal
Secara
psikologis klien merupakan individu yang tertekan dengan keadaan keluarga yang
berantakan. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berkumpul dan berkomunikasi
dalam berbagai hal yang dialami anggota keluarga, dianggap sebagai tempat yang
sangat membosankan, karena disitu tidak terdapat hal-hal yang diinginkan.
Klien
merasa jenuh dan tidak betah berada di rumah dengan keaadaan yang sepi dan
jarang adanya komunikasi, maka klien memilih berkumpul dengan teman-teman
sebayanya. Ketika berkumpul dengan teman-teman klien mengikuti hal-hal yang
dilakukan temannya yaitu merokok, dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
Perbuatan tersebut tidak hanya dilakukan dalam lingkungan rumah saja walaupun
secara sembunyi-sembunyi, bahkan di sekolah pun perbuatan itu dilakukan.
b. Latar Belakang Sosial/Eksternal
klien
sebagai anak kedua dari dua bersaudara di dalam keluarganya, hidup dalam
keadaan keluarga yang sederhana, dengan ekonomi yang cukup, ibunya bekerja di
sebuah pabrik yang untuk jam kerjanya kadang berangkat pagi pulang sore ataupun
sebaliknya sedangkan ayahnya menikah lagi. Hal ini yang membuat klien tidak
dapat merasakan kebahagiaan yang lengkap di dalam keluarnya. Dan hal ini pula
yang menyebabkan klien tidak betah tinggal di rumah, pergi berkumpul dengan
teman-teman sebayanya untuk menghibur diri hingga malam hari baru pulang ke
rumah.
C.
Sebab Timbulnya Kasus
Kasus
ini timbul dikarenakan ada permasalahan tertekan yang dialami klien yaitu:
1. Orang tua yang sibuk bekerja
2. Kurangnya komunikasi dengan orang
tua
3.
Kurang adanya perhatian orang
tua
D.
Dinamika Psikis Klien
1.
Dinamika Psikis Yang Bersifat
Negatif
subyek mempunyai sifat
atau perangai yang keras dan suka semaunya sendiri yang mengakibatkan ia suka
banyak bicara di dalam kelas dan tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan serta
memiliki sikap cuek atau tidak peduli dan tidak merasa butuh orang lain. Dan ia
memiliki perasaan tidak suka terhadap orang tuanya sendiri sehingga ia merasa
lebih baik diam dan tidak peduli dan serta berdiam diri.
2.
Dinamika Psikis Yang Bersifat
Positif
klien menganggap keluarga sebagai tempat yang
membosankan, klien mendapat kesulitan dalam penyesuaian diri, dan merasa dia
tidak dibutuhkan orang lain. Klien juga menganggap keluarga adalah segalanya
untuk mendapatkan perhatian dan kasih saying.
BAB VI
PROGNOSIS
A.
Apa Yang Akan Terjadi Bila Dibiarkan
Berdasarkan
hasil diagnosa dari kasus yang dialami klien, maka dapat dikatakan bahwa masalah
yang dialami klien masih berada dalam tingkat yang sedang. Faktor penyebab
kasus yang dialami klien adalah keadaan keluarga yang pecah (broken home)
sehingga klien menjadi terpengaruh oleh teman-teman sebayanya.
Kemungkinan
yang akan terjadi apabila klien dibiarkan dalam keadaan seperti ini, maka ia
akan merugikan diri sendiri maupun keluarga. Hal ini disebabkan tingkah laku
klien yang tidak dibenarkan oleh lingkungan sekolah maupun keluarga. Klien akan
mengalami strees yang berlangsung terus menerus akibat dari keadaan keluarga
yang kurang menguntungkan dalam belajar.
Klien
mengalami kesulitan emosional yang lebih luas serta memungkinkan akan mengalami
kesalahan penyesuaian diri secara sosial. Bila dibiarkan klien akan mengalami
was-was, khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan secara
berkepanjangan sehingga akan mengalami ketegangan terus menerus dan tidak mampu
berlaku santai, karena klien akan menutup diri dengan kompensasi yang salah.
