Jumat, 15 Juni 2012

STHI

LAPORAN OBSERVASI SIDANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Individu Mata kuliah Sistem Tata Hukum Indonesia (STHI) Tahun Akademik 2011/2012 Dosen Pengampu : Dra. Nur Cahyowati, M.Pd Disusun Oleh : Nama : Sunaryo NIM : 0914.1008 SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA (STIAB ) “SMARATUNGGA” BOYOLALI 2012 LEMBAR PERSETUJUAN Laporan yang berjudul “Observasi Sidang Tindak Pidana Pencurian di Pengadilan Negeri Surakarta” telah disetujui pada: Hari : Tanggal : Disetujui Oleh: Pengadilan Negeri Boyolali Dosen Pengampu ............................................ Dra. Nur Cahyowati, S.Pd NIY. 101008 KATA PENGANTAR Namo Sanghyang Adi Buddhaya Namo Buddhaya Puji syukur penulis haturkan kepada Sanghyang Adi Buddha, para Buddha Bodhisattva dan Mahasatva, karena berkat pancaran cinta kasih dan kasih sayang-NYA peneliti dapat menyelesaikan tugas observasi tentang’’Kasus Pencurian’’ tepat pada waktu yang telah ditentukan. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas individu dalam mata kuliah Sistem Tata Hukum Indonesia Semester VI. Proses observasi ini membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Peneliti menyadari bahwa kegiatan observasi mungkin tidak akan pernah selesai tanpa bantuan-bantuan dari kaloge yang senantiasa memberikan bantuan serta dorongan yang sangat berarti. Untuk itu peneliti menghaturkan dan mengucapkan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada: 1. Y.M. Sasana Bodhi, selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga. 2. Dra. Nur Cahyowati, S.Pd, selaku Dosen pengampu mata kuliah Sistem Tata Hukum Indonesia. 3. Kepala Pengadilan Negeri Surakarta yang telah memberikan ijin tempat dan waktu pelaksanaan observasi ‘’kasus Pencurian’’. 4. Bpk/Ibu dan selaku staf pengadilan negeri Surakarta. 5. Kerjasama seluruh team peneliti dalam menyelesaikan laporan penelitian ini. 6. Rekan-rekan Mahasiswa STIAB’’SMARATUNGGA’’ dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan kemampuan dan daya pikir yang peneliti miliki. Maka dari itu peneliti akan selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penyusunan laporan penelitian selanjutnya. Semoga dengan penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Semoga Semua Makhluk Berbahagia Sadhu…Sadhu…Sadhu… Boyolali… April, 2012 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR LOGO ii LEMBAR PERSETUJUAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 3 C. Tujuan Observasi 3 D. Manfaat Observasi 3 E. Metode yang Digunakan 4 BAB II. PEMBAHASAN A. Profil Hukum Di Indonesia 5 B. Hukum Pidana 6 C. Kronologi Proses acara Pidana 7 D. Delik 9 E. Pengertian Pencurian 10 BAB III. HASIL OBSERVASI A. Hasil Observasi 14 BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan 17 B.Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum maka hukum harus ditegakkan. Pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia didasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang diarahkan agar dapat menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga masyarakat dapat menikmati suasana tertib dan adanya kepastian hukum yang berintikan keadilan. Sejak adanya UU Tahun 1958 No.73 yang menentukan berlakunya UU Tahun 1946 No.1 tentang peraturan hukum pidana dengan perubahan dan tambahan untuk seluruh indonesia, hukum pidana materiil yang tersebut dalam perundangan-perundangan, menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan yang diadakan oleh kedua undang-undang tersebut, disusun dalam hukum induknya, yaitu berlaku pada tanggal 8 Maret 1942, Menurut pasal VI UU Tahun 1946 No.1, nama resminya dari “Wetboek Van Strafrecht”, yang dapat disebut “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”, maka KUHP menjadi up-to-date, dan dipakai diseluruh Nusantara. (Moeljatno, 2001. V). KUHP sebagai hukum acara pidana nasional yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan dasar Negara Pancasila bermuatan ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang lebih dikenal dengan nama Hak Asasi Manusia (HAM). Atas dasar HAM maka segala macam sikap dan tingkah laku para pejabat penegak hukum yang mencerminkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia yang terjadi pada masa berlakunya HIR harus dapat dihilangkan dan dicegah agar tidak terulang kembali. Dalam praktik hukum selama ini, KUHP telah berusia panjang (belasan tahun) ternyata cita-cita hukum yang terkandung dalam KUHP belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. (Kuffal. 