Secara ringkas prognosis terhadapo kasus tersebut adalah sebagai berikut:
- Prognosis
Bersifat Positif
a. Klien mengganggap keluaga sebagai
tempayt yang membosankan dan tidak nyaman
b. Apabila klien dibiarkan dalam
keadaan tingkah laku yang salah, maka akan memperoleh bentuk perlakuan yang
tidak menyenangkan dilingkungannya
c. Klien akan mendapatkan kesulitan
dalam penyesuaian diri
d. Memperoleh prestasi yang menurun
e. Tidak mampu berorientasi terhadap
tugas-tugas perkembangan secara psikis maupun tugas fisik yang membebankan
kepadanya
f. Apabila dibiarkan terus menerus akan
melakukan dan menyalurkan tingkah laku salah maka akan merugikan diri sendiri
dan keluarga
- Prognosis
Bersifat Negatif
Klien
mempunyai sifat atau perangai sedikit pendiam, dan tidak memperhatikan apabila
dinasehati sehingga dia sering pergi main dengan teman-teman sebayanya.
B.
Alternatif Pemecahan Kasus
Peneliti
memberikan suatu gambaran bahwa keluarga merupakan tempat untuk belajar dan
orang tualah yang menjadi guru saat dirumah. Ketika orang tua tidak ada di
rumah yang digantikan oleh siapa saja yang masih ada dirumah itu yang dapat di
anggap sebagai pengganti orang tuanya yang dapat memperhatikan dan menunjukkan
yang terbaik bagi dirinya. Jika orang tua, kakak, atau saudara yang ada dalam
keluarga itu marah semua itu bukan semat-mata beliau tidak suka atau benci
tetapi karena rasa sayang dan cinta merekalah maka mereka melakukan itu.
Klien
diberikan contoh nyata yang terjadi dalam lingkungan masyarakat akibat dari
pergaulan yang bebas dan tidak mau mengikuti saran dari orang tua bahkan
gurunya. Seperti halnya tidak bisa memilih teman dalam pergaulan dapat
terjerumus ke dalam pergaulan bebas bahkan harus berurusan dengan hukum negara
dan orang lain yang menyebabkan masalah baru dalam hidupnya sendiri.
Jika
hal ini terjadi pada diri klien, akan mengecewakan orang tua yang telah susah
payah membiayai sekolahnya serta diri klien sendiri yang menyebabkan masa depan
dan cita-citanya akan menjadi suram. Jadi klien tidak seharusnya
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua untuk belajar di
sekolah dan tidak untuk main-main ataupun membolos di saat pelajaran sedang
berlangsung. Selain itu klien juga harus mengerjakan tugas walaupun apa yang
dikerjakan itu salah. Sehingga dengan klien bersikap seperti itu guru juga
tidak akan memarahi atau menghukumnya.
BAB VII
TREATHMENT
A.
Metode, Teknik, Saran, Dan Tujuan
Perlakuan
Teori rasional
emotif mulai dikembangkan oleh Albert Ellis (Lahir Tahun 1913) di amerika
serikat. Albert Ellis seorang doktor ahli dan psikologi terapeutik, dia seorang
eksistensialis dan juga seorang neo
Freudian. Ketika ia menjadi seorang psikoterapi yang sangat efektif. Namun
kemudian ia mendapat bahwa pendekatan sistem psikoanalit sebagai bentuk terapi
yang sangat efektif. Namun kemudian ia mendapatkan bahwa pendekatan sistem
psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis, 1974). Albert
Ellis berpendapat bahwa teori rasional emotif yang dikembangkan awal tahun
1960-an, adalah merupakan gelombang baru yang ketiga dalam dunia treatment psikologis, setelah munculnya
gelombang pemikiran psikoanalitik dari Sigmund Freud di Eropa dan gelombang
pemikiran Regorian di Amerika Serikat tahun 1950-an. Sedangkan teori rasional
emotif itu sendiri adalah sintesis dari behavior
therapy yang klasik (termasuk Skennerian Reinforcement dan Wolpeian
Systematic Desensitization). Oleh kerena itu Ellis juga menyebut terapi ini
sebagai Cognitive Behavior Therapy.
Model teori yang
digunakan adalah rasional emotif teraphi hal ini mengacu pada tujuan utama yang
hendak di capai dalam konseling dengan model pendekatan rasional emotif teraphi
yaitu
1. Manusia dilahirkan dengan berbagi kekuatan dan
potensi untuk kehidupan. Salah satu kekuatan yang unik pada manusia adalah potensi berpikir rasional. Disamping itu ada
pula potensi lainnya, yakni berpikir irasional.
Tendensi dari manusia pada hakikatnya bersumber dari dua kekuatan berpikir
rasional dan irasional. Tendensi kehidupan manusia berupa kebahagiaan,
kesejahteraan, pemeliharaan diri, kasih sayang, pertumbuhan dan perkembangan
diri dan aktualisasi diri secara esensial bersumber pada potensi berpikir
rasional. Sebaliknya tendensi-tendensi berupa self defeating (merusak diri sendiri), penolakan terhadap diri
sendiri, sering membuat kekeliruan atau kesalahan, kesedihan, ketidaksenangan,
intoleran, self blame (menyalahkan
diri) serta gejala-gejala lainnya yang mengganggu potensi aktualisasi diri
sebenarnya bersumber pada kekuatan berpikir yang tidak logis, irasional yang
dikuasai oleh pergolakan emosional.
2. Pikiran dan
emosi adalah dua potensi yang tidak dapt dipisahkan atau dengan lainnya. Emosi
selalu menyertai proses berpikir. Berpikir yang rasional memerlukan kadar emosi
tertentu, sehingga hasil berpikir rasional memberikan kegembiraan, kesenangan
hidup yang pada gilirannya dapat mendorong perkembangan dan aktualisasi diri
pada manusia. Namun suatu proses berpikir yang dikendalikan oleh emosi akan
menyebabkan efek-efek tertentu seperti terjadinya pembiasaan, prasangka, serta
berpikir yang tak rasional.
3. Berpikir irasional adalah merupakan kenyataan
hidup manusia yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman serta proses belajar
yang tidak logis, yang diperoleh dari orang tua, keluarga, masyarakat dan
kebudayaan. Perilaku manusia yang bersumber dari dua kekuatan berpikir rasional
dan irasional, ditentukan oleh sistem nilai atau ide-ide yang dipersepsi dari
dunia nyata dimana manusia itu hidup. Sistem nilai atau ide yang rasional akan
diinternalisasikan oleh seseorang ke dalam dirinya melalui proses berpikir
sehingga akan menimbulkan sistem keyakinan yang rasional dan pada gilirannya
menuntun perilaku rasional secara konsisten. Sebaliknya sistem nilai atau
ide-ide yang irasional akan diinternalisasikan oleh seseorang ke dalam dirinya
melalui proses berpikir dan akan menimbulkan sistem keyakinan yang irasional dan
pada gilirannya menuntun perilaku yang irasional.
4. Emosi dan pemikiran-pemikiran negatif yang
bersifat merusak diri harus ditangani melalui pemikiran yang rasional, sehingga
pemikiran yang irasional dapat diubah ke arah pemikiran rasional.
5. Perasaan dan pikiran sangat erat hubungannya.
Namun kedua potensi ini mempunyai sifat dan fungsi saling komplementer.
Berpikir irasional bersumber pada disposisi biologis dengan melewati pengalaman
sewaktu kecil dengan pengaruh lingkungan. Lingkungan dapat membuat anak merasa
rendah diri, tak mampu, dan seterusnya.
B.
Tujuan
Konseling
1.
Tujuan utama
konseling rasional emotif adalah :
a. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara
berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan ilogis
menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan
self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif
yang positif.
b. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang
merusak diri sendiri, seperti ; rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa
berdosa, rasa cemas, rasa was-was, rasa marah. Sebagai konsekuensi dari cara
berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan hidup secara
rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
2.
Tujuan khusus
konseling rasional emotif adalah
a. Self
interest : menciptakan kesehatan
mental termasuk keseimbangan emosional pada seseorang terletak pada diri
sendiri, bukan dari orang lain. Maka konseling harus berfokus pada kesadaran
diri dari klien itu sendiri.
b. Self
direction : individu yang
memiliki kesehatan mental yang akan selalu bertanggungjawab terhadap dirinya
sendiri. Oleh karena itu tujuan konseling harus mendorong klien untuk
mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti bahwa klien harus mengahadapi kenyataan-kenyataan
hidupnya dengan bertanggung jawab sendiri bukan tergantung atau selalu minta
bantuan orang lain.
c. Tolerance
: konseling di sini adalah untuk
mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain meskipun
ia bersalah.