2005. iii). Hukum pidana dan hukum acara pidana sejak awal keberadaannya diperuntukan bagi perlindungan masyarakat terhadap kesewenang-wenangan penguasa. Oleh karenanya, sering dikatakan bahwa fungsi dari aturan hukum acara pidana adalah untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Ketentuan-ketentuan dalam hukum acara pidana antara lain berfungsi untuk melindungi para tersangka dan terdakwa, terhadap tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi penegakan hukum melalui lembaga peradilan. Pelanggaran terhadap hukum pidana akan mendapat sanksi yang berupa penderitaan, tekan batin atau siksaan badan jasmani. Adanya ancaman hukum melalui badan jasmani dimaksudkan agar orang tidak mengulangi perbuatannya kembali (melakukan perbuatan yang merugikan orang lain serta mengancam ketertiban umum). Bentuk siksaan ini berupa hukuman pidana penjara, kerja paksa atau hukuman mati. Salah satu kejahatan yang rawan terjadi adalah pencurian. Dan kasus pencurian ini terjadi dalam berbagai motif dan modus yang senantiasa meresahkan warga masyarakat. Ada istilah pencurian spesialis curanmor, ada juga beredar istilah pencurian spesialis rumah kosong. Yang pada intinya adalah mengambil tanpa ijin bahkan secara paksa barang milik orang lain. Hal ini tentunya menjadi pedoman bagi masyarakat agar lebih berhati-hati karena kejahatan terjadi bukan hanya adanya niat tetapi juga adanya kesempatan dan kondisi masyarakat yang lengah. Masyarakat hendaknya selalu waspada terhadap segala hal yang sifatnya mencurigakan. Bisa jadi itu merupakan suatu modus yang digunakan untuk melakukan kejahatan. Negara indonesia adalah negara hukum tetapi kenyataannya kejahatan terus saja meningkat dan terjadi dimana-mana. Lalu bagaimanakah hukum di indonesia menangani kasus-kasus hukum yang terjadi dan hukuman apakah yang didapatkan oleh pelaku kejahatan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian hukum pidana? 2. Bagaimana wujud kasus tindak pidana? 3. Bagaimana proses persidangan di Pengadilan Negeri berlangsung? 4. Bagaimana pengambilan keputusan pada sidang? 5. Bagaimana Pengertian Pencurian ? C. Tujuan Observasi 1. Mendeskripsikan pengertian hukum pidana. 2. Mendeskripsikan wujud kasus tindak pidana. 3. Mendiskripsikan bagaimana proses persidangan di Pengadilan Negeri. 4. Mendiskripsikan pengambilan keputusan pada sidang. 5. Mendiskripsikan Pengertian Pencurian. D. Manfaat Observasi 1. Secara Teoritis Observasi di Pengadilan secara teoritis akan memperkaya pengetahuan mahasiswa akan wawasan tentang hukum yang berlaku di Indonesia. Walaupun sebagai mahasiswa STIAB yang difokuskan pada bidang keagamaan, dengan adanya observasi tersebut memahami konsep hukum dengan lebih baik dan nyata, sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang taat hukum. 2. Secara Praktis Mahasiswa perlu mendapat pengalaman secara langsung berkenaan dengan kasus yang melanggar hukum, proses persidangan dan proses pengambilan putusan terhadap kasus yang di sidangkan. Semua pengalaman praktis tersebut dapat diperoleh dengan kegiatan observasi di pengadilan. E. Metode yang digunakan Metode yang penulis lakukan adalah metode pengamatan langsung (observasi) terhadap proses persidangan suatu kasus pelanggaran hukum. Observasi tersebut dilaksanakan di Pengadilan Negeri Surakarta karena dengan metode tersebut para mahasiswa dapat menyaksikan langsung proses persidangan sehingga akan memperoleh pengalaman secara nyata berkenaan dengan proses persidangan. Selain itu metode observasi akan lebih efektif bagi para pelaksana karena berhadapan langsung dengan obyek yang diamati, sehingga apabila ada permasalahan yang dihadapi akan dapat diatasi secara langsung dengan pihak yang berkaitan dimana didalam metode observasi juga ada metode tanya jawab. Oleh karena alasan itulah maka metode observasi dipilih dan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan ini. BAB II PEMBAHASAN A. Profil hukum di Indonesia. Asal-usul di Indonesia terdapat peraturan hukum yang di berlakukan dengan adanya setelah Revolusi Perancis sampai 12 Agustus 1800, Napoleon membentuk panitia yang diserahi tugas membentuk kodifikasi hukum. Yang menjadi sumbernya adalah (1) hukum Romawi yang digali dari hasil karya para sarjana bangsa Perancis, (2) hukum kebiasaan Perancis, (3) ordonance-ordonance, (4) hukum intermediare. Saat Perancis menjajah Belanda dan Belgia, hukum Perancis diberlakukan di Belanda dan Belgia. Lalu Belanda menjajah Indonesia sehingga di Indonesia diberlakukan hukum Perancis pada tanggal 1 Mei 1848. Hukum Indonesia terdiri dari KUHP perdata (Hukum Perorangan, Kebendaan, Perikatan, Pembuktian dan Daluwasa), KUHD (Hukum Dagang umum, Pelayaran, Kepailitan), KUHP pidana (Aturan Umum, Kejahatan, dan Pelanggaran). Dasar hukum Belanda yang masih diberlakukan di Indonesia adalah aturan peralihan pasal II dan IV UUD Republik Indonesia tahun 1945, dan peraturan Presiden 1945: 2 tanggal 10 Oktober 1945. 