d. Acceptance
of uncertainty : individu yang
matang emosinya bersedia menerima kenyataan bahwa di dunia ini segala sesuatu
mungkin terjadi. Baik buruknya
kenyataan hidup harus dihadapi dengan tenang dan tabah. Maka konseling di sini
adalah memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi
kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.
e. Fleksibel
: mendorong klien agar luwes
dalam bertindak secara intelektual, terbuka terhadap suatu masalah sehingga
diperoleh cara-cara pemecahannya yang dapat mendatangkan kepuasan kepada diri
klien sendiri.
f. Commitment : individu yang sehat perlu dan dapat
mengembangkan sikap dan perasaan komitmen dengan lingkungannya. Jika tidak
individu itu sendiri akan mengalami ketegangan antara apa yang ia inginkan
dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lingkungannya. Karena itu konseling
harus membangkitkan sikap objektivitas dan komitmen klien untuk menjaga
keseimbangan klien dengan lingkungannya.
g. Scientific
thinking : berpikir rasional
secara objektif adalah tujuan dari konseling rasional emotif. Berpikir rasional
bukan hanya terhadap orang lain tetapi juga terhadap diri sendiri.
h. Risk
taking : konseling emotif juga
bertujuan untuk mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri klien
untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata, meskipun belum tentu berhasil.
Keberanian ini sangat penting dalam menanamkan kepercayaan diri pada klien
untuk menghadapi masa depan kehidupannya.
i.
Self acceptance : penerimaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan dan kenyataan diri
sendiri dengan rasa gembira dan senang.
C.
WAKTU DAN
PROSES PEMBERIAN PERLAKUAN
Pemberian
perlakuan antara peneliti dan klien ditentukan dengan kesepakatan yang telah
disetujui antara klien dan peneliti. Waktu dan proses pemberian perlakuan
antara peneliti dan klien adalah sebagai berikut:
No
|
Hari/Tanggal
|
Kegiatan
|
Ttd klien
|
1.
|
|
Poerkenalan antara klien dengan
peneliti
|
|
2.
|
|
Penggalian kasus atau permasalahan
yang dialami klien
|
|
3.
|
|
Klien menceritakan kegiatan
sehari-hari yang dilakukan klien dan penyebab klien melakukan hal-hal yang
negatif
|
|
4.
|
|
Penggalian kasus dan menanyakan
apa saja yang dialami oleh klien
|
|
5.
|
|
Memberikan masukan-masukan kepada
klien agar lebih bersemangat dalam belajar dan menanyakn perubahan yang
dialami klien
|
|
6.
|
|
Pemberian motivasi dan menanyakan
kesan klien dengan adanya studi kasus
|
|
D.
EVALUASI TREATMENTH
Peneliti
melakukan kontrak kasus dengan klien dan melakukan keakraban. Klien dianggap
sebagai siswa yang bermasalah (membolos, merokok, minum-minuman keras) dan
tidak mempunyai semangat untuk belajar. Klien pada pertemuan pertama dengan
peneliti masih menunjukkan ketertutupan dirinya. Namun pertemuan demi pertemuan
yang peneliti lakukan membuat kami akrab dan tidak ada rahasia. Hal ini
memudahkan peneliti untuk mengorek masalah yang dihadapi klien dan bagaimana
cara yang tepat untuk merubah perilakunya dengan berbagai pendekatan. Dengan
adanya keterbukaan sehingga tercipta suasana yang akrab. Bebrapa faktor
kemungkinan yang akan muncul yang akan muncul, seperti yang dialami klien
ternyata dipengaruhi oleh pola asuh yang keliru (broken home) dan pergaulan
bebas serta dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal klien.
Pendekatan
yang tepat untuk menerapi klien adalah dengan metode Rasionol Emotif Terapi dan Rileksasi pernapasan. Klien diterapi untuk
berpikir rasional, bahwa minum-minuman keras dan merokok merupakan menyebabkan penyakit, hilangnya kewaspadaan,
menimbulkan kemalasan, mengecewakan orang tua dan melanggar peraturan sekolah.