1. Pengertian hukum di Indonesia. Hukum merupakan suatu peraturan yang ditaati dan dipatuhi oleh semua orang yang berlaku umum. Aturan-aturan ini saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain dan saling menentukan atau melengkapi. Sumber hukum formal yang terdapat di Indonesia: a. Undang-undang : segala peraturan perundang-undangan. Agar suatu undang-undang bisa berlaku dan mengikat, maka harus diundangkan dilembaran Negara oleh Menteri Sekretaris Negara. b. Yurisprudensi : keputusan hukum dari seorang seorang hakim terdahulu yang kemudian diikuti oleh hakim-hakim berikutnya sebagai acuan didalam menangani kasus yang sama. c. Traktat : suatu perjanjian antara negara yang satu dengan negara yang lain bersifat mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum bagi warga negara masing-masing yang mengikatkan diri. d. Kebiasan : perbuatan sehari-hari yang dilakukan secara berulang-ulang dalam hal yang sama, sehingga menjadi adat kebiasaan dan ditaati oleh masyarakat. e. Doktrin : suatu intruksi dari seseorang yang dianggap ahli oleh kelompok tertentu, sehingga menjadi sangat berpengaruh bagi hakim didalam mengambil keputusan. 2. Pembagian hukum di Indonesia. Hukum yang berlaku di Indonesia dibagi menjadi beberapa hukum yaitu: a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang didalamnya mencakup hukum perorangan, hukum kebendaan, hukum perikatan, hukum pembuktian dan daluwarsa. b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu hukum dagang umum, hukum pelayaran, hukum kepailitan. c. Kitab Undang-undang hukum pidana, yaitu aturan umum, kajahatan, pelanggaran. B. Hukum Pidana Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran- pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Hukum pidana memiliki hubungan antara warga negara dengan negara sebagai organ yang menguasai tata tertib masyarakat. Dalam hukum pidana di Indonesia masih mengadopsi dari hukum Belanda. Dalam KUHP Pidana terdapat tiga buku antara lain: Buku pertama yaitu tentang percobaan, tentang mengajukan dan menarik kembali pengaduan, dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan dan sebagainya. Buku kedua yaitu tentang kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap keksusilaan, tentang penghinaan, tentang pencurian, tentang perbuatan curang dan sebagainya. Buku ketiga yaitu tentang pelanggaran ketertiban umum, tentang pelanggaran mengenai asal-usul dan perkawinan. Pada umumnya dalam kasus pidana akan segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, pihak yang menjadi korban cukup melaporkan kepada yang berwajib, pihak yang melaporkan menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi penggugat adalah penuntut umum (Jaksa). Tetapi dalam tertentu seperti kasus pemerkosaan dan perzinahan, pihak yang berwajib tidak akan mengambil tindakan jika tidak ada pengaduan oleh pihak yang dirugikan. Dalam hukum pidana juga dikenal apa yang disebut dengan acara pidana yaitu peraturan yang mengatur proses berlangsungnya penangkapan hingga penjatuhan putusan dalam perkara pidana. C. Kronologi Proses acara Pidana. 1. Pemerikasaan pendahuluan Tindakan pengusutan dan penyelidikan apakah suatu sangkaan itu benar-benar beralasan atau mempunyai dasar-dasar yang dapat dibuktikan kebenarannya atau tidak. Pengusutan yaitu unsur menyelidiki, mencari kejahatan dan pelanggaran yang terjadi. Tugas ini dibebankan pada pejabat-pejabat khusus (kepala desa, camat, pejabat polisi, penuntut umum pada Pengadilan Negeri yang ditentukan dalam peraturan perundangan). Penyelesaian pemeriksaan pendahuluan untuk meninjau secara yuridis, yakni mengumpukan bukti-bukti dan mnenetapkan ketentuan pidana apa yang dilanggar. Penuntutan pengajuan perkara kesidang pengadilan oleh pegawai penuntut umum. 2. Pemeriksaan dalam sidang pengadilan Bertujuan untuk meneliti dan menyaring apakah suatu tindak pidana itu benar atau tidak, apakah bukti-bukti itu sah atau tidak dan apakah kitab undang-undang kukum pidana yang dilanggar itu sesuai perumusannya dengan tindakan pidana yang telah terjadi itu. 3. Pelaksanaan Hukuman Dalam pelaksanaan hukuman terdapat beberapa hal : a. Denda b. Penyitaan barang-barang c. Hukuman pidana penjara Semua tindak pidana dalam proses hukumnya tidak lepas dari Hukum Acara Pidana yaitu peraturan hukum yang menunjukan dan gambaran dan penjelasan secara rinci atas peristiwa pidana yang dilakukan oleh seseorang. Hukum Acara Pidana tersebut menjadi alat untuk melaksanakan tuntutan dan memperoleh peradilan. Dengan mengacu pada Hukum acara pidana maka suatu tindak pidana akan menjadi lebih jelas karena didalam acara pidana memuat penjelasan secara detail baik proses, cara dan keterangan lain berkenaan dengan suatu tindak pidana. Dalam hukum acara pidana terdapat sepuluh asas yaitu: (1). Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan perlakuan; (2). Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diperbolehkan oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur denga undang-undang; (3). Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adannya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap; (4). Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian atau rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan azas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administratif; (5). Peradilan yang dilakakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapka secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan; (6). Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melakasanakan kepentingan pembelaan atas dirinya; (7). Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang telah didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu bahwa itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum; (8). Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa; (9). Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal lain diatur dalam undang-undang; dan (10). Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan. Ini merupakan asas yang harus dilakukan oleh setiap para penegak hukum sehingga dalam proses peradilan akan dapat tercipta suatu proses yang adil. Setiap proses acara pidana harus memperhatikan asas-asas tersebut dengan seksama. Hukum memang suatu peraturan, akan tetapi dalam menegakkan peraturan tersebut juga diperlukan adanya aturan, dan asas-asas tersebut merupakan aturan yang harus ditaati dalam upaya penegakkan aturan (hukum) yang berlaku. D. Delik Delik adalah perbuatan pidana yaitu segala perbuatan yang melanggar hukum dan perbuatan tersebut diancam dengan hukuman. Perbuatan pidana sebagai pelanggaran hukum tersebut merupakan suatu bentuk peristiwa pidana yaitu suatu kejadian yang mengandung unsur perbuatan yang dilarang oleh uandang-undang, maka pelaku perbuatan yang menimbulkan peristiwa tersebut diancam dengan hukuman. Delik terdiri dari 6 (enam) macam yaitu : (1). Delik Formal adalah suatu perbuatan pidana yang sudah selesai dilakukan dan benar-benar melanggar ketentuan seperti yang dirumuskan dalam undang-undang; (2). Delik Material adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari pebuatan itu; (3). Delik Dous adalah suatu perbuatan pidana yang secara sengaja dilakukan oleh pelaku; (4). Delik Ulpha adalah perbuatan pidana yang dilakukan tanpa unsur kesengajaan, yaitu karena kealpaan atau kelalaian pelaku; (5). Delik Aduan yaitu suatu perbuatan pidana yang diketahui karena adanya pengaduan dari pihak lain; dan (6). Delik Politik yaitu suatu tindak pidana yang ditujukan terhadap keamanan negara. Berdasarkan pada delik, maka tindakan pidana yang terjadi digolongkan sesuai dengan kriterianya. Akan tetapi berdasarkan undang-undang, setiap perbuatan pidana wajib mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tahapan pelaksanaan persidangan: 1. Pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum 2. Memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan esensi. 3. Menjawab atas esensi yang diajukan oleh terdakwa. 4. Majelis hakim memberi keputusan. 5. Pemeriksaan saksi-saksi, terdakwa, tuntutan jaksa, pembelaan. 6. Pembuatan putusan. E. Pengertian Pencurian Menurut Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa indonesia mengatakan sebagai berikut: “pencurian berasal dari kata dasar curi yang berarti berbagai-bagai perkara pencurian, sedangkan arti dari pada pencurian adalah perkara (perbuatan dan sebagainya) mencuri (mengambil miliki orang tidak dengan jalan yang sah)”. Pengertian pencurian perlu kita bagi menjadi dua golongan, yaitu: pencurian secara aktif dan pencurian secara pasif.  Pencurian secara aktif: tindakan mengambil hak milik orang lain tanpa sepengetahuan si pemilik.  Pencurian secara pasif: tindakan menahan apa yang seharusnya menjadi miliknya orang lain. Di dalam rumusan pasal 362 KUHP dapat diketahui bahwa tindak pidana pencurian itu merupakan tindak pidana yang diancam hukuman adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah “mengambil” barang orang lain. Pencurian dalam agama Buddha adalah mengambil atau merampas barang yang tidak diberikan pemilikinya, dalam hal ini pemilik sangat dirugikan oleh pencuri. Suatu pencurian telah terjadi bila terdapat empat faktor sebagai berikut: 1) suatu barang milik orang lain (Parapariggahitam) 2) mengetahui bahwa barang itu ada pemiliknya (Parapariggahitasannita) 3) berniat untuk mencuri (Theyyacittam) 4) melakukan usaha untuk mengambilnya (Upakkamo) 5) berhasil mengambil melalui usaha itu (Tenaharanam). Yang dimaksud dengan “berhasil melalui usaha itu” ialah bila barang itu telah berpindah dari tempat semula. Misalnya, pencurian kambing telah terjadi bila keempat kaki kambing itu telah berpindah tempat. Pencurian benda lain telah terjadi bila bila barang itu telah terangkat dari tempat barang itu terletak. Pelanggaran sila kedua berakibat buruk, sesuai dengan kekuatan kehendak untuk mencuri. Kekuatan kehendak itu ditentukan oleh: nilai barang yang dicuri dan tingkat kemajuan rohani pemilik barang yang dicurinya atau milik orang suci (Rashid, 32). Akibat buruk dari mencuri ialah hidup dalam kemiskinan, dinista, dihina, dirangsang oleh keinginan-keinginan yang senantiasa tidak tercapai, hidup senantiasa tergantung pada orang lain. Sedangkan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di