Dan klien melakukan perenungan pernapasan dengan menghitung keluar masuk nafas
untuk mengurangi keterikatan klien terhadap minum-minuman keras dan rokok yang
sebenarnya membuat sakit batin dan jasmaninya. Pendekatan itu dapat merubah
perilaku klien, dari pernyataan klien
bahwa semasa studi kasus sudah tidak melakukan minum-minuman keras dan berani
menolak ajakan teman sebayanya serta klien juga melakukan hal yang positif,
yaitu mengikuti pekan olah raga tingkat kecamatan. Jadi treatment yang peniliti
lakukan pada klien dapat dikatakan telah berhasil 80%. Supaya klien dapat
berubah total seperti dulu sebelum dipengaruhi teman sebayanya peneliti
anjurkan untuk merenungkan masuk-keluarnya nafas dan selalu berpikir positif.
RET
mempunyai karakteristik dalam helping relationshipnya sebagai berikut:
a. Aktif direktif : artinya dalam hubungan konseling atau terapeutik
di sini terapis atau konselor lebih aktif dalam membantu mengarahkan klien
dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b. Kognitif
rasional : artinya bahwa hubungan
yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan
pemecahan masakah yang rasional.
c. Emotif eksperiensial : bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat
aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional
sekaligus membongkar akar-akar
keyakinannya yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
d. Behavioristik : artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus
menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan behavioral (tingkah laku) dalam diri klien.
e. Kondisional : artinya bahwa hubungan dalam RET dilakukan
dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien berbagai teknik
kondisioning untuk mencapai tujuan konseling.
Metode yang dipakai
adalah wawancara sebagai upaya untuk mendapatkan data kasus, dengan maksud agar
dapat memperoleh data yang sebanyak-banyaknya dari pola asuh untuk menyesuaikan
kasus yang dihadapi klien. Sasaran adalah klien yang mengalami pergaulan dengan
teman sebaya akibat pola asuh yang keliru, peneliti memberikan perlakuan
terhadap klien dengan tujuan:
1. Tujuan Umum
a. Membantu kl;ien mendapatkan tingkah laku baru dan
menghilangkan tingkah laku lama yang salah
b. Melatih klien agar dapat mempertahankan diri dan
mudah bergaul dengan orang lain di lingkungan sekolah, keluraga, dan bahkan di
lingkungan masyarakat
c. Memiliki kemampuan agar dapat beradapotasi dengan baik terhadap teman-teman dan
masyarakat
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat menghilangkan kebiasaan bermain tanpa
waktu di luar rumah bersama teman sebayanya
b. Agar klien dapat mengendalikan dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungan sehingga klien tidak terpengaruh hal-hal yang bersifat
negatif
c. Agar klien dapat berfikir dengan baik bahwa,
belajar adalah hal yang sangat penting dan merupakan pembentuykan kepribadian.
BAB VIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN KASUS
Berdasarkan hasil
studi kasus, dari hasil analisis, prognosis, diagnosis serta pemberian
treatment, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa klien adalah individu yang
mengalami gangguan berupa tingkah laku yang salah atau yang menyimpang yang
disebabkan oleh pengaruh teman sebaya dan akibat pola asuh orang tua yang
keliru (broken home). Faktor-faktor penyebab gangguan adalah perasaan bosan
tinggal dirumah, tidak serius dalam sekolah dan hal itu menjadi kebiasaan yang
dilakukan oleh klien sehingga klien menjadi bermasalah.
B. PENDAPAT
Penulis berpendapat
bahwa klien ini dapat merubah kebiasaan buruk yang dilakukan di dalam maupun
diluar kelas, karena itu klien harus mendapatkan penanganan dan perhatian yang
lebih supaya dapat merubah cara dan tingkah laku yang keliru itu. Dalam hal ini
keluarga merupakan tempat yang terpenting bagi anak untuk mendapatkan perhatian
dari orang tuanya. Lingkungan bermain dan lingkungan sekolah juga sangat
mendukung perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
C. SARAN
Harapan dari
konselor kepada klien adalah klien dapat bersikap baik dengan keluarga, jarang
keluar rumah untuk bermain atau berkumpul dengan teman sebaya dan menjaga
komunikasi antar individu dalam keluarga, mengurangi ataupun bahkan menghilangkan
kebiasaan tersebut, rajin belajar, dan serius dalam sekolah, sehingga akan
membawa kebaikan bagi dirinya sendiri, keluarga dan sekolah.
bye......