menjelaskan bahwa pencurian adalah mengambil barang sesuatu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Tindak pidana pencurian ini termasuk dalam golongan “pencurian biasa” yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut: (1) tindakan yang dilakukan ialah “mengambil”, (2) yang diambil adalah barang, (3) status barang tersebut sebagian atau seluruhnya menjadi milik orang lain, (4) tujuan perbuatan tersebut ialah dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak). Perbuatan mencuri dapat dikatakan selesai apabila barang yang diambil itu sudah berpindah tempat. Bila pelaku baru memegang barangnya, kemudian gagal karena ketahuan pemiliknya maka seseorang tersebut belum dapat dikatakan mencuri akan tetapi baru melakukan apa yang dikatakan “percobaan mencuri”. Selanjutnya untuk dapat dikatakan mencuri apabila, “pengambilan” itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya. Orang yang karena keliru mengambil barang orang lain, tidak dapat dikatakan “mencuri”. Seseorang yang memperoleh barang dijalan kemudian diambilnya dengan maksud untuk dimiliki dapat pula dikatakan mencuri. Tetapi apabila barang itu kemudian diserahkan kepada polisi, tidak dapat dikatakan mencuri. Namun apabila kemudian setelah orang itu sampai dirumah timbul niatnya untuk memiliki barang tersebut, padahal rencana semula akan diserahkan kepada polisi, maka orang itu dapat digolongkan mencuri sesuai pasal 373, karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada ditangannya. BAB III HASIL OBSERVASI A. Berita Acara Pengadilan Negeri Surakarta menerangkan bahwa terdakwa I Jumadi alias Jaidul Bin Sutrisno dan terdakwa II Wahyu Sri Purnomo bin Tohari pada hari kamis tanggal 24 februari 2011 ditahan berdasarkan surat perintah atau penetapan penahanan terhadap.  TERDAKWA (Jumadi alias Jaidul Bin Sutrisno) 1) Penyidik tanggal 17 Desember 2012 No.Pol.SP.Han/19/XII/2012/Sek.Teras. Sejak tanggal 17 Desember 2012 sampai 5 januari 2012. 2) Perpanjangan Penuntut Umum, tanggal 3 Januari 2012 No: PRINT-05/0.3.29./EPP.1/01/2012. Sejak tanggal 6 Januari 2012-14 Februari 2012. 3) Penutut Umum, tanggal 7 Februari 2012 Nomor: PRINT-137/0.3.29/EP.1/02/2012.Sejak tanggal 7 Februari 2012 sampai 26 Februari 2012. 4) Hakim Pengadilan Negri, tanggal 18 Februari 2012 Nomor: 50/Pen.Pid/2012/PN.Bi. Sejak tanggal 18 Februari 2012-19 Maret 2012.  Saksi-saksi yang menguatkan : Saksi I Nama : Joko Suratno Tempat Tgl Lahir : Kab. Boyolali, 27 Mei 1944 Alamat : Dukuh Teras RT 03 RW 01, Desa Teras Kab. Boyolali Agama : Islam Saksi II Nama : Agus Iwan Setiono Tempat Tgl Lahir : Kab. Boyolali, 10 Desember 1955 Alamat : Dukuh Teras RT 03 RW 01, Desa Teras Kab. Boyolali Agama : Katolik Saksi III Nama : Ratno B. Surat Tuntutan . Pada tanggal 17 Desember 2010 pukul 09.00 terdakwa yang bernama Jumadi dan Wahyu dirumah saudara Joko Budoyo di Dukuh Teras RT 03, RW 01, Desa Teras, Kecamatan Teras, Kab. Boyolali ketahuan mencuri yang dilihat oleh saksi bernama Casmali kemudian dilaporkan ke Polres. Perbuatan itu diancam pidana 363 ayat (1) ke 4-5 KUHP.Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP. Dengan unsur sebagai berikut  Unsur barang siapa.  Unsur telah mengambil barang yang seluruhnya atau kepunyaan orang lain.  Unsur yang dilakukan oleh orang yang ada disitu dengan setahunya atau tiada yang berhak.  Unsur yang untuk dapat masuk ketempat kejahatan dengan jalan membongkar.  Unsur tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Hal-hal yang memberatkan  Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. Hal-hal yang meringankan  Terdakwa mengakui terus terang sehingga persidangan lancer.  Terdakwa belum pernah dihukum. C. Kutipan Putusan Pidana Pasal 193 Ayat 1 KUHP. Kutipan Daftar Putusan Pidana Pasal 193 Ayat 1 KUHP. No 38/Pid.b/2011/Pn.BI. Nama : Jumadi alias Jaidul bin Sutrisno Tempat Tgl Lahir : Boyolali 2 November 1992 (18 tahun). Agama : Islam Kebangsaan : Indonesia Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat :Dukuh Girimarto RT.10/11 Desa Sambon, Kec. Banyudono Kab. Boyolali. Pekerjaan : Buruh Terdakwa I dan II ditahan sejak tanggal 17 Desember 2010 sampai sekarang mengingat Pasal 378 Kitab Undang-Undang Pidana Pasal 363 Ayat (1) ke 3,5 kitab Undang-undang hukum pidana jo pasal 53 Ayat (1) kitab Undang-undang hukum pidana, Undang-undang no 8 tahun 1981 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersangkutan dengan perkara. MENGADILI 1) Menyatakan terdakwa I (Jumadi alias Jaidul bin Sutrisno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana percobaan pencurian dalam keadaan memberatkan. 2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jumadi alias Jaidul bin Sutrisno dengan pidana penjara selama 8 bulan. 3) Menetapkan masa pertahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnyadan pidana yang telah dijatuhkan. 4) Menetapkan para terdakwa tetap ditahan. 5) Menetapkan barang bukti berupa.  1 Unit sepeda motor Yamaha force one nopol. AD-5069-RB tahun 1992 warna hitam beserta STNK atas nama Dwi Santoso.  Dan dikembalikan kepada terdakwa I berupa - I Buah beronjong terbuat dari bamboo - I Buah bagor / keranjang plastic ukuran besar - 2 batang besi pencokel masing-masing berukuran 12 inci panjang 20cm dan 8 inci panjang 25cm (dirampas untuk dimusnahkan). 6) Membebankan kepada masing-masing terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp.2000. Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis hakim pengadilan negri Boyolali hari kamis 10 maret 2011 oleh kami Kayat,S.H,M.H sebagai Hakim ketua majelis, Romel FT, S.H dan Saiful Anam, S.H sebagai hakim anggota, Triskari, S.H sebagai panitera pengganti , Retno, S.H, M.Hum sebagai jaksa. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi bahwasanya semua tindak pidana baik berupa pelanggaran maupun kejahatan perlu adanya tindakan tegas dari yang berwajib. Salah satunya kasus pencurian, karena hal ini dapat meresahkan masyarakat sekitar. Tindak pidana kasus pencurian penanganannya tidak hanya melalui nasehat belaka melainkan dihadapkan ke meja hijau agar terdakwa tidak mengulangi perbuatan tersebut karena adanya sanksi yang dijatuhkan. Pengamatan di Pengadilan Negeri Surakarta, memberikan wawasan bagi penulis khususnya dan mahasiswa pada umumnya, tentang proses persidangan dalam suatu perkara pidana yang dihadapkan kemeja sidang dengan demikian mahasiswa dapat membedakan perkara pidana dalam perkara umum dan perkara pidana ringan. Suatu perkara pidana tindak pencurian, akan dapat diproses bila ada laporan dari pihak yang dirugikan, saksi atau aparat hukum. Sebagaimana setelah penulis mengikuti jalannya sidang lanjutan pencurian maka hasil keputusan sidang terdakwa melanggar pasal: 362 (1) ke-3, 4, 5 KUHP. Yaitu tentang pencurian. Maka pencurian ini digolongkan “pencurian berat” dan diancaman hukuman yang lebih berat, berupa denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah atau dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. B. Saran Saran yang dapat penulis sampaikan kepada para pembaca khususnya para pelajar dan mahasiswa agar dapat mengerti, memahami dan melaksanakan hukum di Indonesia. Dengan adanya persidangan kasus pencurian yang merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwah diatas serta setelah penulis mengungkap bentuk pelanggaran tersebut, diharapkan dengan adanya laporan ini, warga negara indonesia hendaknya menghindari bentuk pelanggaran hukum ataupun bentuk kejahatan. Semoga warga indonesia dapat mematuhi peraturan hukum yang ada di indonesia. DAFTAR PUSTAKA Kuffal. 2005. Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dalam Praktik Hukum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Moeljatno. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Rashid, Teja. Sila dan Vinaya. Jakarta: Buddhis Bodhi. Sugadhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional. http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/pengertian-hukum.html http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/tujuan-hukum.html www.legalitas.org BAB XXII. TENTANG PENCURIAN A. Pasal 362 “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. B. Pasal 363. 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: • Ke-1 pencurian ternak; • Ke-2 pencurian pada ada kebakaran, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; • Ke-3 pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada dirumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikendaki oleh orang yang berhak; • Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; • Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, atau pakaian jabatan palsu. 2. Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Penjelasan Pencurian dalam pasal ini dinamakan “pencurian berat” dan acaman hukumannya pun lebih berat. Yang dimaksud dengan “pencurian berat” ialah pencurian biasa (pasal 362), yang disertai dengan salah satu keadaan seperti berikut : 1. Jika barang yang dicuri itu adalah hewan. Yang dimaksud dengan hewan sebagaimana diterangkan pasal 101 ialah semua jenis binatang yang memamah biak, seperti: kerbau, lembu, kambing, kuda, keledai, dan lain sebagainya. 2. Jika pencurian itu dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana, seperti: kebakaran, banjir, gempa bumi, gempa laut, gunung meletus, kecelakaan kereta api, huuru-hara perang atau bahaya perang dan lain sebagainya. Pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini diancam hukuman lebih berat, karena pada waktu semua orang sedang meyelamatkan jiwa dan raganya serta harta bendanya, si pelaku mempergunakan kesempatan itu untuk melakukan kejahatan, yang menandakan bahwa orang itu adalah rendah budinya. Pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti itu perlu dibuktikan, bahwa antara terjadinya bencana dengan pencurian itu ada kaitan yang erat sehingga dapat dikatakan bahwa pencurian tersebut mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri didalam sebuah rumah dibagian kota, yang kebetulan saja di bahagian kota itu terjadi kebakaran. Tindak pidana ini tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksud dalam pasal ini, karena di sini si pencuri tidak sengaja mengunakan kesempatan peristiwa kebakaran yang terjadi waktu itu. 3. Jika pencurian pencurian itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya dilakukan oleh orang yang berada disitu tanpa setahu atau tanpa seijin yang berhak. Waktu malam sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 98, adalah antara matahari terbenam dan terbit kembali. Yang dimaksud rumah disini adalah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat-tingal siang dan malam. Gudang dan toko yang tidak didiami pada waktu siang dan malam, tidak masuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug, gerbong kereta api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang dan malam, termasuk dalam pengertian rumah. Yang dimaksud pekarangan tertutup disini ialah dataran tanah yang sekelilingnya ada pagarnya (tenbok, bambu, pagar tumbuh-tumbuhan yang hidup) dan tanda-tanda lain yang dapat dianggap batas. Untuk dapat dituntut dengan pasal ini si pelaku pada waktu melakukan pencurian itu harus masuk kedalam rumah atau pekarangan tersebut. Apabila hanya menggaet saja dari jendela, tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksud di sini. 4. Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Supaya dapat dituntut menurut pasal ini, maka dua orang (atau lebih) itu harus bertindak secara bersama-sama sebagaimana dimaksud oleh pasal 55, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh pasal 56, yakni yang seorang bertindak, sedang seorang lainnya hanya sebagai pembantu saja. 5. Jika untuk dapat masuk ketempat kejahatan atau untuk dapat mngambil barang yang akan dicuri itu. Pencurian tersebut dilakukan dengan membongkar, memecah, mamanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu. a. Yang diartikan membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya membongkar tembok, pintu, jendela, dan sebagainya. Dalam hal ini harus ada sesuatu yang rusak, pecah, dan sebaginya. Apabila pencuri hanya mengangkat daun pintu dari engselnya dan tidak terdapat kerusakan apa-apa, tidak dapat diartikan “membongkar”. b. Yang diartikan memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memecah kaca jendela dan sebagainya. c. Yang diartikan “perintah palsu” ialah perintah yang dibuat sedemikian rupa, seolah-olah perintah itu asli dan dikeluarkan oleh yang berwajib, padahal tidak asli. Dimisalkan disini, seorang pencuri mengaku dirinya sebagai perusahan listrik negara dan membawa surat keterangan dari pembesar P.L.N dapat kedalam rumah, tetapi ternyata surat-keterangan itu palsu. d. Pakaian palsu ialah pakaian yang dikenakan oleh orang yang tidak berhak untuk itu. Misalnya seorang pencuri yang mengenakan pakaian seragam polisi, dapat masuk kedalam rumah seseorang, kemudian mencuri barang. Yang dimaksud pakaian palsu disini tidak saja pakaian jabatan pemerintah, tetapi boleh juga pakaian seragam perusahaan swasta. e. Dalam ayat (1) sub ke-5 pasal ini antara lain dikatakan, bahwa untuk dapat masuk ketempat kejahatan itu pencuri tersebut melakukan perbuatan dengan jalan membongkar, bukan yang diartikan jalan untuk keluar. Jadi apabila si pencuri berada didalam rumah sejak petang hari ketika pintu-pintu rumah itu sedang dibuka, kemudian keluar pada malam harinya, setelah para penghuni rumah itu tidur dengan nyenyak, dengan jalan membongkar, tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksudkan disini. f. Dalam ayat, sub dan pasal ini juga antara lain dikatakan, bahwa untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu, dengan jalan membongkar dan sebagainya. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa seorang pencopet yang akan mencopet uang didalam saku baju seseorang, menggunting saku baju orang itu, dapat dimaksudkan disini. C. Pasal 364 Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 No.4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 No.5 apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada dirumahnya, dan jika harga barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dipidana karena pencurian ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Penjelasan Apa yang tersirat dalam pasal ini dinamakan “pencurian ringan” yang dapat dikenakan pasal ini ialah: a. Pencurian biasa (pasal 362), dengan cacatan bahwa harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. b. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama (pasal 363 ayat pertama sub ke-4), dengan catatan bahwa harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh. c. Pencurian dilakukan dengan cara demkian rupa, sehingga untuk masuk ketempat barang yang diambilnya itu dengan jalan membongkar, memecah dan sebagainya, (pasal 363 ayat pertama sub ke-5) dengan catatan bahwa harga barang yang dicuri tersebut tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah dan tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup dimana ada rumahnya. D. Pasal 365 a. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun dipidana, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau jika tertangkap tangkap tangan, supaya ada kesempatan untuk melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, dan untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. b. Pidana penjara paling lama dua belas tahun dijatuhkan: • ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau dalam kereta api atau tram yang sedang berjalan; • ke-2 jika perbuatan dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; • ke-3 jika yang bersalah masuknya ketempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu; • ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. c. Jika perbuatan mengakibatkan orang lain mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. d. Diacam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai oleh satu hal yang diterangkan dalam No.1 dan No.3. Penjelasan Isi pasal ini adalah pencurian dengan kekerasan. Mengenai arti kata “kekerasan”, lihat penjelasan pasal 89. Tindak pidana yang dimaksud oleh pasal ini misalnya: mengikat si korban, menyekap si korban di dalam sebuah kamar dan sebagainya. Untuk dapat dituntut menurut pasal ini, kekererasan atau ancaman kekerasan tersebut harus dilakukan terhadap orang, bukan pada barang dan dapat dilakukan sebelumnya, asal maksudnya untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian itu dan apabila tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi diri atau kawannya yang turut melakukan pencurian tersebut melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu dapat dipertahankan berada ditangannya. Pencuri yang masuk kedalam rumah dengan merusak bahagian rumah (pintu, jendela dan sebaginya) tidak tergolong dalam pencurian ini, karena kekerasan yang dilakukan itu tidak dikenakan pada orang. Seorang pencopet, setelah mencuri milik orang lalu dimaki-maki oleh orang yang melihat perbuatannya. Kemudian memukul orang itu karena merasa sakit hati, tidak pula tergolong dalam pencurian yang dimaksudkan disini, karena kekerasan yang dilakukan itu hanya sekedar untuk membalas rasa sakit, bukan karena supaya ada kesempatan bagi dirinya untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu dapat dipertahankan berada ditangannya. Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat, apabila disertai salah satu hal seperti dibawah ini:  Apabila perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya atau dijalan umum, atau pula didalam kereta api atau tram yang sedang berjalan.  Apabila perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.  Apabila si pelaku masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.  Apabila perbuatan itu mengakibatkan ada orang mendapat luka berat. Mengenai arti rumah, pekarang tertutup, membongkar, memanjat, perintah palsu dan pakai palsu lihat penjelasan pasal 363, mengenai arti malam lihat lihat penjelasan 98, mengenai anak kunci palsu lihat penjelasan pasal 100, sedangkan memanjat pasal 99 dan luka berat pasal 90. Jalan umum ialah dataran tanah yang dipergunakan untuk lalu lintas umum, baik milik pemerintah maupun swasta, asal dipergunakan untuk umum (siapapun boleh berlalu lintas di situ). Pencurian yang dimaksud oleh pasal ini (pencurian dengan kekerasan) yang dilakukan didalam kereta api atau tram (bukan otobis) yang sedang berjalan, masuk dalam pasal ini. Tetapi apabila dilakukan didalam kereta api atau tram yang sedang berhenti, tidak masuk disini. Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat lagi, apabila perbuatan ini mengakibatkan kematian seseorang. Kematian itu harus hanya sebagai akibat belaka dari pencurian ini, dan tidak merupakan tujuan semula dari si pelaku maka dikenakan pasal 339. Selanjutnya bandingkan isi pasal ini dengan isi pasal 368. Apabila karena kekerasan atau ancaman kekerasan itu si pemilik barang lalu meyerah, kemudian memberikan barang-barangnya kepada yang mengancam maka hal ini masuk “pemerasan” (pasal 368) akan tetapi apabila si pemilik barang dengan adanya kekerasan atau ancaman kekerasan itu tetap tidak mau menyerah dan pencuri berhasil mengambil barangnya maka peristiwa pidana ini masuk pencurian dengan kekerasan (pasal 365). E. Pasal 366. Dalam pemidanaan karena salah satu perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362, 363 dan 365 dapat dijatuhkan pencabutan hak tersebut dalam Pasal 35 No.1-4. (Moeljatno. 2001. 128-130). Penjelasan Orang yang bersalah karena melakukan salah satu kejahatan “pencurian biasa” pasal 362, pencurian berat pasal 363 pencurian dengan kekerasan pasal 365 dapat dijatuhi hukuma tambahan pencabutan hak no.1-4 pasal 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar